Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj News Agency (MINA)
Di saat permasalahan global di berbagai belahan dunia masih penuh krisis dan belum terselesaikan, perhatian dunia kembali tertuju kepada Palestina, tepatnya di Jalur Gaza.
Pada hari Jumat, tertanggal 30 Maret, lebih 30.000 warga Palestina di Jalur Gaza berkumpul di sepanjang 45 kilometer dekat pagar perbatasan dengan Israel. Mereka berdiri menatap wilayah leluhur dan Tanah Air mereka yang dirampok oleh panjajah Israel.
Aksi yang diserukan oleh Hamas dan seluruh faksi perlawanan di Jalur Gaza adalah aksi damai dalam rangka memperingati Hari Tanah, hari ketika enam warga Palestina tanpa senjata dibunuh oleh tentara pendudukan. Mereka terlibat dalam protes massal menentang keputusan pemerintah Israel untuk mengambil alih lahan luas milik rakyat Palestina pada 30 Maret 1976.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Aksi yang dinamai “Great March of Return” atau “Great Return March” juga menjelang peringatan Nakba yang berarti “bencana”, hari ketika ribuan warga Palestina diusir paksa dari tanahnya oleh penjajah Israel pada 1948, yang juga bertepatan dengan terbentuknya entitas Israel.
Sebanyak 70 persen dari dua juta lebih warga di Jalur Gaza adalah warga Palestina yang mengungsi karena mereka diusir dari tanahnya oleh penjajah Yahudi.
Aksi massa yang digerakkan oleh Hamas, yang oleh Israel dicap “teroris” itu, membuat Pemerintahan Yahudi bereaksi khawatir. Pasukan dikerahkan di sepanjang perbatasan. Lebih 100 penembak jitu diturunkan, pasukan tambahan pun diterjunkan, termasuk tank-tank dengan maksud mencegah massa Palestina menyentuh pagar perbatasan.
Hingga akhirnya, bentrokan pecah di perbatasan. Pasukan Israel pada Jumat siang, menembaki ribuan demonstran tak bersenjata di seberang pagar perbatasan dengan peluru tajam, peluru baja lapis karet, dan gas air mata. Bahkan Israel mencoba serangan baru dengan menggunakan pesawat tanpa awak atau drone. Pesawat nirawak itu terbang 10 hingga 20 meter di atas kepala demonstran dan menembakkan gas air mata.
Baca Juga: Pengadilan Tinggi Israel Perintahkan Netanyahu Tanggapi Petisi Pengunduran Dirinya
Tentara Israel berdalih bahwa mereka menembak demonstran yang menyerang dengan bom molotov dan mendekati pagar perbatasan.
Hingga Jumat malam, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengumumkan bahwa 17 orang gugur sebagai syuhadah. Satu korban tewas saat berladang di pagi hari oleh tembakan tank, sedangkan 16 tewas saat aksi setelah shalat Jumat.
Sebanyak lebih 1.400 warga Palestina menderita luka-luka. Lebih dari 700 korban luka oleh peluru tajam, sisanya luka oleh peluru karet dan gas air mata.
Kekejaman yang terjadi di perbatasan terhadap ribuan warga sipil Palestina sontak dunia mengutuk, mengecam dan marah kepada Israel. Di hari ketika kaum Yahudi merayakan Paskah, di saat yang sama, tentaranya membantai rakyat Palestina, rakyat yang hanya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa tanah mereka ada di bawah kaki-kaki orang Yahudi.
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”
Kejahatan militer Israel yang dengan mudahnya membunuh dan melukai warga yang berdemonstrasi damai, membuat dunia menujukan perhatiannya kepada rakyat Palestina dan kemarahannya terhadap kebrutalan militer Israel.
Sehari kemudian, Dewan Keamanan PBB segera bersidang darurat menyorot peristiwa di perbatasan Gaza-Israel.
Ketika draf untuk mengutuk kekejaman Israel diajukan dan hampir disepakati, untuk kesekian kalinya, Amerika Serikat menggunakan hak vetonya memblokir draf tersebut, sehingga tidak ada kecaman resmi yang keluar dari lembaga yang katanya “polisi dunia” itu.
Meski Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan dilakukannya penyelidikan independen terhadap pembunuhan tersebut, tapi lagi-lagi Dewan Keamanan PBB menunjukkan kementahannya.
Baca Juga: Sejumlah Jenazah di Makam Sementara Dekat RS Indonesia Hilang
Sikap Amerika Serikat yang sangat disayangkan oleh berbagai pemimpin dunia, menunjukkan siapa sebenarnya pemerintahan Washington adanya. Maka benarlah jika bangsa Palestina mengeliminasi Amerika Serikat dari status mediator konflik Palestina-Israel.
Tidak perlu terpaku pada wewenang PBB yang tidak bisa diharapkan dalam konflik Palestina-Israel, karena di sisi lain, kekuatan umat Islam di seluruh dunia kembali bergeliat.
Organsasi Kerja Sama Islam (OKI) mengutuk keras penguasa Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas jatuhnya lebih seribu korban.
Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) yang bermarkas di Qatar, menyerukan umat Islam di berbagai negara untuk melakukan protes, menentang kekerasan militer Israel terhadap warga sipil.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Berbagai organisasi keislaman di berbagai negara telah menyerukan aksi demonstrasi membela Palestina, membela kaum yang ingin kembali ke tanah miliknya. Tidak terkecuali di Indonesia, aksi protes akan dilakukan di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Senin, 2 April.
Sementara di Malaysia, Majlis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM) menyeru lembaga-lembaga Islam dan kemanusiaan berkumpul pada Rabu, 4 April. Bahkan mereka menyeru organisasi dari Indonesia juga hadir untuk menyuarakan pembelaan kepada Palestina.
Tidak heran jika kemarahan dunia kembali disulut oleh Israel, sebab adalah hal yang sangat keterlaluan, di saat penjajahan sudah diharamkan di masa kini, dengan terang-terangan dan vulgar otoritas Yahudi menjajah sejak 1948 dan masih berlangsung hingga kini.
Sebagai langkah untuk melegalkan penjajahannya terhadap bangsa Palestina, pemerintah Israel menciptakan berbagai undang-undang yang bertujuan mengusir warga Palestina dan merampas tanahnya.
Baca Juga: Roket Hezbollah Hujani Tel Aviv, Warga Penjajah Panik Berlarian
Ketika rakyat Palestina yang terusir dan terzalimi datang meminta tanah miliknya, mereka justru diberondong di siang hari di saat semua kamera menyorot.
Atas nama kemanusiaan dan kemerdekaan, maka sepatutnya umat manusia membela rakyat Palestina, terlebih jika diatasnamakan satu iman dan satu akidah. (A/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal