Tel Aviv, MINA – Ekstremis sayap kanan marah dengan laporan bahwa gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pembebasan tawanan hampir disetujui, sementara Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan tekanan pada Tel Aviv untuk menerima kesepakatan tersebut, yang semakin memicu kemarahan mereka.
Berbagai laporan pada Senin (13/1) mengatakan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Gaza sudah dekat, dengan para negosiator bertemu di Doha pada hari Selasa untuk menyelesaikan persyaratan setelah “terobosan” dalam pembicaraan, menurut beberapa pejabat AS, The New Arab melaporkannya.
Berita tersebut telah menyebabkan kemarahan di kalangan sayap kanan Israel dengan menteri keuangan ekstremis Bezalel Smotrich menyatakan partai Zionisme Religiusnya tidak akan menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata, menyebutnya sebagai “bencana bagi keamanan nasional Israel”.
Menurut media Israel, ia menyebutnya “kesepakatan penyerahan yang akan mencakup pembebasan teroris, menghentikan perang serta membubarkan pencapaian yang telah menghasilkan banyak darah dan menelantarkan banyak sandera”.
Baca Juga: Penjajah Israel Sita Tanah Palestina di Dekat Betlehem
Ia menambahkan bahwa daripada menyetujui gencatan senjata, sudah saatnya untuk “menduduki dan membersihkan seluruh Jalur Gaza…dan membuka gerbang neraka di Gaza hingga Hamas menyerah sepenuhnya”.
Gaza adalah wilayah yang paling terdampak, mencapai 39% dari total korban yang dilaporkan, diikuti oleh Ukraina dan Lebanon. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 23.600 orang tewas di Gaza pada tahun 2024, yang mengindikasikan bahwa laporan media kemungkinan besar mengecilkan jumlah korban sebenarnya.
Pada Desember tahun lalu, pemantau perang yang berbasis di Inggris menyebut serangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza sejak Oktober tahun lalu sebagai “konflik paling merusak dan fatal” dalam sejarah terkini.
Menurut laporan Airwars, dengan hampir setiap metrik, kerugian bagi warga sipil sejak bulan pertama kampanye Israel di Gaza tidak ada bandingannya dengan kampanye udara abad ke-21 mana pun.
Baca Juga: Hamas Serukan Umat Islam Intensifkan Kehadiran di Masjid Aqsa
Perang yang dilancarkan Israel di Gaza sejauh ini merupakan konflik paling intens, merusak, dan fatal bagi warga sipil yang pernah didokumentasikan oleh Airwars.
Menurut perusahaan nirlaba yang berkantor pusat di London, Inggris, itu setidaknya 5.139 warga sipil tewas di Gaza dalam 25 hari pada bulan Oktober 2023, yang berarti hampir empat kali lebih banyak warga sipil dilaporkan tewas dalam satu bulan dibandingkan dalam konflik mana pun yang telah didokumentasikan oleh perusahaan tersebut sejak didirikan pada tahun 2014.
Pada bulan Oktober 2023 saja, Airwars melaporkan setidaknya 65 kejadian di mana setidaknya 20 warga sipil tewas, yang secara signifikan melipatgandakan jumlah kematian yang didokumentasikan oleh Airwars dalam periode waktu yang sama.
Lembaga nirlaba tersebut menyoroti bagaimana keluarga-keluarga Palestina terbunuh dalam jumlah yang sangat banyak, termasuk di rumah mereka sendiri.
Baca Juga: Menteri Ekstrimis Israel Berencana Gagalkan Gencatan Senjata di Gaza
“Lebih dari sembilan dari sepuluh wanita dan anak-anak terbunuh di bangunan tempat tinggal. Dalam lebih dari 95 persen dari semua kasus di mana seorang wanita terbunuh, setidaknya satu anak juga terbunuh,” kata laporan tersebut.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pembicaraan Genjatan Senjata Berlanjut, Perbatasan Rafah Akan Kembali Dibuka