Bogor, 15 Sya’ban 1438/12 Mei 2017 (MINA) – Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) akan mengembangkan data peningkatan kualitas mutu pendidikan.
“Sistem ini merupakan perluasan dari proses pendataan yang selama ini fokus pada perluasan akses pendidikan,” kata Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam M. Ishom Yusqi pada Evaluasi Pendataan Pendidikan Ditjen Pendis di Bogor, Kamis (11/5).
Menurutnya, dalam laman Kemenag yang dikutip MINA, selama ini data pendidikan masih statis dan baru bergerak pada angka-angka. Untuk perluasan akses, data kita baru mengukur Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) peserta didik.
“Ini bisa dimaklumi karena realitas pendidikan kita memang masih berkutat pada perluasan akses. Misalnya di madrasah, kita masih berkutat pada jumlah madrasah negeri harus ditambah, pembangunan madrasah ditambah. Demikian juga di perguruan tinggi, masih bergerak di akses, seperti transformasi kelembagaan, dan pembukaan fakultas-fakultas umum, dan prodi-prodi baru,” terangnya.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Sementara untuk mutu, baru mengukur jumlah peserta UN, angka kelulusannya, jumlah lembaga terakreditasi, dan jumlah kualifikasi tenaga pendidik. “Karenanya, kita ingin ke depan data ini dinamis dan bergerak pada peningkatan mutu,” sambungnya.
Guru Besar IAIN Ternate ini meminta agar dibuat instrumen pendataan yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan, daya saing, dan relevansi. Misalnya di perguruan tinggi, untuk mengarah pada peningkatan mutu, sistem pendataan tidak hanya diarahkan pada akreditasi dan kualifikasi semata, tetapi juga memberikan rangking pada perguruan tinggi. Hal ini antara lain bisa diukur dari karya ilmiah para dosen, publikasi ilmiah, penguasaan IT, termasuk juga kemampuan bahasa.
“Saya sering ke kampus, saya tanya pada para rektor, ada berapa dosen berpangkat Lektor Kepala yang melakukan publikasi ilmiah dalam satu tahun? Berapa dosen dalam satu tahun yang telah menulis buku atau melakukan penelitian? Berapa dosen yang memiliki kemampuan bahasa, skor TOAFL dan TOEFL nya? Berapa yang sedang S2 dan S3? Apakah S2 dan S3 sudah sesuai dengan mata kuliah yang diajarnya? mereka jawab semua tidak ada datanya,” terangnya.
Pun demikian dengan madrasah, data yang ada baru mengungkap jenis kelamin dan kualifikasi pendidikannya. “Ada banyak hal yang bisa dikembangkan untuk membuat data lebih dinamis dan mengarah pada mutu pendidikan,” tegasnya.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Sebagai langkah awal, Ishom meminta agar pendataan pendidikan dilakukan satu pintu saja. Kalau selama ini banyak sistem informasi yang dikembangkan, maka ke depan harus diintegrasikan.
“Secara internal data pendidikan harus satu pintu. Tidak boleh ada PDPT, SIMPATIKA, atau yang lainnya agar kita mendapatkan data yang jelas, terukur, simpel, dan mudah diakses. Semua data di internal Ditjen Pendis harus diintegrasikan dalam satu pendataan,” ujarnya.
Secara eksternal, tambah Ishom, data pendidikan kita juga harus linear dengan data di Kemendikbud dan Kemenristekdikti.
Untuk menunjang itu, Ishom meminta agar tata kelola dan akuntabilitas lembaga maupun SDM pendidikan juga dimasukkan dalam instrumen sistem pendataan. “Idealnya tata kelola pendidikan bisa masuk, misalnya indeks integritas, indeks anti korupsi. Kalau bisa masuk akan sangat bagus untuk memotret kualitas pendidikan,” tambahnya. (T/R09/R01)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)