Kemenag Membuat Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara, Tidak Mengatur Adzan

Jakarta, MINA – Sosialisasi penggunaan di masjid, langgar dan mushala oleh Kementerian Agama menuai reaksi di masyarakat dan sosial media.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, surat edaran Dirjen Bimas Islam nomor B.3940/DJ.III/HK.00.07/2018 tanggal 24 Agustus 2018 tersebut aturan yang sudah ada pada tahun 1978.

“Itu aturan Ditjen Bimas Islam tahun 1978, tidak membuat kebijakan baru, namun menyosilisasikannya tahun 2018 ini,” tegas Menag Lukman disela rapat pembahasan RKA-K/L Kementerian Agama Tahun 2019 bersama Komisi VIII DPR RI di gedung Senayan, Jakarta, Selasa (4/9).

Dia menjelaskan, edaran Bimas Islam yang dibuat tahun 1978 tersebut sifatnya internal. Kementerian Agama tidak mengatur adzan, namun lebih pada tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan mushalla, mesikipun masih ada bagian-bagian dari edaran itu yang harus dievaluasi.

“Saya tegaskan lagi, kita tidak mengatur adzan, namun menyosialisasikan tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan mushalla,” ulang Menag Lukman.

Ia juga menjelaskan, penggunaan pengeras suara di rumah ibadah sifatnya situasional, karena mempunyai variasi yang beragam. “Intinya tenggangrasa antara pengurus rumah ibadah dan masyarakat sekitar, begitu sebaliknya,” tegas Menag Lukman.

Raker ini diikuti oleh seluruh pejabat eselon I dan sejumlah pejabat eselon II Kementerian Agama RI.

Aturan Penggunaan Pengeras Suara

Aturan itu tertuang dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushala. Pada aturan tersebut tertulis tentang keuntungan dan kerugian menggunakan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala.

Salah satu keuntungan menggunakan pengeras suara seperti tertuang dalam instruksi tersebut adalah sasaran penyampaian dakwah dapat lebih luas. Namun ada pula kerugian dari penggunaan pengeras suara, yakni mengganggu orang yang sedang beristirahat ataupun sedang menyelenggarakan upacara keagamaan.

Pada aturan tersebut juga ditulis tentang keharusan menghormati tetangga. Berikut ini kutipannya:

Dari beberapa ayat Alquran terutama tentang kewajiban menghormati jiran/tetangga, demikian juga dari banyak hadits Nabi Muhammad SAW menunjukkan adanya batasan-batasan dalam hal keluarnya suara yang dapat menimbulkan gangguan walaupun yang disuarakan adalah ayat suci, doa atau panggilan kebaikan sebagaimana antara lain tercantum dalam dalil-dalil yang dilampirkan pada keputusan Lokakarya P2A tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Kemudian ada syarat-syarat dalam penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala. Namun memang tak ada aturan tegas mengenai volume suara.

Untuk suara azan, dalam aturan itu memang disebut harus ditinggikan. Tetapi tak diatur soal batasan meninggikan suara tersebut. Begini kutipannya:

“Dari tuntunan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak dapat diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaiknya enak, merdu, dan syahdu.”

Berikut kutipan lengkap instruksi Dirjen Bimas Islam Kemenag terkait pengeras suara masjid tersebut bisa klik link ini. (R/R01/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.