Oleh: Drs. K.H. Yakhsyallah Mansur,M.A.*
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ}الدخان [٤٤]: ٣{
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” {Q.S. Ad-Dukhan [44]: 3}
Ibnu Katsir menjelaskan, melalui ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menginformasikan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan pada malam yang diberkahi yaitu malam Al-Qadr, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ} القدر [٩٧]: ١{
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Al-Qadr.” {Q.S. Al-Qadr [97]: 1}
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dan malam Al-Qadr itu terdapat di bulan Ramadhan, sebagaimana firman-Nya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ…} البقرة [٢]: ١٨٥{
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an …” {Q.S. Al Baqarah [2]: 185}
Pengertian Turunnya Al-Quran
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Ketiga ayat di atas menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam yang diberkahi yaitu malam Lailatul Qadar yang terdapat di bulan Ramadhan.
Dalam memahami ayat-ayat yang menjelaskan turunnya Al-Qur’an ini, para ulama mempunyai dua mazhab (pemahaman):
- Mazhab pertama, yaitu pendapat Ibnu Abbas dan sejumlah ulama bahwa yang dimaksud turunnya Al-Qur’an dalam tiga ayat di atas ialah turunnya Al-Qur’an sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia agar para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian setelah itu Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam secara bertahap selama 23 tahun sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian sejak beliau diutus sampai wafatnya. Beliau tinggal di Makkah sesudah diutus sebagai nabi dan rasul selama 13 tahun dan sesudah hijrah tinggal di Madinah selama 10 tahun.
Ibnu Abbas berkata, “Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia, tempat turunnya secara berangsur-angsur. Lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bagian demi bagian.”
- Mazhab kedua, yang diriwayatkan oleh Asy-Sya’bi bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an dalam tiga ayat di atas adalah permulaan turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Permulaan turunnya Al-Qur’an itu dimulai pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan yang merupakan malam yangdiberkahi. Kemudian turunnya itu berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa selama kurang lebih 23 tahun. Dengan demikian, Al-Qur’an hanya punya satu macam cara turun yaitu turun secara bertahap kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Dari dua pendapat di atas yang kuat pendapat pertama bahwa Al-Qur’an itu dua kali diturunkan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Pertama, diturunkan secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia.
Kedua, diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
Hikmah Diturunkan Al-Qur’an Dua Kali
Para ulama menyatakan bahwa hikmah diturunkan Al-Qur’an dua kali adalah untuk menyatakan kebesaran Al-Qur’an dan kemuliaan orang yang kepadanya diturunkan Al-Qur’an. As-Suyuthi mengatakan, “Dikatakan bahwa rahasia diturunkannya Al-Qur’an sekaligus ke langit dunia adalah untuk memuliakannya dan memuliakan orang yang kepadanya Al-Qur’an diturunkan, yaitu memberitahukan kepada penghuni tujuh langit bahwa Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul terakhir dan ummat termulia.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kitab itu sudah diambang pintu dan akan segera diturunkan kepada mereka. Seandainya tidak ada hikmah ilahi yang menghendaki disampaikannya Al-Qur’an kepada mereka secara bertahap sesuai peristiwa-peristiwa yang terjadi, tentulah Al-Qur’an diturunkan ke bumi sekaligus seperti kitab sebelumnya. Tetapi Allah Subhanahu Wa Ta’ala membedakannya dari kitab-kitab yang sebelumnya. Maka dijadikan-Nya dua ciri tersendiri yaitu diturunkan sekaligus kemudian diturunkan secara bertahap untuk menghormati orang yang menerimanya.
Sementara itu, Imam As-Sakhawy berkata, “Turunnya Al-Qur’an ke langit dunia sekaligus itu menunjukkan suatu penghormatan kepada keturunan Adam Alaihi Salam di hadapan para malaikat serta pemberitahuan kepada para malaikat akan perhatian Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan rahmat-Nya kepada mereka. Dan dalam pengertian inilah Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan 70 ribu malaikat untuk mengawal surat Al-An’am dan dalam pengertian ini pula Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan agar Jibril Alaihi Salam mengimlakannya kepada para malaikat pencatat yang mulia, menuliskan dan membacakannya kepadanya.
Sebagaimana disebutkan pada ayat di atas (Q.S. Al-Qadr: 1), Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan bahwa Al-Qur’an turun pada malam Lailatul Qadr.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Paling tidak ada empat pendapat tentang pengertian Al-Qadr pada ayat di atas.
Pertama, penetapan Malam Al-Qadr adalah penetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas perjalanan makhluk hidup selama setahun. Pendapat ini dikuatkan oleh pengikutnya dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ} الدخان [٤٤]: ٤{
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”{Q.S. Ad-Dukhan [44]: 4}
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Ketika menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir menulis:
فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ يُفْصِلُ مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوْظِ إِلَى الْكُتْبَةِ أَمْرَ السَّنَةِ
“Di malam Al-Qadr ditetapkan dari Lauhul Mahfudz kepada catatan amal manusia selama satu tahun.”
Kedua, pengaturan. Yakni pada malam turunnya Al-Qur’an Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatur khittah atau strategi bagi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam guna mengajak manusia kepada kebaikan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Ketiga, kemuliaan. Yakni malam itu menjadi mulia karena turunnya Al-Qur’an dan pada malam itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala memuliakan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan mengangkatnya sebagai utusan-Nya. Ada juga yang berpendapat bahwa orang yang tadinya tidak memiliki kedudukan yang tinggi akan mendapat kemuliaan apabila pada malam Lailatul Qadr beribadah dengan khusyu dan menyadari dosa-dosanya serta bertekad untuk tidak mengulangi lagi.
