Kengerian Hidup di Aleppo Timur

 

Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ketika pasukan Presiden Suriah Bashar Al-Assad bergerak maju menaklukkan satu demi satu lingkungan di Timur yang dikuasai oposisi, di bawah kampanye udara oleh pesawat Suriah dan Rusia, kehidupan sehari-hari warga sipil di distrik yang dikepung itu menjadi semakin putus asa.

Kondisi musim dingin yang ekstrem membuat realitas di wilayah yang dikuasai oleh oposisi sejak 2012 itu semakin mematikan.

Situasi itu digambarkan oleh Ibrahim Abu Al-Leith, relawan Pertahanan Sipil Suriah atau White Helmets, bahwa pasukan pemerintah banyak meraih kemajuan dalam beberapa hari terakhir. Ada penembakan hebat dan pertempuran jalanan di beberapa daerah.

“Situasi ini sangat membuat putus asa,” kata Leith yang berbicara kepada The New Arab dari Aleppo Timur.

Dalam beberapa pekan terakhir, kekuatan internasional dan kelompok bantuan semakin menyerukan penghentian sementara dalam permusuhan untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Aleppo Timur. Tapi, awal pekan lalu, Rusia dan Cina memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata di kota itu.

Kondisi sangat buruk di distrik itu membuat Leith dan tetangganya dipaksa untuk melanjutkan hidup berhadapan dengan ancaman kematian setiap hari.

Menurut lembaga pemantau Obsevatorium Suriah untuk HAM, lebih dari 300 warga sipil telah tewas dalam dua pekan terakhir, 25 November – 9 Desember 2016.

Leith mengatakan, karena blokade yang diterapkan pada Aleppo Timur oleh pasukan Assad, relawan White Helmets praktis kehabisan bahan bakar untuk kendaraan tanggap darurat mereka, sehinga sangat mengurangi kapasitas kelompok untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan.

“Kita tidak bisa membantu semua orang yang membutuhkan,” kata Leith.

Ofensif besar-besaran pasukan Suriah juga telah membuat ribuan warga sipil melarikan diri dari Aleppo Timur. Beberapa bahkan menjadi korban penembakan oleh pasukan Suriah dalam proses perjalanannya. Sebuah buletin berita telah menyiarkan gambar sesosok mayat dengan tangan yang masih memegangi harta benda yang dibawanya.

Laporan lain juga menyebutkan bahwa pasukan oposisi telah menembaki warga yang berusaha meninggalkan daerah itu, dan terus merenggut nyawa warga sipil dalam serangan membabi buta di wilayah yang dikendalikan oleh pasukan pemerintah di Aleppo Barat.

Seorang tenaga medis di Aleppo Timur bernama Mohammad Abou Rajab, mengatakan, staf medis yang tersisa sedang berjuang untuk secara efektif mengobati orang-orang yang terluka dalam pengeboman yang berlangsung.

Sejak gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat (AS)-Rusia runtuh pada pertengahan September 2016 lalu, membuat Pemerintah Suriah menegaskan bahwa hanya kemenangan di Aleppo yang bisa membuatnya memenangkan perang lima tahun di Suriah.

Warga Aleppo Timur sering mengatakan bahwa situasi di sana terus memburuk.

Memburuknya kondisi semakin jelas saat fasilitas medis, pendidikan, infrastruktur air dan listrik dihancurkan. Terjadi kelangkaan makanan bergizi, air minum, dan obat-obatan dasar. Bahkan terjadi kekurangan lahan kuburan untuk memakamkan mereka yang tewas.

Pada pertengahan November, kampanye pengeboman atas Aleppo Timur telah merusak semua rumah sakit di daerah itu.

Akibatnya, petugas medis terpaksa beroperasi di fasilitas darurat dengan pasokan listrik yang terbatas. Terkadang dalam kondisi yang tidak bersih yang menyebabkan tingginya risiko terinfeksi bakteri selama operasi dan perawatan.

Terjadi kekurangan pasokan oksigen dan berbagai jenis darah. Beberapa pasien yang terluka harus meninggal karena kekurangan dua hal tersebut.

Infrastruktur dalam kondisi hancur bersama dengan segala sesuatu yang lain, seperti pohon, bangunan, dan orang-orangnya.

“Kondisi itu terjadi dengan kesadaran masyarakat internasional dan PBB,” kata Abou Rajab. “Keyakinan dan harapan kami hanya kepada Allah.”

Juru Bicara badan pengungsi PBB, UNHCR, Firas Al-Khateeb mengatakan, dalam dua pekan terakhir hingga 10 Desember 2016, sekitar 31.000 orang telah melarikan diri dari Aleppo Timur ke wilayah yang dikuasai oleh Pemerintah Suriah di Aleppo Barat atau wilayah pasukan Kurdi di distrik Sheikh Maqsud, utara kota.

Sementara lembaga monitor khusus Suriah yang berbasis di Inggris, Obsevatorium Suriah untuk HAM (SOHR), menempatkan angka setinggi 80.000 orang.

Staf UNHCR yang di Aleppo Barat yang dikuasai oleh pasukan pemerintah memberikan bantuan berupa makanan, air, dan tempat penampungan sementara untuk para pengungsi dari Aleppo Timur.

Namun ada sebanyak 150.000 orang tetap berada di bawah pengepungan di timur oleh pasukan pemerintah dan sekutunya.

Aleppo sejak 2012, terpecah menjadi dua. Aleppo Barat yang dikuasai oleh pemerintah dan Aleppo Timur yang dikuasai oleh oposisi. Wilayah yang dikuasai oleh oposisi sejak itu dikepung dan diblokade oleh pasukan pemerintah.

Hingga 12 Desember, pasukan pemerintah terus bergerak maju di Aleppo Timur dan oposisi telah kehilangan 90 persen wilayah kekuasaannya. Oposisi semakin terdesak dalam pengepungan.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada Senin (12/12) bahwa sebanyak 728 oposisi Suriah telah meletakkan senjata mereka selama 24 jam terakhir dan pindah ke Aleppo Barat. (P001/P2)

Sumber: The New Arab dan Al Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.