Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudahan Adalah Ujian

Bahron Ansori - Rabu, 23 Desember 2015 - 05:12 WIB

Rabu, 23 Desember 2015 - 05:12 WIB

722 Views

wpid-img_20150813_214940 (1)Oleh Bahron Ansori, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Bagi seorang Muslim, apapun yang ia rasakan dalam hidup ini, adalah ujian dari Allah Ta’ala. Saat diberi musibah, itu adalah ujian dari Allah. Saat diberi kenikmatan dan kesenangan dalam hidup, itu juga merupakan ujian dari Allah. Bisa dibilang, semua celah kehidupan seorang Muslim adalah ujian dari Allah Ta’ala. Semua ujian itu hakikatnya adalah wasilah (jalan) dari-Nya untuk melihat sejauh mana hamba-Nya mampu menerima dan menyikapi ujian tersebut.

Sebagian orang ada yang menyikapi ujian dalam hidup dengan mengeluh, saat ujian hidup itu berupa bala dan penderitaan. Sebaliknya, ada orang yang diuji dengan kesenangan hidup, justeru malah membuatnya lalai beribadah kepada Allah Ta’ala.  Bahkan tak jarang, ujian kesenangan dalam hidup banyak membuat manusia terjebak, sehingga merasa hidup ini seolah akan kekal selamanya dan tidak pernah berakhir.

Padahal, dalam hidup ini, ujian bukan hanya  berupa kesulitan. Namun, kesenangan yang dirasa juga merupakan bagian dari ujian yang Allah berikan. Biasanya, ujian berupa kekurangan harta dan kemiskinan tidak akan menggoyahkan keimanan seseorang. Seperti yang pernah disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Sallam, “Bergembiralah kamu, dan bercita-citalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu. Demi Allah tidaklah aku khawatir kemiskinan menimpa dirimu, akan tetapi aku khawatir bila kamu dilapangkan urusan duniamu sebagaimana umat sebelummu, kamu akan berlomba-lomba mengejarnya seperti orang sebelummu, lalu berlomba-lomba itu menghancurkan dirimu seperti mereka pada zaman dahulu. (HR. Bukhari 3712)

Baca Juga: Korelasi Mukmin Sejati dengan Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina

Dalam hadis diatas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengkhawatirkan tentang ‘Kemudahan’ yang kelak Allah berikan berupa kelapangan dalam hidup dan kemudahan untuk meraih keuntungan dunia. Ini artinya, ketika manusia sudah mendapatkan kemudahan dalam meraih rezekinya, bisa jadi saat itu ia mulai lupa tugas utamanya sebagai manusia untuk beribadah kepada Allah Ta’ala (Qs. Adz DZariyat : 56).

Betapa banyak hari ini orang yang susah hidupnya, tapi ia justeru semakin mendekat kepada Allah Ta’ala. Betapa banyak orang yang tak memiliki harta  benda, tapi ia justeri taat menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Ia menjadi lebih taat dan khusyuk dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya. Ia jadi lebih berhati-hati dalam memilih jalan menuju kebenaran sebenarnya.

Banyak diantara kita yang sering kali salah persepsi dalam memaknai ujian dalam hidup. Bisa jadi kita akan mengatakan orang yang hidupnya miskin adalah orang yang mendapat ujian dari Allah. Kita juga akan sepakat mengatakan orang yang selalu mendapat musibah adalah ujian dari Allah. Namun, adakah diantara kita yang mengatakan bahwa orang yang  berlimpah harta juga sebenarnya sedang diuji oleh Allah? Atau orang yang punya jabatan tinggi sebenarnya sedang diuji oleh Allah?

Jujur saja, banyak diantara kita yang mengatakan orang yang miskin harta, tak punya jabatan, minim popularitas, sakit-sakitan, selalu bernasib sial, gagal dalam berumah tangga, tak cantik dan tak tampan, ilmu pas-pasan, adalah orang-orang yang benar-benar sedang diuji oleh Allah. Tak salah memang, tapi, ujian yang tak kalah hebat adalah ketika seseorang itu selalu sehat, terkenal, punya pasangan (suami isteri) yang cantik dan tampan, banyak ilmu, rumah tangga selalu damai dan harta melimpah.

