Aceh Singkil, MINA – Ribuan warga tumpah ruah di Pulau Panjang, Sabtu (28/6), dalam sebuah kenduri akbar penuh haru dan kebanggaan. Di pulau yang sempat disengketakan ini, masyarakat Aceh merayakan kembalinya empat pulau strategis—Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek— ke pangkuan wilayah administratif Aceh, setelah bertahun-tahun masuk dalam peta Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Momen syukuran tersebut bukan sekadar perayaan, tapi simbol dari perjuangan panjang, refleksi sejarah, dan peneguhan harga diri rakyat Aceh.
Dipimpin langsung oleh Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf (Mualem), kenduri disemarakkan zikir, doa bersama, makan massal, hingga santunan bagi anak yatim. Suasana kebersamaan dan euforia kemenangan menyelimuti Pulau Panjang, yang kini digadang sebagai calon destinasi wisata bahari unggulan Aceh.
“Ini pulau kita!” teriak Mualem dengan tangan mengepal ke udara, disambut sorakan penuh semangat dari masyarakat yang datang bergelombang menggunakan perahu dan boat nelayan, sebagian bahkan menginap di lokasi demi ikut dalam peristiwa bersejarah ini.
Baca Juga: Kunci Pembebasan Gaza dan Baitul Maqdis Ada pada Persatuan Umat Islam
Empat pulau yang kini sah kembali ke wilayah Aceh sempat masuk ke dalam administrasi Tapanuli Tengah. Setelah melalui proses panjang, data dan dokumen valid, serta diplomasi intensif, Pemerintah Pusat akhirnya menetapkan keempatnya sebagai bagian dari Provinsi Aceh.
Gubernur Mualem dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo Subianto atas ketegasan dan keberpihakan terhadap aspirasi masyarakat Aceh. Ia juga berterima kasih kepada Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Dalam Negeri, dan seluruh pejabat negara serta tokoh masyarakat yang turut berkontribusi dalam proses pemulihan ini.
“Ini bukan hanya soal peta administratif, tapi tentang pengakuan terhadap sejarah, hak-hak adat, dan perjuangan masyarakat yang tidak pernah lelah,” tegas Mualem.
Komitmen Bangun dan Promosikan Wilayah
Gubernur Aceh menegaskan bahwa Pulau Panjang dan ketiga pulau lainnya tidak akan dibiarkan kosong. Pemerintah Aceh siap membangun infrastruktur dan fasilitas agar wilayah ini dapat dihuni dan dimanfaatkan secara produktif. Ia juga menyebut potensi wisata bahari yang besar, khususnya bagi wisatawan internasional dari Timur Tengah.
Baca Juga: Dewan Gereja Dunia Kini Desak Israel Akhiri Penjajahan dan Apartheid di Palestina
“Pulau ini akan kita kenalkan ke dunia. Kita jadikan sebagai ikon baru Aceh di mata internasional. Tapi syaratnya: keamanan dan ketertiban harus dijaga bersama,” ujarnya.
Kenduri akbar ini menjadi lebih dari sekadar syukuran. Ia adalah narasi tentang kemenangan rakyat atas sejarah yang nyaris hilang. Tentang harga diri yang kembali ditegakkan. Tentang masa depan Aceh yang dibangun dengan pijakan yang lebih kokoh.
Panitia menyembelih beberapa ekor sapi untuk menyambut ribuan warga yang datang dari berbagai penjuru. Kenduri dibalut dengan nuansa religius dan adat, memperkuat ikatan emosional masyarakat dengan tanah dan laut yang telah mereka perjuangkan.
Pulau Panjang kini tak hanya menjadi titik geografis di ujung barat Nusantara, tapi juga menjadi simbol perlawanan, persatuan, dan harapan baru bagi rakyat Aceh.[]
Baca Juga: Kolaborasi AWG dan Pemuda Pancasila Kota Sabang, Warga Antusias Ikuti Terapi Bekam
Mi’raj News Agency (MINA)