Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Kemarau panjang membuat warga Desa Baturapa, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, mulai terancam kehabisan air bersih. Satu-satunya sumber air yang masih ada saat ini berupa sumur yang terletak di bawah pegunungan yang berada di ujung Desa Baturapa.
Untuk mencapai sumber air tersebut warga harus berjalan kaki sepanjang 2 kilometer. Sumur inilah yang menjadi tumpuan terakhir bagi seluruh warga di desa setempat untuk mendapatkan air bersih, guna memasak, mandi dan mencuci pakaian.
Di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, kemarau selama empat bulan terakhir ini membuat warga di sana kekurangan air bersih. Puluhan warga Dukuh Grabagan, Desa Katelan, Sragen, terpaksa membuat belik (sumur kecil) di tengah sungai. Meski air tersebut kurang layak dikonsumsi, warga tetap memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan MCK, sebab tidak ada lagi sumber air lain.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Sakinah, warga Dukuh Grabagan misalnya mengaku terpaksa memanfaatkan air ini karena hanya itulah yang ada. Dia dan tetangga di dukuhnya, Mulyono berharap pemerintah memberi bantuan
sumur pantek atau droping air bersih secukupnya.
Puluhan situ yang tersebar di belasan kecamatan, di Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengering akibat kemarau panjang sejak tiga bulan terakhir ini, sehingga sebagian warga memanfaatkan lahan ini untuk tempat penggembalaan hewan ternak, warga lainnya memfungsikan situ kering itu sebagai areal tanaman palawija.
Situ yang mengering tersebar di belasan desa, seperti Situ Sindangsari di Kecamatan Cikaum, Situ Citapen di Desa Prapatan, Situ Dawuan di Desa Manyeti, Situ Saradan di Desa Sukamulya, Situ Ki Rasiman di Desa Munjul, dan Situ Cijambe, di Desa Balingbing, Kecamatan Pagaden Barat.
Junaedi, penggembala ternak asal Kampung Nagrogjaya Desa Sukamulya mengaku sempat kaget melihat situ di daerahnya mengering selama tiga tahun berturut-turut pasca dinormalisasi akhir 2012 silam. Setahu dia, situ biasa mengering satu kali dalam kurun waktu delapan tahun. “Itu juga tak sampai kering total, sebab biasanya air masih tersisa. Sekarang kekeringannya parah.”
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Sebelum mengering, situ yang pernah jebol awal tahun 2012 tersebut mengairi ratusan hektare sawah di beberapa desa di antaranya Sukamulya dan Kamarung, Kecamatan Pagaden, Desa Jati, dan Simpar, di Kecamatan Cipunagara. “Selain untuk memasok air ke sawah-sawah, situ ini juga sering digunakan warga untuk beternak ikan jaring apung.”
Di Kecamatan Cikaum dan Purwadadi, sejumlah situ yang mengering dimanfaatkan warga setempat untuk lahan bercocok tanam palawija, seperti kacang panjang, mentimun, dan sebagainya. “Meski air situnya surut, kami masih bisa bertanam palawija. Sebab jenis tanaman ini tak butuh air banyak,” kata Ade, petani palawija.
Di Jombang, Jawa Timur, musim kemarau yang tak kunjung berakhir membuat waduk-waduk yang ada di sana tak bisa berfungsi untuk mengairi sawah petani, karena kekeringan yang sangat parah sehingga tidak ada air setetes pun.
Seperti Waduk Grojokan seluas 17 hektare di Kecamatan Plandaan, sudah tiga bulan lebih kehabisan stok air, padahal waduk ini sangat diandalkan petani untuk mengairi 781 hektare sawah. Akibatnya, ratusan hektare sawah petani kini terpaksa ditelantarkan karena tidak ada air untuk dipakai bercocok tanam lagi.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Menurut Arif Gunawan, Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Jombang, kondisi Waduk Grojokan yang rutin dirawat pemerintah dengan dana APBD ratusan juta rupiah tiap tahunnya itu, kini mangkrak karena sudah tidak memiliki cadangan air. “Juga 19 waduk lainnya yang ada di Jombang, kini kondisinya mati total.”
