Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenapa Sih Pemuda Sekarang Disebut Generasi Stroberi?

Redaksi - 15 detik yang lalu

15 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

Oleh Hayatdin, Pemerhati Masalah Pemuda dan Isu Sosial, Menetap di Bogor

PERNAH nggak sih kamu dengar istilah Generasi Stroberi? Bukan karena kita manis kayak stroberi atau jago bikin dessert aesthetic di Instagram, tapi karena ada stereotip yang melekat pada sebagian anak muda zaman sekarang.

Katanya, generasi ini tuh kreatif, penuh ide segar, tapi gampang banget rapuh, baper, dan gampang nyerah. Kayak buah stroberi, cantik di luar tapi sekali kena tekanan… blep, hancur.

Istilah ini pertama kali viral di Taiwan buat ngegambarin anak muda yang lahir di era 2000-an ke atas. Lalu di Indonesia, istilah ini mulai populer lewat buku Strawberry Generation karya Prof. Rhenald Kasali.

Baca Juga: Orientasi Santri Ponpes Al-Fatah Jambi Usung Tema Cetak Generasi Ahlul Qur’an

Menurut beliau, anak muda zaman sekarang banyak banget ide kreatif, tapi sering nggak tahan banting sama tekanan dunia nyata.

Tapi, kenapa sih generasi kita bisa dikasih cap begitu? Rhenald Kasali menjelaskan ada beberapa penyebabnya, salah satunya karena gaya parenting alias pola asuh orang tua yang overprotektif.

Banyak orang tua zaman now yang nggak tega liat anaknya susah sedikit aja. Maunya semua disiapin, semua dibantuin, akhirnya anak nggak terlatih buat mandiri.

Ada juga kebiasaan ngasih label ke anak. Kalau anak sering dibilang “pemalas”, “susah diatur”, atau bahkan “anak paling pinter”, itu semua bisa nempel di pikiran kita sampai dewasa.

Baca Juga: Hari Pertama Sekolah, Ponpes Al-Fatah Cileungsi Apel Tiga Bahasa

Anak yang sering dicap negatif bisa jadi minder, takut gagal, bahkan nggak berani bermimpi. Sebaliknya, kalau dari kecil selalu dipuji berlebihan, malah bisa jadi besar kepala dan ngerasa selalu paling benar.

Lalu ada fenomena yang cukup sering kita liat di medsos: self-diagnose soal kesehatan mental. Gampang banget kita ngaku-ngaku kena anxiety, depresi, atau ADHD, padahal belum tentu.

Info kesehatan mental memang penting, tapi kalau cuma modal TikTok dan thread X (Twitter), bisa-bisa malah salah kaprah.

Terakhir, banyak dari kita yang lebih milih kabur dari masalah dibanding ngadepin. Padahal, hidup nggak bisa terus-terusan pakai tombol skip. Kalau ada masalah, harusnya ya dihadapi, bukan dihindari.

Baca Juga: Mendikdasmen Imbau Orang Tua Antar Anak di Hari Pertama Sekolah

Ngomongin soal ini, Gita Savitri, influencer dan edukator muda, pernah bilang dalam salah satu kontennya, “Kita harus belajar berdamai dengan ketidaksempurnaan. Kalau terlalu fragile sama tekanan, kita nggak akan pernah naik level.”

Senada dengan Gita, psikolog Najeela Shihab juga sering mengingatkan bahwa proses tumbuh itu memang nggak selalu mulus. Kegagalan itu bagian dari belajar, bukan alasan buat menyerah.

Nah, terus gimana dong biar kita nggak terus-terusan dicap generasi stroberi? Prof. Rhenald Kasali kasih beberapa tips:

  • Perbanyak literasi, jangan mentah-mentah percaya sama info yang lewat di timeline.
  • Jangan asal diagnosa diri sendiri, kalau merasa nggak baik-baik aja, datang ke psikolog atau tenaga profesional.
  • Orang tua juga harus paham, jangan terlalu memanjakan anak, tapi kasih ruang buat anak berproses, belajar gagal, belajar bangkit.
  • Guru dan pendidik juga punya PR nih, harus bikin suasana belajar yang asyik dan suportif. Hindari cap “bodoh” cuma karena nilai jelek di satu mata pelajaran.

Terus, apa cuma sisi negatifnya aja dari Generasi Stroberi? Eits, tentu nggak dong. Kita juga punya kekuatan yang nggak bisa diremehin. Misalnya nih:

Baca Juga: Arab Saudi Perkenalkan Kurikulum AI di Semua Jenjang Sekolah

  • Suka tantangan dan hal baru. Nggak betah di zona nyaman.
  • Kerja sesuai passion. Nggak sekadar cari duit, tapi cari makna dan kebahagiaan lewat kerjaan.
  • Melek teknologi. Kita adaptif banget sama perkembangan digital. Pekerjaan yang ada sekarang pun banyak yang nggak pernah kebayang zaman dulu, kayak content creator, data analyst, UI/UX designer, sampai creative strategist.
  • Berani ngomong dan berpendapat. Kita nggak takut speak up, nggak takut kasih ide meski beda dari yang lain.

Menurut Andy F. Noya, jurnalis senior Indonesia, anak muda sekarang justru punya energi luar biasa buat membawa perubahan. “Kalau diarahkan dengan benar, mereka bisa jadi generasi pembawa solusi, bukan cuma pengeluh,” katanya dalam sebuah talkshow.

Jadi, ya nggak apa-apa sih dibilang generasi stroberi, tapi pemuda sekarang harus buktikan kalau kita juga bisa kuat, punya mental baja, dan tetep kreatif. Stroberi yang cantik di luar, tapi juga sehat dan kokoh di dalam. Kuncinya: perbanyak ilmu, berani gagal, dan terus tumbuh!

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: BOS Pesantren 2025 Capai Rp196,8 Miliar hingga Triwulan II

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health