Mataram, 17 Sya’ban 1436/5 Juni 2015 (MINA) – Kepala Balitbang dan Diklat Kemengterian Agama, Abdul Rahman Mas’ud mengatakan, kerukunan umat beragama yang kita miliki adalah modal yang amat berharga bagi kelangsungan kehidupan kita sebagai bangsa.
“Kerukunan umat beragama yang kita miliki sekarang ini mungkin saja masih kita rasakan belum sempurna, namun dengan segala suka dukanya, kerukunan umat beragama di Indonesia dianggap sebagai yang terbaik dalam pengamatan masyarakat internasional,” kata Mas’ud mewakili Menteri Agama pada Workshop Kerukunan Umat Beragama bagi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat se-Provinsi Nusa Tenggara Barat di Mataram, Jumat (5/6).
Bahkan, Indonesia dinilai sebagai laboratorium kerukunan umat beragama, tegas Mas’ud, sebagaimana siaran pers Kemenag yang disiarkan Mi’raj Islamic News Agency (MINA),
Bicara tentang NTB, Mas’ud mengemukakan, berdasarkan hasil kajian BalitbangDiklat Kementerian Agama, Nusa Tenggara Barat mempunyai banyak potensi kerukunan yang berasal dari kearifan lokal (local wisdom).
Hal ini terlihat pada kokohnya tradisi gotong-royong, saling kunjung mengunjungi antar-tetangga meskipun berbeda keyakinan agama, musyawarah mufakat, pengaruh tokoh-tokoh agama dan adat, serta adanya konsep Patut Patuh Patju yang menjadi semboyan masyarakat setempat.
Ini, lanjut Mas’ud, mengandung makna penting bagi upaya mewujudkan kerukunan. Dengan konsep ini, masyarakat sadar untuk mematuhi berbagai kesepakatan nilai yang mengutuhkan masyarakat itu sendiri, sebagai kesatuan moral yang saling menguatkan.
Meski demikian, Mas’ud meminta masyarakat NTB untuk tetap menyadari adanya potensi konflik yang juga terkandung dalam masyarakat majemuk.
Selain itu juga karena adanya faktor-faktor pemicu semacam kesenjangan sosial, dan pengaruh budaya global yang intens, sehingga mengakibatkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat semakin kompleks.
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa
Kompleksitas masalah ini berdampak kepada melemahnya fungsi-fungsi pranata dan tatanan social yang pada gilirannya dapat memicu munculnya ketegangan dan konflik sosial yang merugikan upaya kerukunan.
Daerah ini pada dasarnya memiliki sejarah dan fakta budaya toleransi beragama yang tinggi. Hal ini terjadi khususnya antara Islam, Hindu dan Kristen.
Di Lombok dan Mataram misalnya, toleransi antara muslim dan umat Hindu terjadi pada tataran penghargaan atas kesucian makanan.
Jadi, ketika umat Hindu memiliki hajat, maka yang dihidangkan adalah makanan hasil olahan muslim, sehingga terjaga kesucian perspektif Islamnya. Hal sama dengan muslim, yang sering mengundang tetangga umat Hindu setiap warga muslim memiliki hajat.
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio
Kabalitbang dan Diklat Kemenag itu menambahkan, secara kultural hubungan antar-agama di NTB sangat kondusif bagi kerukunan. Sebab terdapat tradisi lokal, misalnya syukuran panen dan sedekah bumi, yang melibatkan umat Hindu dan Islam dalam satu perayaan adat.
Hal ini menandakan bahwa kerukunan beragama telah ditopang oleh adat itu sendiri, yang menghilangkan sekat-sekat keagamaan, untuk membaurkan masyarakat dalam kebajikan adat.
Mas’ud menutup pidatonya dengan mengatakan berbagai kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang selama ini telah dinilai berhasil, perlu terus didukung dan dibantu agar semakin baik.
Di sisi lain, sinergi antara Pemerintah dan segenap umat dan tokoh agama serta tokoh pemerintah, perlu semakin ditingkatkan. Maka, mudah-mudahan forum workshop ini dapat semakin meningkatkan semangat kerjasama dan sinergi tersebut. (T/P002/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)