Baca Juga: Tiga Langkah Rahasia Membangun Jiwa

Kemudahan Bisa Melenakan

Coba renungkan, pertama, orang yang mempunyai harta melimpah (kaya), cenderung kikir dan tidak ingin berbagi kepada orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Ia  merasa, harta yang dimilikinya adalah hasil jerih payah dan buah dari kerja kerasnya selama ini. Tak jarang, ia sombong dan merasa lebih baik dari orang-orang yang secara ekonomi berada di bawahnya. Dengan mudah ia akan berkata; jangan malas, harus giat bekerja, sekolah harus tinggi dan lain sebagainya.

Kedua, ilmu dan skill yang banyak sering menimbulkan rasa riya’ dan merasa diri sudah paling berilmu dan memiliki skill lebih banyak dibanding yang lain. Merasa senang bila semua orang bisa bertanya kepadanya. Tak jarang, ia sering kali menyalahkan setiap argumentasi yang tidak sesuai dengan  ilmu yang dipelajarinya selama ini.

Ketiga, mempunyai anak-anak yang selalu sehat, normal, aktif, mudah diurus, penurut dan  berbakti kepada orang tua. Sering menimbulkan rasa riya’ dan bangga karena merasa sudah menjadi ibu yang sempurna. Tak jarang, merendahkan ibu yang lain karena anak-anak mereka sering sakit-sakitan, tidak normal, sulit diatur dan tidak berbakti kepada orang tua.

Baca Juga: Dakwahmu Menginspirasi, Tapi Akhlakmu Menyakiti

Ketiga, punya pasangan (suami-isteri) yang setia, tidak macam-macam, romantis, sangat perhatian, selalu menebar senyum kehangatan, terkadang membuat seseorang terlena untuk memperbaiki diri dan akhlak, lupa untuk menambah ilmu sebagai bekal menuju kehidupan yang kekal di akhirat sana. Bahkan, merasa sudah menjadi pasangan suami isteri yang paling ideal sehingga sering menghina pasangan lain yang bermasalah.

Keempat, ada orang yang dimudahkan mendapat jodoh, sering membuatnya merasa lebih  baik dari teman-temannya yang hingga saat ini belum juga mendapatkan jodoh  padahal sudah kepala tiga. Tak jarang ia membanggakan dirinya karena telah berhasil mendapatkan jodoh sesuai harapan dan impiannya selama ini. Karena merasa sudah lebih dulu mendapatkan jodoh, tak jarang ia sering mengajarkan teman-temannya dengan  berbagai kita bagaimana mandapatkan jodoh. Ia merasa sudah lebih baik dari teman-temannya yang masih jomblo.

Kelima, kemudahan dalam ibadah, sholat yang kita anggap tak pernah lalai, puasa yang tak putus, zakat jutaan rupiah, sedekah tak terhitung, haji dan umroh berulang kali, sering membuat kita merasa paling alim dan takwa, tanpa sadar tidak mau lagi belajar dengan alim ulama, enggan bergaul dengan mereka yang di mata kita dianggap belum berilmu dan masih banyak dosa.

Dari lima contoh kemudahan-kemudahan di atas, bisa disimpulkan bahwa setiap ‘kemudahan’ dalam hidup ini hakikatnya merupakan ujian yang berat, sering membuat kita riya’ dan merasa sudah lebih baik orang lain. Kemudahan memang bisa melenakan kita, bahkan tak jarang mendatangkan penyakit hati tanpa disadari. Karena itu, pandai-pandailah menyikapi kondisi kemudahan yang kita rasakan.(R02/P2)

Baca Juga: Dua Cara Allah Menambah Nikmat bagi Hamba yang Bersyukur: Kualitas dan Kuantitas

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

Baca Juga: Taklim Itu Muhasabah dan Penguat Iman

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah