Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenali dan Pelajari Problematika Dakwah agar Da’i Sukses Sampaikan Misinya

Bahron Ansori - Ahad, 30 April 2023 - 14:47 WIB

Ahad, 30 April 2023 - 14:47 WIB

14 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Jangan heran saat kita mendakwahkan kebaikan kepada orang lain, tapi hasilnya nihil. Dakwah yang disampaikan sama sekali tidak ada perubahan berarti di tengah kehidupan masyarakat. Jangan heran bila dakwah yang kita sampaikan tak membuahkan hasil meski pesan dakwah yang dibawakan itu sarat akan makna kebaikan.

Agar berhasil dalam sebuah misi dakwah, maka setidaknya para da’i harus memperhatikan aneka macam problematika dakwah itu sendiri. Tujuannya, tentu saja untuk dipelajari dan mengantisipasi kemungkinan dakwahnya gagal di tengah jalan.

Berikut ini adalah beberapa problem dakwah yang harus dipahami oleh setiap da’i atau organisasi dakwah, antara lain.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan

Pertama, pelaku-pelaku dakwah (da’i) bisa jadi belum memprogramkan dakwah secara konseptual. Pada umumnya palaku pelaku dakwah, baik secara kelembagaan maupun perorangan, belum membuat program yang sistematis mengenai dakwah yang akan dilakukannya.

Jika hal di atas belum dilakukan oleh para pelaku dakwah atau organisasi dakwah, besar kemungkinan dakwahnya akan pupus di tengah jalan. Pelaku dakwahnya akan lelah, dan akhirnya berhenti.

Kedua, sistem dakwah belum dilaksanakan dan ditata secara profesional. Kita sering mendengar dewasa ini istilah dakwah bil-lisan, dakwah bil-qalam  dan dan dakwah bil-ḣal; namun ketiga jenis dakwah tersebut perlu dirumuskan ke dalam satu sistem yang mapan.

Inilah pentingnya membuat rancangan dakwah yang tersistem dan terarah. Tujuannya, agar bisa mengukur sejauh mana efektifitas metode dakwah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Jika sistem dakwah dari metode bil lisan, bil qalam dan bil hal ini tidak dimatangkan terlebih dulu, kerja dakwah bisa berantakan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Ketiga, tujuan kegiatan dakwah belum relevan dengan permasalahan umat. Pada umumnya lembaga-lembaga dakwah dan pelaku dakwah di lapangan masih menjadikan dakwah sebagai kegiatan yang bersifat temporal dan insidentil, tanpa menentukan tujuan yang akan dicapai. Akibatnya, dakwah tidak akan membuahkan hasil maksimal.

Di sinilah perlunya melakukan riset pada objek dakwah. Fahami dan kuasai benar apa dan siapa objek dakwah itu. Apakah objek dakwah itu dari kalangan orang-orang yang benar-benar awam dalam masalah syariat Islam meski dari sisi ekonomi mereka berkecukupan. Atau fahami benar bagaimana budaya masyarakat yang menjadi sasaran dakwah kita tersebut. Memahami budaya objek dakwah ini penting, agar seorang da’i atau organisasi dakwah bisa menyesuaikan strategi dakwahnya dengan budaya setempat sehingga akan lebih mudah diterima.

Keempat, belum ada kesamaan sikap para da’i dalam mengembangkan tugas dakwah. Secara kuantitas, lembaga dakwah dan mubalig sudah cukup memadai, terlepas dari soal berkualitas dan profesional atau tidak, namun dalam melaksanakan tugasnya seringkali terjadi perbedaan pendapat dan pandangan antara satu dengan lainnya. Di sinilah pentingnya peran seorang manajer dakwah.

Di sinilah perlunya para da’i dan organisasi dakwah menekan egonya masing-masing untuk sebuah perbaikan dan persamaan dalam menyampaikan pesan dakwah. Di sinilah perlunya jiwa saling terbuka dan menguatkan satu sama lain di antara para da’i atau lembaga dakwahnya.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Kelima, terputusnya komunikasi antara pembuat kebijakan dan pelaku dakwah di lapangan. Dengan adanya kondisi ini, dakwah sebagai sebuah sistem sukar dilaksanakan dengan baik dan tepat, karena masing-masing pihak akan melaksanakan tugas dakwah secara sendiri-sendiri. Di sinilah pentingnya sebuah jama’ah dakwah. Atau dakwah yang teroganisir dalam sebuah jama’ah.

Di sinilah pentingnya lembaga-lembaga seperti MUI yang perannya sangat diharapkan untuk kebaikan-kebaikan dan keberhasilan dakwah ke depan.

Keenam, krisis ulama dan kehilangan panutan masyarakat. Ulama yang dalam pengertian yaitu orang yang mendalam ilmunya di bidang syariat, yang hidup di tengah-tengah masyarakat dan menyampaikan dakwah – baik melalui lisan maupun pemberian contoh pengamalan agama terhadap masyarakat sekaligus memiliki kharisma dan keistimewaan luar biasa – menjadi sesuatu yang langka.

Ketujuh, sehubungan dengan hal tersebut, perlu usaha-usaha untuk mengatasinya dalam bentuk pendekatan jangka pendek dan jangka panjang melalui tahapan-tahapan prioritas. Adapun tahapan-tahapan prioritas adalah dengan format perhatian dan pelaksanaan antara lain seperti berikut ini;

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Mendirikan akademi dakwah atau pusat studi dakwah yang bersifat terbuka, mandiri dan bebas dari pengaruh golongan. Adapun akademi dakwah ini diharapkan mempunyai fungsi antara lain sebagai :

  1. Pengadaan tenaga dai yang memiliki kualifikasi, baik keilmuan maupun seni keterampilan berdakwah dan dapat menjadi panutan masyarakat.
  2. Membuat program kerja yang realistis dan rasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang yang disesuaikan dengan hakikat tujuan dakwah.
  3. Membuat peta dakwah sekaligus menyiapkan materi dakwah sesuai kebutuhan masyarakat dimana masyarakat itu hidup dan tinggal.
  4. Mengevaluasi pelaksanaan dakwah dan melakukan perbaikan dan pembenahan dimana ditemukan titik kelemahan dalam penyelenggaraannya.
  5. Menyiapkan dana secukupnya, baik kepada pengurusnya maupun pelaku dakwah di lapangan, sehingga tidak lagi mempertimbangankan belas kasihan dari masyarakat.
  6. Perlu hubungan terbuka dan kerja sama antar lembaga-lembaga dakwah untuk menyatukan visi dan persepsi serta bersama membentuk format dakwah yang terpadu, terkoordinasi dan sesuai dengan kekinian.
  7. Perlu komunikasi antar pemikir dakwah di perguruan tinggi atau pun lembaga-lembaga di pusat dan pelaku dakwah di lapangan atau di daerah, minimal saling memberi informasi tentang pelaksanaan dakwah untuk memudahkan mengadakan evaluasi.
  8. Perlu partisipasi aktif dan kerja sama antar penguasa seperti Pemerintah Kabupaten, pengusaha setempat dan pelaku dakwah.
  9. Setiap melaksanakan kegiatan dakwah, perlu kerja sama dengan instansi terkait, terutama yang dilaksankan dalam bentuk dakwah bil-ḣal.

Semoga tulisan singkat di atas ini bisa menjadi bahan masukan atau evaluasi bagi setiap pelaku-pelaku dakwah atau lembaga dakwah agar dakwahnya bisa menjadi lebih mudah disampaikan, diterima dan pada akhirnya diamalkan oleh setiap objek dakwah, wallahua’lam.(A/RS3/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Indonesia
Kolom
Dunia Islam