Jakarta, MINA – Direktur Bina Kantor Urusan Agama dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama (Kemenag) Mohsen menilai, rencana penerapan sertifikasi perkawinan masih memerlukan kajian.
Ia mengatakan, kaitannya dengan sertifikasi ada kesan seakan-akan calon pengantin yang belum lulus, tidak diizinkan untuk melaksanakan pernikahan.
“Kewajiban yang perlu kita kaji mungkin dalam perspektif hukum agama, dan ini mungkin bagian MUI. Kalau sampai ke sana, perlu kajian panjang. Kita setuju ada sertifikat, tapi bukan sertifikasi,” kata Mohsen dalam Diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Gedung Kemkominfo, Jakarta Pusat, Jumat (22/11).
Sebenarnya Kemenag, kata Mohsen, sudah melakukan Bimbingan Perkawinan (Bimwin) untuk calon pengantin sejak 2017. Mereka yang telah mengikuti Bimwin telah mendapatkan sertifikat. Namun, sertifikat itu bukan merupakan syarat wajib bagi pasangan yang akan menikah.
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza
“Sertifikat itu bukan kewajiban kepada calon pengantin untuk dijadikan syarat dalam melangsungkan pernikahan. Posisi di sini yang wajib adalah negara. Jadi, pemerintah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi adanya pembinaan kepada calon pengantin itu,” kata Mohsen.
Selanjutnya ia menegaskan jika sertifikasi perkawinan akan diwajibkan, maka harus dipersiapkan fasilitasnya yaitu berupa pembimbing juga anggarannya, karena harus mencakup 2 juta pasangan calon pengantin per tahunnya.
“Oleh sebab itu perlu direncanakan sedemikian rupa jika ini menjadi kewajiban nasional. kewajiban pemerintah,” ujarnya. (L/Ais/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lomba Cerdas Cermat dan Pidato tentang Palestina Jadi Puncak Festival Baitul Maqdis Samarinda