Jakarta, MINA – Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah diharapkan tidak berhenti pada perubahan nomenklatur kelembagaan semata, melainkan harus menghadirkan reformasi sistemik dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi VIII DPR RI, Fraksi PKB, Ashari Tambunan di Jakarta, Rabu (27/8).
“Alhamdulillah, hari ini kita menyaksikan babak baru dalam pengelolaan ibadah haji di Indonesia. Dengan berubahnya BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah, kita harapkan akan ada perbaikan yang signifikan dalam tata kelola, transparansi, dan pelayanan kepada jamaah,” katanya.
Reformasi itu meliputi perbaikan tata kelola, transparansi, dan peningkatan pelayanan agar jamaah haji benar-benar mendapatkan pelayanan yang lebih baik dari tahun ke tahun.
Baca Juga: Empat Wakil Rektor Baru UMJ, Target 80% Prodi Akreditasi Unggul
Selama ini, penyelenggaraan haji masih kerap menghadapi persoalan berulang, seperti akomodasi yang tidak layak, keterlambatan transportasi, pembimbingan manasik yang belum merata, hingga antrean panjang jamaah reguler yang bisa mencapai puluhan tahun.
Perubahan kelembagaan harus disertai dengan sistem manajemen berbasis data yang akurat, integritas pejabat, serta inovasi pelayanan. Tanpa itu, perubahan hanya akan menjadi simbolis dan tidak menjawab persoalan mendasar jamaah.
Pengawasan yang kuat, keberanian melakukan evaluasi, dan perbaikan menyeluruh dalam pelayanan disebut sebagai kunci agar masalah klasik seperti keterlambatan katering, kualitas hotel yang buruk, hingga kurangnya petugas pembimbing tidak kembali terulang.
Selain itu, penting untuk menegaskan kembali bahwa penyelenggaraan haji merupakan amanah besar yang wajib dijalankan dengan niat melayani, bukan mencari keuntungan. Jamaah haji adalah tamu Allah, sehingga negara berkewajiban memastikan mereka memperoleh layanan terbaik.
Baca Juga: Brebes Gelar MTQ XXXI, 256 Peserta Bersaing Jadi Qari dan Hafidz Terbaik
Sebelumnya, Rapat Paripurna Ke-4 DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026 telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi undang-undang, yang isinya membentuk Kementerian Haji dan Umrah.
Keputusan ini menandai babak baru dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Transformasi dari Badan Pengelola Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memberikan jaminan peningkatan kualitas layanan bagi jamaah Indonesia yang setiap tahunnya menjadi salah satu kuota terbesar di dunia.
Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah jamaah haji terbanyak kedua setelah Pakistan. Pada musim haji 2025, lebih dari 241 ribu jamaah asal Indonesia berangkat ke Tanah Suci. Jumlah yang besar ini menuntut adanya sistem pelayanan yang profesional, transparan, dan modern.
Dengan pembentukan kementerian baru ini, publik menaruh harapan besar agar penyelenggaraan haji di masa mendatang semakin efisien, bebas dari praktik penyalahgunaan, serta menjadikan pelayanan kepada jamaah sebagai prioritas utama. []
Baca Juga: Pengamat Dorong UU Baru, Anggota DPR Minimal S1 dan Berintegritas
Mi’raj News Agency (MINA)