Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenapa Anak-anak Mudah Alergi dan Sakit-Sakitan?

Farah Salsabila Editor : Widi Kusnadi - 18 detik yang lalu

18 detik yang lalu

0 Views ㅤ

Contoh alergi pada anak (Foto: RS. Pondok Indah)

Fenomena anak-anak yang semakin sering mengalami alergi, asma, ruam kulit, atau masalah pencernaan menjadi kekhawatiran banyak orang tua dan tenaga medis. Ironisnya, di tengah kemajuan teknologi dan mudahnya akses informasi, justru kesehatan anak-anak terlihat semakin rentan.

Sejumlah riset terbaru menunjukkan bahwa gaya hidup, pola makan, dan kondisi lingkungan memiliki peran besar dalam menjelaskan kecenderungan ini.

Dalam Al-Qur’an, Allah sudah mengingatkan:

فَلْيَنْظُرِ الْإِنسَانُ إِلَى طَعَامِهِ

Baca Juga: 5 Tips Menjaga Kesehatan Tubuh Di Era Modern

“Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya.” (QS. ‘Abasa [80]: 24)

Salah satu temuan penting datang dari laporan tahunan EAACI Task Force 2024 yang meninjau hubungan antara konsumsi makanan ultra-proses (Ultra-Processed Foods atau UPF) dengan kondisi alergi pada anak. Laporan tersebut menemukan bahwa konsumsi fruktosa, minuman bersoda, gula bebas, serta produk bayi komersial berhubungan dengan meningkatnya risiko asma, rinitis alergi, dan alergi makanan.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa paparan fruktosa, minuman bersoda, dan gula berhubungan dengan peningkatan risiko asma, rinitis alergi, serta alergi makanan pada anak-anak. Selain itu, konsumsi makanan bayi komersial juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko alergi makanan.

Makanan ultra-proses umumnya mengandung berbagai bahan aditif seperti pengawet, pemanis buatan, pewarna, perasa, emulsifier, hingga advanced glycation end-products (AGEs). Semua zat ini dapat merusak sel epitel usus, melemahkan fungsi penghalang usus (intestinal barrier), dan memicu reaksi inflamasi kronis tingkat rendah.

Baca Juga: Sehat dan Berpahala dengan Manisnya Madu

Dalam sebuah ulasan editorial di Pediatric Food Allergies disebutkan bahwa komponen tertentu dari UPF—misalnya AGEs—dapat mengaktifkan sinyal alarmin yang mengubah fungsi penghalang epitel. Hal ini membuat tubuh lebih mudah terpapar alergen secara abnormal dan memicu inflamasi tipe 2 (Th2). Dengan kata lain, konsumsi berlebihan makanan ultra-proses bukan hanya mengurangi kualitas nutrisi, tetapi juga melemahkan sistem pertahanan tubuh melalui jalur biologis tertentu.

Sejumlah penelitian observasional mendukung temuan ini, di antaranya:

  • Artikel di Pulmonology Advisor melaporkan bahwa konsumsi fruktosa dan gula bebas berkaitan dengan peningkatan marker inflamasi (CRP, IL-6, IL-8) serta gejala alergi seperti asma, rinitis, dan alergi makanan pada anak.
  • Penelitian dalam International Journal of Environmental Research and Public Health menemukan korelasi antara konsumsi UPF, kadar IgE (penanda alergi), dan gejala alergi menggunakan data NHANES (Amerika Serikat).
  • Studi lain pada anak dan remaja yang sudah memiliki alergi (baik IgE maupun non-IgE) menunjukkan bahwa mereka cenderung mengkonsumsi UPF dalam jumlah tinggi, sekitar 33,9% dari total kalori harian. Konsumsi UPF terbanyak dikaitkan dengan risiko alergi makanan ganda.

Meskipun tidak semua penelitian menunjukkan hasil yang sama kuat, secara umum data terbaru mendukung hipotesis bahwa makanan ultra-proses merupakan salah satu faktor risiko penting dalam meningkatnya alergi pada anak.

