Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenaikan Cukai Rokok Diharapkan Dapat Turunkan Prevalensi Merokok Usia Muda

Rana Setiawan - Ahad, 13 Desember 2020 - 12:05 WIB

Ahad, 13 Desember 2020 - 12:05 WIB

1 Views

Ilustrasi.(Sumber: Pixlab)

Bogor, MINA – Keputusan pemerintah melakukan penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang akan berlaku secara efektif awal tahun 2021 mendapat apresiasi dari berbagai lapisan masyarakat khususnya para aktivis pengendalian konsumsi tembakau di Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan RI secara resmi menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen yang akan diberlakukan pada 1 Februari 2021.

Indonesia Institute for Social Development (IISD) bersama Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menyambut baik dan menyampaikan apresiasi terhadap keputusan Pemerintah ini.

“Kami mengapresiasi pemerintah yang memutuskan kenaikan cukai rokok di masa pandemi. Harus dikaji lebih lanjut apakah kenaikan 12,5 persen ini ke depan bisa benar-benar menurunkan prevalensi perokok khususnya anak dan remaja,” kata Program Manager IISD Artati Haris kepada MINA, Sabtu (12/12).

Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama

Menurutnya, tentu alasan utama kenaikan cukai rokok ini untuk mengendalikan konsumsi rokok Indonesia. “Jika ini (kenaikan 12,5 persen) tidak sesuai target yang dicapai maka menjadi pertimbangan Pemerintah agar bisa menaikan semaksimal mungkin sehingga konsumsi rokok dapat benar-benar dikendalikan,” ujarnya.

Sebelumnya pada akhir November lalu, IISD bersama Muhammadiyah memberikan rekomendasi agar pemerintah menetapkan keputusan tentang kenaikkan tarif cukai rokok sebesar minimal 25% pada Tahun 2021.

Selain kenaikan cukai rokok, IISD juga mendorong pemerintah untuk segera menuntaskan revisi PP 109/2012, pelarangan total iklan promosi, regulasi yang jelas bagi sponsor rokok, dan pelaksanaan kawasan tanpa rokok.

“Jika pemerintah serius untuk menurunkan prevalensi perokok dan memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat, maka pengendalian tembakau sebagaimana yang tertuang dalam RPJMN 2020 harus dilaksanakan tanpa kompromi,” pungkasnya.

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan penurunan prevalensi perokok muda usia 10-18 tahun menjadi 8,7 % di tahun 2024.

Senada dengan Artati, Ketua Umum IPM Hafizh Syafa’aturrahman berharap kenaikan cukai rokok ini dapat menaikan harga yang beredar sehingga tidak terjangkau bagi para pelajar atau kaum muda.

Selama ini, lanjut dia, prevalensi merokok pada anak terus naik, karena harga rokok terlalu murah, apalagi rokok bisa dijual secara ketengan atau per batang. selain itu, peringatan pada bungkus rokok masih sangat kecil (40%), serta iklan dan promosi rokok masih dominan di semua lini.

Menurutnya, remaja adalah target utama industri rokok sebagai calon pelanggan seumur hidup. Sekali terjerat akan sulit melepaskan diri karena sifat rokok yang adiktif.

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

“Sehingga industri rokok akan melakukan segala upaya dalam melaksanakan langkah-langkah untuk mencapai targetnya yaitu remaja atau generasi muda,” kata Hafizh di sela-sela kegiatan “Workshop Taktik dan Strategi Menghadapi Intervensi Industri Rokok,” Sabtu.

Workshop yang dilaksanakan selama tiga hari pada Sabtu-Senin, 12-14 Desember 2020 di Bogor ini dihadiri oleh peserta dari perwakilan Angkatan Muda Muhammadiyah, yakni PP IPM, DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, PP Nasyiatul Aisyiyah, PP Pemuda Muhammadiyah, dan Perwakilan PW IPM.

Untuk itu, Hafizh menyatakan IPM akan berkomitmen untuk terus mengupayakan Pemerintah menaikan tarif cukai rokok sebesar minimal 25% atau semaksimal mungkin hingga menekan prevalensi perokok pemula.

“Kami akan terus bersuara menagih komitmen Pemerintah terhadap perlindungan kesehatan masyarakat dan melindungi generasi muda menjaga masa depan mereka lebih baik lagi,” pungkasnya.

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia, di bawah China dan India.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi perokok di atas usia 15 tahun mencapai 33,8 persen dan penduduk usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.(L/R1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
MINA Preneur
Indonesia
Dunia Islam
MINA Sport
Indonesia