Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelembutan dan Ketegasan Nabi Muhammad dalam Menegakkan Hukum

Redaksi Editor : Widi Kusnadi - Sabtu, 31 Agustus 2024 - 19:19 WIB

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 19:19 WIB

124 Views

Oleh Irwan Amrullah, Staf Majelis Taklim dan Tadrib Pusat (MTTP) Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

Nabi Muhammad ﷺ dikenal sebagai sosok pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia. Sifat-sifat mulia itu dapat dilihat dari kelembutan dan ketegasan beliau dalam segala aspek kehidupan, salah satunya dalam menegakkan hukum-hukum Islam.

Kelemah-lembutan dan ketegasan Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya dipraktikkan sebagai bentuk karakter pribadi, tetapi juga dalam hubungan sosial, yaitu menjaga keadilan dan stabilitas sosial di tengah masyarakat yang plural dan kompleks.

Nabi Muhammad ﷺ adalah sosok yang memiliki karakter kepemimpinan luar biasa, dalam menegakkan hukum Islam. Beliau mampu menunjukkan kelembutan hati yang luar biasa dalam memperlakukan orang-orang yang taat hukum dan mereka yang belum mengetahuinya. Di samping itu, ketegasan beliau ditujukan kepada mereka yang melanggar.

Baca Juga: BSP 2024, Solidaritas dan Penghormatan Bagi Pahlawan di Tengah Genosida

Dalam menegakkan hukum, sifat kelembutan dan ketegasan sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara menegakkan keadilan dan menumbuhkan rasa kemanusiaan.

Kelembutan Nabi Muhammad ﷺ dalam Penegakan Hukum Islam

Nabi Muhammad ﷺ juga dikenal dengan kelembutannya dalam menangani berbagai masalah hukum. Kelembutan beliau bukanlah bentuk kelemahan, tetapi manifestasi dari kebijaksanaan dan kasih sayang terhadap umat manusia.

Dalam beberapa kasus, Nabi Muhammad ﷺ lebih memilih pendekatan persuasif, dialog, dan pemberian kesempatan kepada pelaku untuk bertobat daripada langsung menerapkan hukuman fisik.

Baca Juga: Catatan 107 Tahun Balfour dan Setahun Perjuangan Thufanul Aqsa

Salah satu contoh yang terkenal adalah ketika seorang Arab Badui kencing di dalam masjid. Para sahabat berusaha menghentikannya dengan cara kasar, tetapi Nabi Muhammad ﷺ melarang mereka.

Beliau dengan tenang membiarkan orang tersebut menyelesaikan hajatnya, kemudian dengan lembut memberikan pengarahan. Rasulullah ﷺ berkata kepada orang Badui tersebut, “Masjid ini tidak pantas untuk hal semacam itu. Masjid adalah tempat untuk salat, dzikir, dan membaca Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhari).

Dengan pendekatan lemah lembut yang Nabi Muhammad ﷺ contohkan kepada orang Badui tersebut, akhirnya ia menyatakan masuk Islam.

Hal itu mengajarkan kepada Umat Islam bagaimana menghadapi ketidaktahuan seseorang dengan kasih sayang, bukan dengan kekerasan.

Baca Juga: Memaknai Iqra

Dalam kasus lain, Rasulullah ﷺ juga menunjukkan kelembutan ketika ada seorang pemuda yang datang kepada beliau dan meminta izin untuk berzina.

Bukannya langsung marah atau memberikan hukuman, Nabi Muhammad ﷺ dengan lembut bertanya kepada pemuda tersebut, apakah dia ingin hal yang sama terjadi pada ibunya atau saudarinya, atau bibinya, atau anak perempuannya, dan seterusnya.

Pemuda tersebut akhirnya menyadari kesalahannya dan berjanji untuk menjauhi perbuatan zina tersebut. Pendekatan dialogis dan penuh kasih sayang ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ sangat mempertimbangkan keadaan emosional dan psikologis seseorang ketika menangani sebuah kasus.

Banyak sekali ayat dan hadist yang menyinggung sifat lemah lembut Nabi Muhammad ﷺ dalam berdakwah, salah satu terdapat dalam firman Allah ﷻ berikut:

Baca Juga: Mengembangkan Sumber Pangan Lokal Berbasis Komunitas

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Al-Imran [3]: 159)

Ayat di atas menegaskan satu prinsip dasar Rasulullah dalam berdakwah, yaitu bersikap lemah lembut. Sebab, dengan kelembutanlah hati yang keras akan luluh. Sebaliknya, sikap kasar justru akan membuat orang-orang lari menghindar. Ayat di atas juga memerintahkan Nabi untuk senantiasa memaafkan kaumnya yang berbuat salah.

Menyikapi kekerasan dengan kekerasan ibarat menyiram kobaran api dengan bahan bakar, bukan malah padam justru semakin membesar. Inilah prinsip yang diajarkan Rasulullah ﷺ berdakwah di tengah-tengah kaumnya. Terbukti, dalam kurun waktu 23 tahun saja, agama Islam bisa tersebar luas hingga ke seluruh jazirah Arab, bahkan lebih dari itu.

Baca Juga: Mengislamkan Pikiran, Hati, Dan Perilaku

Ketegasan Rasulullah ﷺ dalam Menerapkan Hukum

Ketegasan Nabi Muhammad ﷺ dalam menegakkan hukum Islam terlihat jelas dalam berbagai peristiwa ketika beliau menghadapi pelanggaran hukum syariah. Ketegasan ini ditunjukkan bukan dalam bentuk kekerasan atau sikap kasar, tetapi dalam penegakan prinsip-prinsip hukum yang jelas dan konsisten.

Suatu ketika di masa Rasulullah ﷺ tepatnya pada peristiwa Fathu Makkah (penaklukan Kota Makkah), menghadapi kasus pencurian oleh seorang wanita dari suku Makhzum, suku yang berpengaruh di Mekah.

Sebagian besar kaum Quraisy mencoba membela wanita tersebut agar hukuman tidak dijatuhkan kepadanya. Namun, Nabi Muhammad ﷺ dengan tegas menolak intervensi ini dan menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan, tanpa memandang status sosial pelaku.

Baca Juga: Sejarah, Makna, dan Relevansi Sumpah Pemuda Bagi Bangsa

Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ketegasan ini menegaskan prinsip kesetaraan di hadapan hukum dalam Islam dan bahwa tidak ada satu pun individu yang kebal terhadap hukum Allah, termasuk orang-orang yang memiliki kedudukan sosial tinggi.

Selain kasus tersebut, Rasulullah juga tegas dalam menegakkan aturan-aturan terkait keadilan, perdamaian, dan tata kelola sosial yang baik. Ketika memimpin umat di Madinah, Nabi Muhammad ﷺ menerapkan Piagam Madinah yang mengatur hubungan antarumat beragama dan menyusun aturan-aturan yang bertujuan untuk menjaga kedamaian dan keamanan di kota Madinah.

Dalam pelaksanaannya, Nabi ﷺ tidak ragu untuk memberikan sanksi kepada siapapun yang melanggar kesepakatan ini, termasuk orang-orang dari kalangan Yahudi yang melakukan pengkhianatan. Dari sini kita bisa melihat bahwa Nabi ﷺ tidak membiarkan adanya pengecualian dalam penerapan hukum, bahkan terhadap anggota keluarganya sendiri.

Baca Juga: Setelah Sinwar Syahid, Perlawan Melemah?

Menyeimbangkan antara Ketegasan dan Kelembutan

Keseimbangan antara kelembutan dan ketegasan dalam penegakan hukum adalah salah satu keistimewaan Nabi Muhammad ﷺ sebagai pemimpin. Beliau tidak hanya melihat hukum sebagai alat untuk membuat jera, tetapi juga sebagai sarana untuk mendidik, memperbaiki, dan membawa manusia lebih dekat kepada Allah ﷻ.

Kelembutan dan ketegasan diperlukan untuk menjaga tatanan sosial dan keadilan, sedangkan kelembutan diperlukan untuk memberikan ruang taubat dan perbaikan diri.

Ketegasan tidak boleh disertai dengan kebencian, sebagaimana Allah ﷻ berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 8: “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” Ini menegaskan bahwa ketegasan dalam menegakkan keadilan adalah bagian integral dari nilai-nilai Islam.”

Baca Juga: Lima Karakter Orang Jahil

Penerapannya di Zaman Modern

Keseimbangan antara kelembutan dan ketegasan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ﷺ masih sangat relevan dalam konteks penegakan hukum modern, terutama di negara mayoritas Muslim ketika hendak menerapkan sebuah hukum.

Di satu sisi, hukum harus ditegakkan dengan tegas untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Di sisi lain, pendekatan yang humanis dan penuh empati juga penting untuk memastikan bahwa hukum tidak diterapkan dengan cara yang kejam atau tanpa mempertimbangkan kondisi sosial dan aspek psikologi pelaku.

Penegakan hukum dalam Islam juga mengajarkan bahwa kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri tetap selalu ada. Sebagai contoh, dalam sistem hudud, meskipun hukuman ditetapkan dengan jelas, Nabi Muhammad ﷺ sering kali mendorong individu yang melakukan pelanggaran untuk bertobat sebelum hukuman dijatuhkan, selama kesalahan tersebut tidak menimbulkan kerusakan besar bagi masyarakat.

Baca Juga: Bulan Solidaritas Palestina (BSP) November 2024

Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan kepada umat Islam bahwa keadilan tidak boleh dikompromikan, tetapi juga harus diimbangi dengan kasih sayang dan kebijaksanaan. Meneladani sifat ini dalam kehidupan sehari-hari dan dalam sistem penegakan hukum akan membawa keseimbangan antara menjaga keadilan dan memberikan ruang bagi perbaikan individu, yang pada akhirnya menciptakan masyarakat yang lebih damai dan harmonis.

Meneladani sifat tegas dan lemah lembut Nabi Muhammad ﷺ dalam menegakkan hukum Islam memberikan pelajaran penting bagi umat Islam dan masyarakat modern. Ketegasan diperlukan untuk menjaga keadilan dan stabilitas sosial, tetapi kelembutan dan kasih sayang juga sangat penting dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan memberikan ruang bagi perbaikan diri.

Keseimbangan antara kedua sifat ini merupakan fondasi dari sistem hukum Islam yang adil dan penuh kebijaksanaan. Kelembutan dan ketegasan adalah dua sisi dari kepemimpinan yang efektif, terutama dalam konteks penegakan hukum. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Menjadi Hamba yang Dermawan, Bagaimana Caranya?

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Pendidikan dan IPTEK
Wawancara
Pendidikan dan IPTEK