Penjelasan Biologis

Beberapa mekanisme biologis yang menjelaskan hubungan antara UPF dan alergi antara lain:

Baca Juga: Mengenal Skizofrenia: Antara Gangguan Mental dan Miskonsepsi

  1. Gangguan mikrobioma usus (dysbiosis). Konsumsi tinggi gula dan aditif, ditambah rendahnya serat, mengubah komposisi mikrobioma. Bakteri baik penghasil short-chain fatty acids (SCFA) berkurang, padahal SCFA berperan penting menjaga toleransi imun terhadap alergen.
  2. Kerusakan penghalang usus. Kandungan AGEs dan aditif dapat merusak sel epitel usus, meningkatkan permeabilitas (leaky gut), sehingga alergen lebih mudah menembus ke dalam jaringan dan memicu respons imun.
  3. Respons imun tipe 2 (Th2 bias). Alergi ditandai dengan dominasi jalur Th2. Aktivasi berlebihan dari alarmin dan mediator inflamasi akibat paparan abnormal alergen memperkuat produksi IgE dan sel mast yang sensitif.
  4. Inflamasi sistemik ringan. Konsumsi UPF kerap dikaitkan dengan meningkatnya biomarker inflamasi (CRP, IL-6, IL-8) pada anak-anak.

Faktor-faktor biologis ini saling berinteraksi dengan aspek genetik dan lingkungan, termasuk polusi, asap rokok, kebersihan berlebihan (hipotesis higienis), serta kurangnya paparan mikroba alami. Selain itu, pola makan, pilihan makanan, dan proses paparan alergen memainkan peran besar dalam kesehatan anak.

Dalam liputan CNBC Indonesia, seorang ketua organisasi dokter menyebut bahwa anak-anak yang berulang kali terkena alergi tentu pertumbuhan dan perkembangannya akan terganggu, sehingga dapat menghambat tercapainya generasi emas 2045.

Isman, seorang pakar kesehatan menjelaskan bahwa seiring bertambahnya usia, toleransi tubuh terhadap alergen bisa meningkat. “Toleransi ini adalah kebalikan dari alergi. Zat yang tadinya dianggap berbahaya oleh tubuh, lama-lama akan dikenali sebagai hal yang tidak berbahaya,” ujarnya.

Lalu, Apa yang Bisa Bunda Lakukan?

Baca Juga: Honje: Rahasia Herbal Nusantara untuk Sehat ala Thibbun Nabawi

Berdasarkan penelitian dan praktik medis, beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Perbanyak makanan segar dan minim proses. Pilih buah, sayur, biji-bijian, kacang, daging segar, ikan, dan produk susu alami dibanding makanan instan atau kemasan.
  2. Kurangi gula bebas dan minuman manis. Batasi konsumsi minuman bersoda, jus kemasan, dan minuman manis lainnya.
  3. Praktikkan MPASI bijak. Kenalkan makanan satu per satu, beri jeda 2–3 hari sebelum memperkenalkan makanan baru agar reaksi alergi mudah terdeteksi.
  4. Izinkan anak bermain di luar. Paparan lingkungan alami membantu memperkaya mikroba baik bagi sistem imun.
  5. Kendalikan stres lingkungan. Meminimalkan paparan polusi udara, asap rokok, bahan kimia rumah tangga, serta tekanan psikososial.
  6. Segera konsultasi ke spesialis. Jika anak menunjukkan gejala alergi berat (sesak nafas, pembengkakan bibir/tenggorokan, atau syok), segera cari bantuan medis.
  7. Dorong toleransi imun secara bertahap. Seperti dijelaskan pakar Isman, tubuh anak dapat membangun toleransi terhadap alergen bila paparannya terkontrol dan tidak berlebihan.

Kesimpulan

Anak-anak zaman sekarang lebih rentan terhadap alergi dan penyakit ringan karena gabungan faktor: pola makan tinggi makanan ultra-proses, gangguan mikrobioma usus, paparan lingkungan yang terlalu steril, serta minimnya aktivitas luar ruangan. Laporan EAACI Task Force menegaskan bahwa konsumsi gula, minuman bersoda, dan produk bayi ultra-proses berhubungan dengan meningkatnya risiko asma, rinitis alergi, dan alergi makanan.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua, pendidik, dan pembuat kebijakan untuk memahami bahwa perubahan kecil dalam pola makan, paparan lingkungan, serta pendekatan toleransi imun sejak dini dapat memberikan dampak besar pada kesehatan generasi mendatang.

Baca Juga: Kemenag dan Kemenkes Perkuat Program Pesantren Sehat

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health