Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemenag Luncurkan Program 1.000 Masjid Ramah Disabilitas dan Lansia

Rana Setiawan Editor : Arif R - 31 detik yang lalu

31 detik yang lalu

0 Views

Peluncuran acara bertajuk Kick Off Program Ngaji Fasholatan dan Masjid Inklusif di Jakarta, Selasa (24/6/2025).(Foto: Humas Kemenag)

Jakarta, MINA –  Kementerian Agama RI meluncurkan program “Ngaji Fasholatan” dan pembangunan 1.000 masjid ramah penyandang disabilitas dan lansia, sebagai bagian dari upaya menjadikan rumah ibadah sebagai ruang publik yang inklusif, nyaman, dan humanis bagi semua kalangan.

Inisiatif dalam momentum Tahun Baru Islam 1447 H tersebut diluncurkan dalam acara bertajuk Kick Off Program Ngaji Fasholatan dan Masjid Inklusif di Jakarta, Selasa (24/6).

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menekankan bahwa masjid tak seharusnya hanya menjadi tempat beribadah, tetapi juga pusat layanan sosial, pembinaan umat, dan perlindungan kelompok rentan.

“Bayangkan para lansia bisa bertemu kawan lamanya di masjid, berbincang, tersenyum, saling menguatkan. Itu bukan hanya ibadah, itu terapi jiwa. Masjid harus menjadi rumah yang memuliakan semua,” ungkap Abu dalam sambutannya.

Baca Juga: Muhammadiyah Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal

Menurutnya, program masjid inklusif tak hanya menyentuh aspek fisik seperti jalur landai atau toilet khusus, melainkan juga perubahan cara pandang masyarakat.

“Kesadaran kolektif harus dibangun bahwa setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas, memiliki hak untuk mengakses ruang ibadah secara bermartabat,” ujarnya.

Selain masjid inklusif, Abu juga menggarisbawahi pentingnya “Ngaji Fasholatan” sebagai fondasi pembinaan karakter umat Islam. Ia meyakini, kualitas kehidupan bermasyarakat dan berbangsa sangat bergantung pada kualitas salat umat.

“Kalau salatnya benar, akhlak, rezeki, bahkan rumah tangga ikut terpengaruh. Ngaji fasholatan bukan hanya soal gerakan salat, tapi penyucian diri dan penataan batin,” jelasnya.

Baca Juga: BPJPH Serukan Harmonisasi Standar Halal Global di Forum Internasional IIHF 2025

Abu juga menyuarakan gagasan pembentukan Bantuan Operasional Masjid (BOM), mirip dengan skema BOS untuk sekolah. “Jika satu siswa bisa mendapat satu juta rupiah per tahun, kenapa tidak kita ukur nilai kontribusi satu jamaah subuh yang ikhlas datang ke masjid?” ucapnya, mendorong keterlibatan negara dalam mendukung fungsi sosial-keagamaan masjid.

Kesenjangan Akses untuk Kelompok Rentan

Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan: dari 47 masjid yang disurvei, 46 tidak memenuhi standar aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lansia. “Ini tamparan keras bagi kita. Masjid belum sepenuhnya menjadi ruang keadilan akses,” tegasnya.

Menurut Arsad, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sekitar 8,5% atau 23 juta penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. “Kita harus ubah paradigma. Jangan biarkan ada pemahaman bahwa penyandang disabilitas cukup ibadah di rumah,” katanya.

Baca Juga: Tutup IIHF 2025, Indonesia Deklarasikan Jakarta Ibukota Halal Dunia

Sebagai landasan hukum, Kementerian Agama telah menerbitkan Keputusan Dirjen Bimas Islam No. 958 Tahun 2021, yang mengatur standar minimum sarana fisik inklusif dan pelatihan bagi pengelola masjid. Ia juga mengapresiasi masjid seperti Istiqlal dan el-Syifa yang telah menyediakan fasilitas akses vertikal dan toilet khusus.

Tak kalah penting, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an disebut telah mengembangkan Al-Qur’an ramah disabilitas untuk mendukung akses literasi spiritual yang setara. “Ini bukan sekadar soal arsitektur, tapi refleksi dari cara kita memanusiakan semua jamaah,” tuturnya.

Peran Masjid sebagai Pusat Komunitas dan Edukasi

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Masyhuri Malik, mendukung penuh program ini dan menyebut para pengelola masjid sebagai mujahid yang memperjuangkan nilai-nilai Islam rahmatan lil-‘alamin. “Jangan remehkan pekerjaan mengurus masjid. Ini perpanjangan tangan dari warisan ulama dan pendiri bangsa,” ucapnya.

Baca Juga: BPJPH Anugerahkan Penghargaan kepada Pendamping Halal Terbaik di Penutupan IIHF 2025

Ia menekankan bahwa masjid harus menjadi pusat interaksi sosial yang sehat, khususnya bagi lansia. “Kalau mereka aktif di masjid, saling cerita, saling peduli, insya Allah panjang umur,” katanya disambut antusias peserta.

KH Masyhuri juga mengingatkan pentingnya keberlanjutan program. “Kalau acara ini hanya selesai di seminar, belum layak disebut jihad. Harus ada tindak lanjut nyata,” ujarnya. Ia mendorong adanya sinergi antara pengelola masjid, komunitas, dan pemerintah.

Ia menutup dengan pesan: “Jika masjid menjadi tempat yang menyenangkan bagi semua, kita bukan hanya mencetak jamaah, tapi membangun bangsa.”

Program “Ngaji Fasholatan” dan 1.000 masjid inklusif itumenjadi langkah strategis Indonesia dalam mewujudkan masjid sebagai ruang ibadah yang inklusif, ramah, dan penuh kasih sayang. Di tengah tantangan modernitas dan urbanisasi, inisiatif ini menunjukkan bagaimana spiritualitas dan keadilan sosial bisa berjalan beriringan, dari ruang sujud menuju ruang hidup yang bermartabat bagi semua.[]

Baca Juga: Menggali Spirit Ilahiah Lewat Seni, Tradisi Muharam Jadi Sarana Penajaman Nurani dan Ekoteologi di Indonesia

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda