Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemenag Beri Penjelasan Soal “Al-Quran Palsu”

habibi - Ahad, 23 Oktober 2016 - 15:38 WIB

Ahad, 23 Oktober 2016 - 15:38 WIB

312 Views ㅤ

Jakarta, 24 Muharram 1438/23 Oktober 2016 (MINA) – Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kementerian Agama (Kemenag) Muchlis M Hanafi, menjelaskan bahwa pada beberapa edisi terbitan Terjemahan Al-Quran yang beredar saat ini, kata awliyâ pada QS Al Maidah: 51 diterjemahkan sebagai ‘teman setia’ merujuk pada edisi revisi 2002 Terjemahan Al Quran Kementerian Agama yang telah mendapat tanda tashih dari LPMQ.

Hal itu ditegaskan Muchlis menanggapi kehebohan di masyarakat tentang terjemahan kata ‘awliya’ pada QS Al-Maidah: 51 yang disebutkan telah berganti dari ‘pemimpin’ menjadi ‘teman setia’, yang menyebutnya sebagai ‘Al-Quran palsu’.

“Tidak benar kabar yang menyatakan bahwa telah terjadi pengeditan terjemahan Al-Quran belakangan ini. Tuduhan bahwa pengeditan dilakukan atas instruksi Kementerian Agama juga tidak berdasar,” ujar Muchlis dari keterangan tertulis yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jakarta, Ahad (23/10).

Menurut Muchlis, kata awliyâ di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 42 kali dan diterjemahkan beragam sesuai konteksnya. Merujuk pada Terjemahan Al-Quran Kementerian Agama edisi revisi 1998 – 2002, pada QS. Ali Imran/3: 28, QS. Al-Nisa/4: 139 dan 144 serta QS. Al-Maidah/5: 57, misalnya, kata awliyâ diterjemahkan dengan ‘pemimpin’.

Baca Juga: Transaksi Judi Online di Indonesia Mencapai Rp900 Triliun! Pemerintah Siap Perangi dengan Semua Kekuatan

Sedangkan pada QS. Al-Maidah/5: 51 dan QS. Al-Mumtahanah/60: 1 diartikan dengan ‘teman setia’.
“Pada QS. Al-Taubah/9: 23 dimaknai dengan ‘pelindung’, dan pada QS. Al-Nisa/4: 89 diterjemahkan dengan ‘teman-teman’,” tambahnya.

Terjemahan Al-Quran Kemenag, lanjut Muchlis, pertama kali terbit pada tahun 1965. Pada perkembangannya, terjemahan ini telah mengalami dua kali proses perbaikan dan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1989-1990 dan 1998-2002. Proses perbaikan dan penyempurnaan itu dilakukan oleh para ulama dan ahli di bidangnya, sementara Kementerian Agama bertindak sebagai fasilitator.

“Penyempurnaan dan perbaikan tersebut meliputi aspek bahasa, konsistensi pilihan kata atau kalimat untuk lafal atau ayat tertentu, substansi yang berkenaan dengan makna dan kandungan ayat, dan aspek transliterasi,” terangnya.

Pada terjemahan Kementerian Agama edisi perdana (tahun 1965), kata awliyâ pada QS. Ali Imran/3: 28 dan QS. Al-Nisa/4: 144 tidak diterjemahkan. Terjemahan QS. Al-Nisa/4: 144, misalnya, berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin”.

Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar

“Pada kata wali diberi catatan kaki: wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pelindung atau penolong. Catatan kaki untuk kata wali pada QS. Ali Imran/3: 28 berbunyi: wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong,” jelas Muchlis.

Terkait penyebutan ‘Al-Quran palsu’ pada informasi yang beredar di media sosial, Doktor Tafsir Al-Quran lulusan Universitas Al Azhar Mesir ini mengatakan, terjemahan Al-Quran bukanlah Al- Quran. Terjemahan adalah hasil pemahaman seorang penerjemah terhadap Al-Quran.

Oleh karenanya, sebagian ulama berkeberatan dengan istilah “terjemahan Al-Quran”. Mereka lebih senang menyebutnya dengan “terjemahan makna Al-Quran”.
“Tentu tidak seluruh makna Al-Quran terangkut dalam karya terjemahan, sebab Al-Quran dikenal kaya kosa kata dan makna. Seringkali, ungkapan katanya singkat tapi maknanya padat. Oleh sebab itu, wajar terjadi perbedaan antara sebuah karya terjemahan dengan terjemahan lainnya,” paparnya.

Terkait kata atau kalimat dalam Al-Quran yang menyedot perhatian masyarakat dan berpotensi menimbulkan perdebatan, Kemenag menyerahkan kepada para ulama Al-Quran untuk kembali membahas dan mendiskusikannya.

Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah

Saat ini, sebuah tim yang terdiri dari para ulama Al-Quran dan ilmu-ilmu keislaman serta pakar bahasa Indonesia dari Badan Bahasa Kemendikbud, sedang bekerja menelaah terjemahan Al-Quran dari berbagai aspeknya.
Mereka itu, antara lain: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. Huzaimah T Yanggo, Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Dr. KH. A. Malik Madani, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, Dr. Muchlis M Hanafi, Prof. Dr. Rosehan Anwar, Dr. Abdul Ghofur Maemun, Dr. Amir Faesal Fath, Dr. Abbas Mansur Tamam, Dr. Umi Husnul Khotimah, Dr. Abdul Ghaffar Ruskhan, Dr. Dora Amalia, Dr. Sriyanto, dan lainnya.

“Teks Al-Quran, seperti kata Sayyiduna Ali, hammâlun dzû wujûh, mengandung aneka ragam penafsiran. Oleh karena itu, Kementerian Agama berharap umat Islam menghormati keragaman pemahaman keagamaan,” urainya.

Menurut Muchlis, terbitan terjemah Al-Quran dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk memahami isi kandungan ayat suci. Namun, ia mengingatkan, dalam memahami ayat-ayat Al- Quran, hendaknya tidak hanya mengandalkan terjemahan, tetapi juga melalui penjelasan ulama dalam kitab-kitab tafsir dan lainnya. (L/M09/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Dunia Islam