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim kemarau ini akan panjang. Kekeringan bahkan bisa berlangsung hingga bulan Oktober. Menurut Kepala Bidang Informasi Iklim BMKG Evi Lutfianti, kemarau masih akan berlanjut hingga September. Bahkan, beberapa wilayah di Indonesia bakal menghadapi musim kemarau sampai Oktober.
‘’Secara otomatis, dampak kekeringan untuk beberapa wilayah jadi semakin lama,’’ katanya sambil menambahkan, yang pasti wilayah yang dilanda kekeringan parah adalah sebagian besar bagian timur Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Dia juga menyebutkan, banyak titik yang lebih kering karena dibarengi pengaruh El Nino. Karena itu, BMKG telah menginformasikan prediksi tesebut, agar daerah terkait dapat mengantisipasi dampak buruknya. Daerah yang terdampak selain NTB dan NTT adalah Sumatra Selatan, Jawa, dan Kalimantan.
Evi berpendapat, mengupayakan hujan buatan untuk saat sekarang sangat kecil kemungkinannya berhasil, karena di wilayah-wilayah yang kering awannya sudah kian berkurang. Di NTT misalnya, ruang awannya sangat kering dan agak kurang.
Sebanyak 18 dari 21 kabupaten/kota di NTT dilaporkan mengalami kekeringan. Hanya Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur, dan Manggarai Barat yang belum melapor. Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) NTT Tini Tadeus mengatakan, kekeringan ini tidak hanya berdampak terhadap hasil panen 2014/2015, tetapi juga memgakibatkan krisis air bersih.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT Andre Korah, tanpa ada perubahan iklim yang berdampak pada kekeringan pun setiap tahun daerah itu sudah mengalami kekurangan air. ‘’Musim kemarau lebih memperparah keadaan.”
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Dia mengungkapkan, NTT mengalami defisit air 1,5 miliar meter kubik. Masalah ini hanya bisa diatasi dengan cara membangun banyak waduk atau bendungan untuk menampung air hujan yang rata-rata menghasilkan 30 miliar meter kubik air per tahun.
Defisit air menyebabkan penduduk NTT yang berjumlah lebih dari 5 juta jiwa ini selalu saja mengalami kesulitan air bersih. Menurut Andre, standar kebutuhan pokok air setiap penduduk rata-rata 100 liter per hari, tetapi warga di NTT hanya mendapatkan kurang dari 30 liter air per hari per orang.
Sementara itu Pemprov Jawa Barat menetapkan siaga bencana kekeringan hingga 1 Desember 2015, kata Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.
Saat ini ada sekitar 60 hektare sawah di Jabar yang terancam kekeringan akibat musim kemarau. Salah satu daerah yang harus diwaspadai saat musim kemarau, katanya, adalah Kabupaten Bandung, tempat banyak mata air serta hulu Sungai Citarum.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Kalau di sana kekeringan, berarti kekeringan di tempat lain sudah parah. Ia mengaku sudah berbicara dengan Gubernur Ahmad Heryawan terkait pemipaan air ke rumah warga, terutama dari sumber mata air yang dikuasai warga atau swasta.
Kekeringan parah juga melanda lima desa di Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Namun, belum ada bantuan pasokan air bersih dari pemerintah daerah. ‘’Masyarakat benar-benar sudah sangat menderita karena kesulitan air bersih,’’ kata Camat Teluk Sampit Syamsurijal.
Musim kemarau disertai angin kencang di Kota Gorontalo dan sekitarnya sejak sebulan terakhir juga mulai dirasakan warga, khususnya di pegunungan. Seorang warga, Buna Umar mengatakan, tanaman yang biasanya menjadi penopang ekonomi kini banyak yang mati. “Cabai, tomat, bawang, dan sayuran sangat kekurangan air sehingga tidak bisa lagi kami andalkan,.”
Menurut Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar, kebijakan tata kelola air dan alam merupakan solusi jangka panjang yang harus dipikirkan sejak sekarang agar dampak kekeringan bisa dikurangi.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Dia menyarankan agar memaksimalkan penerapan irigasi dan penggunaan pompa air. Di Kabupaten Bekasi saja, katanya, warga mengeluh karena sumur dan lahan pertaniannya kering. Industri di sana diduga menyedot air tanah untuk bahan baku produksi. Kondisi tersebut menyebabkan air tanah warga tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pertanian.”
Dampak El Nino
Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengungkapkan, musim kemarau tahun ini akan lebih panjang dibandingkan tahun lalu imbas dari munculnya El Nino. Hasil pantauan BMKG, El Nino akan menimpa Indonesia dan akan terus menguat dan mencapai puncaknya pada Oktober 2015.
“Kondisi ini dikarenakan tahun ini terjadi El Nino yang telah mencapai level moderat dan diprediksi akan menguat mulai Agustus sampai dengan Desember 2015,” kata Andi.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
El Nino merupakan fenomena alam terkait naiknya suhu permukaan laut melebihi nilai rata-rata di Samudera Pasifik sekitar Ekuator yaitu daerah sekitar Chili, Peru dan Amerika Latin. Peristiwa ini berdampak pada kekeringan panjang di beberapa daerah di Indonesia terutama bagian timur dan daerah-daerah yang terletak di lintang selatan seperti Sumsel, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulsel dan Papua bagian selatan.
Menurut Andi, El Nino berbeda dengan gelombang panas. El Nino berdampak pada kekeringan yang memperpanjang waktu musim kemarau. Prakiraan lama waktu dampak bagi Indonesia berkisar empat sampai lima bulan, dikarenakan dampak tersebut dinetralisir oleh musim hujan.
Sedangkan, gelombang panas terkait dengan fenomena cuaca yang diindikasikan oleh kenaikan suhu lokal secara signifikan dalam waktu singkat (3 sampai 7 hari). Gelombang panas tidak melewati dan masuk ke wilayah Indonesia yang beriklim tropis. Gelombang panas biasanya terjadi di wilayah beriklim subtropis di atas lintang 10 derajat baik di utara dan selatan.
Munculnya El Nino ini, biasanya diikuti dengan mendinginnya suhu mula laut di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera bagian barat, Jawa bagian selatan, Sulawesi dan Maluku bagian utara. Selain berdampak pada proses pembentukan awan yang cukup sulit karena proses penguapan rendah, juga sering dirasakan hembusan anginnya terasa lebih dingin.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Namun di balik itu semua, kloropil di wilayah tersebut akan kondusif dan menjadikan potensi panen ikan juga lebih tinggi. “Tidak semua negatif, sebaliknya El Nino membawa dampak positif bagi sektor kelautan karena suhu muka laut di wilayah indonesia dingin sehingga dapat menambah populasi ikan yang nantinya dapat meningkatkan tangkapan ikan,” katanya.
Juga, kondisi kering yang lebih panjang, menurut dia meningkatkan potensi hasil garam yang lebih banyak pula.
Pemerintah menurut Wapres Jusuf Kalla, telah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi kekeringan seperti membuat ratusan embung, mengupayakan akses air pada petani dan masyarakat, memberikan pompa-pompa air pada petani, dan juga memperkuat cadangan beras dan bahan pangan.
Di level propinsi, kekeringan terutama di kawasan perbatasan yang jauh dari pusat pemerintahan, diharapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo diatasi para petani dan masyarakat dengan cara kreatif. Dia mencontohkan ada kelompok petani di tepi aliran sungai Bengawan Solo yang mengkreasi mesin bus menjadi mesin pompa air, hasilnya sangat memuaskan.
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
El Nino adalah fenemona alam, tetapi manusia yang memiliki ilmu dan akal tentunya akan terus berusaha meminimalisir dampaknya – kekeringan – dengan berbagai cara, paling tidak hingga musim kemarau diprediksi berakhir Desember mendatang. (R01/ P2)