Oleh Deni Rahman, Ketua Prodi Komunikasi dan Penyaran Islam (KPI) STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat
UPAYA genosida Zionis Yahudi terhadap muslim Palestina terus berlanjut. Sebuah skenario pembunuhan massal kini dilakukan dengan senjata yang paling kejam: kelaparan. Di tanah Gaza, ribuan anak menangis menahan perut kosong, para ibu kehabisan tenaga menyusui, dan lansia terbaring lemah tanpa asupan gizi. Blokade yang kejam telah memutus akses pangan, obat-obatan, dan kebutuhan hidup dasar. Dunia menyaksikan, tetapi mereka dibiarkan berjuang sendirian.
Bagi seorang mukmin, tragedi ini bukan sekadar berita. Namun, ini adalah ujian keimanan. Allah mengingatkan: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Ibnu Katsir menjelaskan, Ayat ini menjadi dasar hukum persaudaraan Islam yang mengharuskan kaum Muslimin saling menolong, melindungi, dan peduli pada nasib saudaranya di manapun berada, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya (terzalimi).”
Baca Juga: Jihad Digital Suarakan Tangisan Anak-anak Gaza
Karenanya, Al Maraghi menegaskan, bahwa orang beriman wajib menjaga persatuan, menjauhi perpecahan, dan menolong saudaranya yang tertindas, sekalipun berbeda suku atau bangsa.
Karena itu, iman menuntut kita untuk tidak tinggal diam. Mensyukuri nikmat dengan amal shalih berarti ikut merasakan derita mereka, mengulurkan tangan dalam doa dan bantuan, serta terus berjuang melawan kesewenang-wenangan yang merenggut nyawa dan harapan saudara-saudara muslimin kita di Gaza.
Jangan sampai kita termasuk pendusta agama, sebagaimana Allah sinyalir dalam Al Qur’an surat Al-Ma’un, yaitu mereka yang melakukan sholat tetapi namun kosong dari empati sosial. Orang yang mengaku beriman, tapi membiarkan yatim terhina, membiarkan miskin kelaparan, tidak peduli kepada penderitaan manusia serta shalatnya hanya formalitas tanpa ruh.
Kelaparan Akut di Gaza
Baca Juga: Suriah di Tengah Konflik Sweida dan Geopolitik Global
Pada 23 Juli 2025 lalu, lebih dari 100 organisasi internasional mendesak pemerintah untuk berupaya membuka jalur penyeberangan darat ke Gaza guna memulihkan aliran penuh makanan, air bersih, pasokan medis, perlengkapan tempat tinggal, dan bahan bakar.
Data sebelum genoside Israel dimulai, rata-rata 500 truk memasuki Jalur Gaza setiap hari. Hal itu berubah pada 7 Oktober 2023, Israel menghentikan masuknya semua barang, termasuk bantuan kemanusiaan. Akibatnya bencana kelaparan terjadi akhir-akhir ini.
Data menyebutkan, sekitar 470.000 jiwa telah mencapai tingkat ketahanan pangan (IPC) Fase 5 (katastropik/kelaparan) dan seluruh penduduk Gaza hampir 2,1 juta jiwa mengalami ketidakamanan pangan akut. Sebanyak 71.000 anak dan lebih dari 17.000 ibu hamil/menyusui membutuhkan perawatan darurat karena malnutrisi akut.
Kementrian Kesehatan Gaza, Pekan lalu melaporkan 122 kematian terkait kelaparan, termasuk 83 anak-anak, 28.000 kasus mal nutrisi di Gaza dengan lebih 5.000 kasus tercatat pada bulan Juli saja. WHO menilai ambang kelaparan di Palestina telah tercapai: lebih 20% rumah tangga kekurangan ekstrem makanan, dan lebih 30% anak-anak kurang gizi akut.
Baca Juga: Selamatkan Masa Depan Anak, Indonesia Harus Berani Putus Mata Rantai Industri Tembakau
The Integrated Food Security Phase Classification (IPC) memperingatkan bahwa menurut analisis terbarunya, yang dilakukan pada bulan Mei, seluruh penduduk Gaza akan menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang tinggi pada September 2025. Ini termasuk setengah juta orang yang berada dalam “bencana” yang digambarkan oleh IPC sebagai “kekurangan pangan yang ekstrem, kelaparan, kemelaratan, dan kematian.”
Laporan tersebut menambahkan bahwa satu dari tiga orang mengalami hari-hari tanpa makanan, menyerukan tindakan untuk “memungkinkan respons kemanusiaan yang tanpa hambatan, berskala besar, dan menyelamatkan jiwa. Ini adalah satu-satunya jalan untuk menghentikan kematian lebih lanjut dan penderitaan manusia yang dahsyat.
Walau Zionis Israel pekan kemarin mengijinkan pembukaan pintu Rafah agar bantuan dapat masuk, namun menurut PBB masih “sangat dibatasi”. Terkait kondisi ini, organisasi-organisasi bantuan secara konsisten terus mendesak Israel untuk mengizinkan lebih banyak makanan pokok dan pasokan medis masuk ke Gaza.
Mensibukkan Diri dengan Amal Shalih
Baca Juga: Belajar Qanaah: Kunci Ketenangan di Tengah Arus Hedonisme
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ • فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Apa yang di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman [55]: 29-30)
Ayat ini menunjukkan betapa sibuknya Allah Ta’ala untuk mengurus makhluknya. Seluruh makhluk di langit dan di bumi senantiasa bergantung kepada-Nya. Menurut Tafsir Ibnu Katsir, maksud “كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ” adalah Allah selalu dalam kesibukan mengatur urusan makhluk: memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, mengampuni dosa, menerima taubat, mengangkat derajat hamba yang taat, serta menurunkan takdir dengan hikmah yang sempurna.
Baca Juga: Surat Cinta dari Gaza: Negeri Kecil dengan Ujian Seluas Langit
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa setiap hari Allah senantiasa menyingkap urusan baru: ada yang dimuliakan, ada yang dihinakan, ada yang diberi nikmat, ada yang ditahan rezekinya. Sedangkan Al-Maraghi menafsirkan bahwa hal ini menunjukkan sifat Maha Kuasa Allah, yang setiap waktu melaksanakan ketentuan-Nya sesuai hikmah-Nya.
Dari penjelasan para mufassir ini, kita diajarkan untuk tidak menyia-nyiakan hidup dengan beramal soleh, karena Allah selalu memberi kita kesempatan baru setiap hari. Maka kewajiban kita adalah menyibukkan diri dengan amal shalih, yang tidak lain adalah bentuk kesyukuran yang kita terima atas banyaknya nikmat dari Allah. Allah berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Baca Juga: Sebotol Harapan untuk Gaza, Inisiatif Kemanusiaan Melalui Laut
Syukur itu bukan sekadar ucapan, tapi diwujudkan dengan amal nyata. Mensyukuri nikmat Allah bukan hanya lewat ibadah, tapi juga lewat kepedulian pada saudara kita di Palestina. Saat ini mereka sedang menghadapi kelaparan dahsyat dan penderitaan yang luar biasa.
Keteladanan Rasulullah ﷺ dan para Sahabat
Hari ini saudara kita di Palestina menanggung penderitaan yang jauh di luar kemampuan kita membayangkan. Ada keluarga yang tak lagi punya makanan, anak yang sekarat, ibu hamil dengan tubuh merana dan lain sebagainya.
Sementara teladan terbaik umat Islam ada pada Rasulullah ﷺ. Beliau adalah sosok yang paling sibuk mengurus umat. Setiap hari waktunya dihabiskan untuk membimbing umat, mengajarkan ilmu, memimpin jihad, menyelesaikan persoalan masyarakat, hingga menengok yang sakit dan menyantuni fakir miskin.
Baca Juga: Genosida Melalui Kelaparan di Gaza
Para sahabat pun mengikuti jejak beliau. Abu Bakar Ash-Shiddiq sibuk menafkahkan hartanya dan untuk membebaskan hamba sahaya yang tertindas. Umar bin Khaththab rela berjalan malam untuk mengecek keadaan rakyatnya, jangan sampai ada kelaparan yang terjadi. Utsman bin Affan sibuk mempersiapkan harta dan logistik untuk perjuangan Islam. Demikian juga sahabat Ali bin Abi Thalib sibuk menegakkan keadilan dan menyebarkan ilmu. Mereka semua tidak menyia-nyiakan waktu kecuali untuk amal shalih.
Kini giliran kita, mengisi hidup ini dengan amal nyata: sedekah untuk korban kelaparan, menyuarakan keadilan, menyebarkan kebenaran, dan mendoakan mereka setiap hari.
Maka, mari kita isi waktu yang tersisa dengan amal-amal terbaik, terus berbuat untuk pembelaan masjidil Aqsha dan kemerdekaan Palestina. Jangan sampai kita disibukkan dengan hal yang sia-sia, sementara Allah memberi kita setiap hari nikmat yang tak terhitung.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu. Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu. Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu. Hidupmu sebelum datang kematianmu. (HR. Hakim dan Baihaqi)
Baca Juga: Kader Adalah Benih Peradaban
Maka kesibukan kita hari ini, mari diwujudkan dengan kepedulian kepada saudara-saudara kita di Palestina yang terjajah. Jangan biarkan mereka berjuang sendirian. Bantulah dengan doa, harta, dan suara kita melawan kedzaliman yang menindas mereka. Karena setiap kebaikan yang kita lakukan, sekecil apapun, Allah akan membalasnya dengan berlipat ganda.
Kepedulian AWG dan Mae-C Membela Palestina
Lembaga kemanusiaa Aqsa Working Group (AWG) bersama Maemunah Centre (Mae-C) dan lembaga lainnya terus menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan. Di tengah blokade yang menjerat dan kelaparan yang kian parah, kedua lembaga ini terus bergerak mengumpulkan dan menyalurkan bantuan makanan sebagai upaya menyelamatkan ribuan keluarga di Gaza yang kelaparan kekurangan pangan. Bantuan ini menjadi bukti kepedulian umat Islam Indonesia khususnya yang tidak tinggal diam menyaksikan penderitaan saudaranya di bumi para nabi.
Lebih jauh, AWG dan Mae-C tidak hanya memikirkan kebutuhan mendesak berupa makanan, tetapi juga menyiapkan solusi jangka panjang dengan rencana pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) di Gaza. Fasilitas ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan kesehatan perempuan dan anak-anak yang paling rentan di tengah situasi perang dan blokade. Kehadiran RSIA akan menjadi oase harapan bagi ibu-ibu yang selama ini kesulitan mendapatkan layanan persalinan dan anak-anak yang terancam tumbuh dalam kondisi kekurangan gizi serta trauma berkepanjangan.
Baca Juga: Vonis Tom Lembong: Jerat Prosedural, Preseden Baru bagi Pejabat?
Langkah ini bukan sekadar program bantuan, melainkan wujud nyata dari firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (QS. Al-Hujurat: 10). Dengan menyatukan kekuatan umat, AWG dan Mae-C bersama masyarakat Indonesia berusaha menjadikan bantuan ini sebagai amal sholeh kolektif. Mereka ingin menunjukkan bahwa kepedulian kita kepada Palestina adalah bentuk syukur atas nikmat Allah, sekaligus perlawanan terhadap kezaliman Zionis Yahudi Israel yang berusaha memadamkan cahaya Islam di tanah suci, menghancurkan Masjid Al Aqsha dan merebut tanah Palestina.
Mudah-mudahan dengan langkah nyata ini, kita dapat membantu muslim Palestina dan mengembalikan Masjid Al Aqsha sebagai warisan umat Islam.Aamiin ya Rabbal Alamiin. []
Mi’raj News Agency (MINA)