Keempat, Sempit. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ…} الرعد [١٣]: ٢٦{
“Allah meluaskan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya…” {Q.S. Ar-Ra’d [13]: 26}
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Pada malam itu begitu banyak malaikat yang turun sehingga bumi menjadi penuh sesak seakan-akan sempit dengan kedatangan para malaikat. Ada yang menyatakan, bahwa bilangan malaikat yang berada di bumi malam itu lebih banyak dari butiran pasir dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima taubat segala orang yang bertaubat pada malam itu. Pada malam itu dibuka pintu langit, sejak terbenamnya matahari, sampai terbitnya fajar. Jibril Alaihi Salam turun dengan seperangkat malaikat kemudian mereka bertebaran ke seluruh pelosok bumi, memasuki rumah-rumah orang-orang mukmin sambil bertasbih, bertahlil, mensucikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan memohon ampunan bagi ummat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Jadi, Lailatul Qadr adalah malam yang penuh dengan kemuliaan dan kehebatan. Hal ini bukan saja dipahami dari pengertian kata “Al-Qadr” tetapi juga dari kandungan ayat yang kedua. “wa ma adraaka maa lailatul qadr.” Ungkapan ini tidak digunakan Al-Qur’an kecuali menyangkut persoalan besar dan hebat yang tidak mudah diketahui hakekatnya kecuali dengan bantuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kemuliaan Lailatul Qadr jika dikaitkan dengan turunnya Al-Qur’an sungguh jelas karena satu malam di mana cahaya wahyu menerangi bumi, jauh lebih baik dari seribu bulan di mana manusia hidup dalam kegelapan syirik dan jahiliyah seperti yang dialami manusia sebelum datangnya Al-Qur’an. Inilah antara lain yang dimaksud bahwa satu malam Lailatul Qadr itu lebih baik dari 1000 bulan.
Bila kemuliaan dipahami dalam kedatangannya setiap tahun di bulan Ramadhan kepada orang yang mempersiapkan diri untuk menyambutnya, makapengertian lebih dari seribu bulan itu adalah bahwa nilai ibadah pada malam Lailatul Qadr melebihi nilai pahalanya dibandingkan dengan ibadah seribu bulan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Dalam konteks ini, kita dapat menerima perkataan Imam Malik, “Saya mendengar dari orang yang dapat saya percaya, menyatakan bahwa kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diperlihatkan umur-umur ummatnya. Beliau merasakan bahwa umur ummatnya lebih pendek dibandingkan dengan umur orang yang terdahulu. Maka mereka tidak dapat mengerjakan amal ibadah sebagaimana yang dikerjakan oleh ummat sebelum mereka. Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan Lailatul Qadr.
Para ulama berbeda pendapat, kapan turunnya Lailatul Qadr. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari, Syarah Shahih Bukhari menukilkan tidak kurang dari 45 pendapat tentang hal ini. Bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat Lailatul Qadr sebenarnya hanya sekali saja, yaitu ketika pertama kali Al-Qur’an diturunkan. Adapun Lailatul Qadr yang sesudahnya hanyalah untuk memperingati.
Terlepas dari perselisihan para ulama tersebut yang pasti Lailatul Qadr terjadi di bulan Ramadhan. Oleh karena itu hendaknya kita sambut kedatangan Lailatul Qadr tersebut dengan melakukan berbagai macam aktivitas di bulan Ramadhan dan kita tingkatkan aktivitas di malam sepuluh akhir dengan meneladani Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagaimana yang diceritakan oleh Aisyah:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَيَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ إِلْأَوَاخِرِ مَالَا يَجْتَهِدُ غَيْرَهُ}مسلم{
“Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersungguh-sungguh di puluhan akhir yang beliau tidak kerjakan di puluhan akhir yang lain.”{H.R. Muslim}
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Lailatul Qadr itu ditandai dengan kejadian yang ganjil-ganjil, seperti air berhenti mengalir, pohon merunduk ke bumi, alam terang benderang walau di tempat yang gelap dan sebagainya. Jumhur ulama menyatakan bahwa hal ini semua tidak dapat dipertanggung-jawabkan menurut ilmu agama yang sebenarnya.
Pengertian Berkah Turunnya Al-Qur’an
Pada ayat di atas disebutkan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam yang penuh berkah. Secara bahasa berarti “berkembang, bertambah, dan kebahagiaan.” Adapun secara istilah syariah berkah berarti “kebaikan yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada siapa saja yang dikehendaki dapat berupa materi dan non materi.”
Dengan demikian berkah memiliki kandungan yang luas dan agung. Sesuatu dapat memiliki keberkahan jika dapat mendatangkan kebahagiaan, kebaikan dan manfaat yang terus bertambah untuk dirinya dan orang lain. Dengan kata lain, jika sesuatu yang kita miliki, kebaikan dan manfaatnya hanya bagi diri sendiri sedangkan orang lain tidak, maka sesuatu yang kita miliki itu belumlah berkah. Ringkasnya apa saja yang kita miliki akan menjadi berkah kalau kita mau berbagi dengan orang lain.
Dari sinilah kita bisa memahami bahwa yang dimaksud dengan malam yang penuh berkah pada ayat ini adalah bahwa kebaikan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada orang yang beribadah pada malam itu (Lailatul Qadr) akan berlipat ganda bila dibandingkan dengan pahala ibadah pada malam lainnya.
Pendapat lain menyatakan bahwa ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadhan dengan tulus ikhlash akan dapat berbekas dalam jiwanya sehingga kebaikannya akan terus bertambah sehingga pada akhirnya dia mendapatkan kedamaian dan ketenangan sehingga mengubah secaratotal sikap hidupnya setelah bulan Ramadhan. *Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Pembina Utama Shuffah Al-Quran Abdullah bin Mas’ud Online. (T/why/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)