Seoul, MINA – Sebuah kelompok lintas agama di Korea Selatan menyelenggarakan sebuah seminar untuk membantu orang menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam agar terjalin hubungan lebih baik dengan agama minoritas di negara tersebut.
Dikutip dari UCA News, Acara itu diselenggarakan oleh Korean Religious Peace Conference (KCRP) dengan menggelar seminar publik tentang dialog antara agama Korea dan Islam bertajuk “Islam: Mendekati Koeksistensi Damai dan Masa Depan” pada 5-6 Desember di Masjid Pusat di ibu kota Seoul, Korea Selatan.
Dalam pidato pembukaannya, Kim Dong-eok, presiden Asosiasi Muslim Korea, menekankan bahwa Islam adalah agama damai.
“Ada orang yang salah memahami makna Islam yang sebenarnya di masyarakat Korea. Saya berharap banyak orang yang memahami dan bekerja sama dengan Islam Korea melalui seminar ini,” kata Kim.
Baca Juga: ICC Perintahkan Tangkap Netanyahu, Yordania: Siap Laksanakan
KCRP didirikan pada tahun 1965 oleh para pemimpin dari enam kelompok agama; Protestan, Buddha, Konfusianisme, Won-Buddha, Cheondo-gyo, dan Katolik, dengan tujuan mempromosikan dialog dan keharmonisan di antara pemeluk berbagai agama.
Dalam seminar ini, Imam Lee Ju-hwa membahas persepsi publik tentang Islam sebagai agama yang represif akibat aktivitas ekstremis.
“Sejak serangan teroris 9/11 pada tahun 2001, Islam semakin dicitrakan sebagai salah satu kekerasan, kediktatoran, dan penindasan,” ujarnya.
“Ketika orang meninggalkan prasangka dan menerima perbedaan satu sama lain, koeksistensi berbagai bentuk masyarakat dan agama serta perdamaian sejati dapat terwujud,” tambahnya.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
Di Korea, miskonsepsi dilaporkan telah mempengaruhi persepsi publik terhadap Muslim.
Sebelumnya pada bulan Mei, media Korea berusaha menjelek-jelekkan Muslim atas kebuntuan lingkungan antara imigran Muslim dan non-Muslim Korea atas pembangunan masjid di kota selatan Daegu.
Insiden itu terjadi empat tahun setelah sekitar 550 pencari suaka Yaman mendarat di Pulau Jeju melalui sistem masuk bebas visa 30 hari. Kedatangan pengungsi Muslim disambut dengan liputan media xenofobia di Korea Selatan.
Beberapa media juga menyebarkan Islamofobia dengan melaporkan narasi “teroris yang menyamar sebagai pencari suaka” di seluruh negeri.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Muslim di Korea Selatan diperkirakan berjumlah sekitar 200.000, atau 0,4 persen dari 51,7 juta penduduk, menurut Federasi Muslim Korea. (T/R6/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina