Bogor, MINA – Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag menggelar focus group discussion (FGD) bersama Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) membahas kebijakan penyelenggaraan umrah tahun 1444 Hijriah.
FGD membahas mitigasi persoalan umrah, antara lain tentang peran PPIU, vaksin meningitis, dan harga tiket pesawat.
Hadir juga, Direktur Angkutan Udara Kemenhub dan Kasubdit Karantina Kesehatan Kemenkes sebagai narasumber yang memberikan paparan penjelasan regulasi di masing-masing kewenangannya.
Direktur Umrah dan Haji Khusus (UHK) Nur Arifin mengatakan, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan sejumlah kebijakan baru dalam penyelenggaran umrah 1444 H. Kebijakan itu diorientasikan sebagai bagian dari tahapan implementasi visi Saudi 2030.
Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga
Beberapa kebijakan itu antara lain tidak ada batasan kuota umrah. Selain itu, berumrah juga tidak harus menggunakan visa umrah, bisa dengan jenis visa lainnya. Proses permohonan visa juga tidak harus melalui provider di Indonesia, PPIU bisa langsung berhubungan dengan provider Saudi.
“Kebijakan Saudi dalam pemyelenggaraan umrah juga mengarah pada skema bussiness to customer atau B to C,” jelas Arifin di Bogor, Selasa (20/9/2022).
Arifin melanjutkan, kebijakan ini perlu direspon dan dimitigasi jika berpotensi memunculkan persoalan dalam penyelenggaraan umrah di Indonesia. Termasuk perlu dibahas juga, sejumlah persoalan dalam negeri. Misalnya, masalah vaksin meningitis yang sempat muncul di Surabaya, serta mahalnya harga tiket.
“Detail-detail persoalan ini dibahas bersama dalam FGD ini untuk mendapat rekomendasi perbaikan ke depan,” pesannya.
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas
Kasubdit Pengawasan Umrah Noer Alya Fitra menambahkan, FGD berlangsung produktif. Sejumlah persoalan yang muncul, dibahas komprehensif untuk merumuskan solusi bersama.
“Terkait skema B to C, FGD menyepakati bahwa sesuai amanah regulasi mengharuskan penyelenggaraan ibadah umrah wajib melalui PPIU. Kemenag dan PPIU akan melakukan sosialisasi intensif terkait regulasi ini,” sambungnya.
Terkait keterbatasan vaksin meningitis, kata Nafit, Kemenkes telah merespon antara lain dengan upaya merealokasi distribusi ketersediaan vaksin meningitis sesuai dengan sebaran populasi jamaah umrah per provinsi dan percepatan pengadaan vaksin baru yang akan tersedia dalam waktu dekat.
Berikut hasil diskusi FGD Kemenag dengan Asosiasi PPIU terkait Mitigasi Risiko Permasalahan Umrah 1444H;
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III
1. Penyelenggaraan ibadah umrah harus sesuai dengan regulasi pada UU Nomor 8 Tahun 2019 dan UU Nomor 11 Tahun 2020, bahwa Perjalanan Ibadah Umrah wajib melalui PPIU. Hal tersebut sebagai bahan penguatan diplomasi penyelenggaraan ibadah umrah dengan pihak Pemerintah Kerajaan Arab Saudi;
2. Ketentuan tentang penyelenggaraan ibadah umrah wajib dilakukan oleh PPIU, perlu disosialisasikan secara intensif dan masif oleh pemerintah bersama PPIU;
3. Terkait dengan keterbatasan ketersediaan vaksin, Kemenkes RI memberikan respon sebagai berikut:
a. Merealokasi ketersediaan vaksin meningitis saat ini dengan mendistribusikan vaksin sesuai dengan sebaran jemaah umrah pada masing-masing provinsi;
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
b. Melakukan percepatan penyediaan vaksin meningitis sebanyak 220 ribu vaksin yang rencananya akan tersedia pada Oktober 2022;
c. Bekerjasama dengan produsen untuk memproduksi secara mandiri vaksin meningitis di dalam negeri;
d. Berkoordinasi dengan ITAGI (Komite Penasihat Ahli Imunisasi Indonesia) terkait dengan rekomendasi dan kajian terkini tentang vaksinasi, antara lain mengusulkan memperpanjang waktu masa lindung vaksin dari 2 tahun menjadi 3 – 5 tahun (sesuai merk vaksin).
4. Perlu dibuatkan regulasi (SOP) pemberangkatan jemaah umrah 1444H yang dengan melibatkan seluruh stakeholder umrah;
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah
5. Perlu kesepakatan antara maskapai dengan PPIU untuk mengatur komponen penerbangan umrah dengan melibatkan pihak Komite Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), serta Lembaga Perlindungan Konsumen Penerbangan dan Pariwisata.(R/R5/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: UAR Korwil NTT Ikuti Pelatihan Water Rescue