Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Baca Juga: Parfum Mawar Untuk Masjid Al-Aqsa
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا۟ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًا (الاسراء[١٧]: ١٦)
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS Al-Isra [17]: 16)
Menurut mufasir Al-Hafidz Abu Faraj Ibnul Jauzi Rahimahullah (508 H-597 H), beliau mengungkap tiga makna kata اَمَرْنَا (amarnaa):
Pertama, menurut Sa’id bin Jubair, kata amarnaa artinya “Kami perintahkan”. Jadi, ayat di atas berarti: “Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah di antara mereka agar taat kepada Allah, tetapi mereka melakukan kefasikan … dan seterusnya.”
Baca Juga: Keseharian Nabi Muhammad SAW yang Relevan untuk Hidup Modern
Kedua, menurut Abu ‘Ubaidah dan Ibnu Qutaibah, kata amarnaa bermakna: “Kami perbanyak”, maka arti ayat tersebut: “Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perbanyak orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, lalu mereka berbuat kefasikan … dan seterusnya.”
Ketiga, menurut Ibnul Anbariy, kata amarnaa berarti “Kami jadikan sebagai penguasa” Jadi, ayat tersebut bermakna: “Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami jadikan orang-orang yang hidup mewah di antara mereka sebagai penguasa, lalu mereka berbuat kefasikan … dan seterusnya.”
Sementara Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan, tidaklah Allah Subhanahu wata’ala menghancurkan suatu bangsa, kecuali Dia terlebih dahulu mengirim orang-orang untuk memberi peringatan, agar para pemimpin menegakkan keadilan, berbuat ketaatan dan menghentikan segala bentuk kemaksiatan dan kedzaliman.
Namun, jika para penguasa tetap berbuat dzalim, mereka terus-menerus melakukan kedurhakaan dan kerusakan, sementara peringatan tidak dihiraukan, maka saat itulah berlaku ketetapan Allah Subhanahu wata’ala, yakni kehancuran bagi negeri tersebut.
Baca Juga: Satu Tahun Badai Al-Aqsa, Membuka Mata Dunia
Dalam ayat lainnya, beberapa kata yang bermakna kehancuran, antara lain: halaka (menghancurkan), fasada (merusak), dan kata dammara (membinasakan). Semua kehancuran, kerusakan dan kebinasaan itu terjadi disebabkan karena ulah perbuatan manusia sendiri.
Kehancuran terjadi dengan berbagai cara, bisa berupa bencana alam seperti: hujan badai dan banjir bandang, sebagaimana yang ditimpakan pada kaum Nabi Nuh Alaihi salam. Gempa bumi dan likuifaksi seperti yang menimpa kaum Nabi Luth Alaihi salam. Bencana berupa penyakit menular, pandemi dan lainnya seperti yang terjadi pada kaum Nabi Hud, Shaleh, Musa Alaihimus salam dan nabi-nabi lainnya, atau diserang dan dihancurkan musuh seperti yang terjadi pada Bani Israil dan Babilonia.
Dalam konteks sekarang, kehancuran sebuah bangsa bisa juga ditandai dengan kesombongan dan keangkuhan kaum tersebut. Mereka membunuh, mengusir dan menduduki tanah bangsa lain. Maka ketika mereka berada di puncak kesombongannya, saat itulah Allah Subhanahu wata’ala menghancurkan mereka.
Contohnya seperti yang kita saksikan saat ini, kesombongan dan keangkuhan Zionis Israel yang melakukan aksi genosida di Gaza, Palestina. Mereka yang tidak peduli dengan seruan kemanusiaan dari masyarakat internasional. Mereka saat ini berada di puncak kesombongan dan saatnya mereka hancur karena kesombongannya.
Baca Juga: Satu Tahun Taufanul Aqsa
Kehancuran Negara Zionis Israel
Menurut Sayyid Quthb dalam kitab tafsirnya “Fi Dzilalil Qur’an” menyatakan bahwa peristiwa Isra yang disebut dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ mengabarkan tentang tumbangnya kejayaan Bani Israel (Yahudi).
Dalam konteks sejarah berdirinya negara Israel di Palestina, menurut Muhammad Ar-Rasyid, Allah Subhanahu wata’ala memberikan kembali tanah kepada mereka yang kedua kali, ditandai dengan diproklamirkannya negara Israel tahun 1948, setelah mengalahkan musuh-musuhnya (pasukan Arab).
Kemudian, mereka memiliki harta kekayaan yang melimpah, berupa bantuan dari Amerika Serikat dan negara lain yang mendukung mereka. Hegemoni Zionis dilanjutkan dengan kemenangan mereka pada perang tahun 1948 dan 1967 melawan negara-negara Arab (Mesir, Yordania dan Suriah).
Baca Juga: Memetik Buah Manis Syukur dalam Kehidupan Muslim
Dengan kembali dan berkumpulnya bangsa Yahudi di Palestina saat ini, berarti tanda kehancuran mereka yang kedua sudah dekat. Mereka sedang menunggu, Orang yang akan menyuramkan muka mereka dan memasuki Masjid Al-Aqsa serta menghancurkan mereka sehancur-hancurnya. (QS Al-Isra [17]: 7).
Menurut Syaikh Bayuth At-Tamimi, Imam Besar Masjidil Aqsa, tahun 1960-an, dalam bukunya Israil wal Quran (1975) mengatakan, yang akan mampu mengalahkan Zionis Israel adalah “Ibadalana uliy ba’sin syadid“. Hamba-hamba Kami (Allah Subhanahu wata’ala), yang memiliki fisik kuat, mental sehat, dan intelektual hebat (QS Al-Isra [17]: 5).
Sementara itu, dalam pandangan sejarawan sekaligus pakar politik Zionis Israel, Ilan Pappe, negaranya saat ini berada di gerbang kehancuran total.
Dalam tulisannya dia berkata, “Dan, jika diagnosis saya benar, maka kita sedang memasuki situasi yang sangat berbahaya. Israel seperti halnya rezim apartheid di Afrika Selatan pada hari-hari terakhirnya.”
Baca Juga: Amalan yang Paling Banyak Membuat Masuk Surga
Ilan Pappe menyebut, ada enam indikator keruntuhan rezim Zionis Israel, antara lain:
Pertama, perpecahan internal antara orang-orang Yahudi sekuler dan religius di Israel sebelum serangan 7 Oktober 2023 lalu.
Pappe mengatakan, masyarakat sekuler yang sebagian besar adalah orang Yahudi Eropa, berkeinginan terus menindas Palestina dengan cara apa pun, demi mengejar kehidupan yang liberal dan bebas. Sementara komunitas yang beraliran teologis ingin mengubah Israel menjadi rezim yang religius, berdasarkan ajaran Yudaisme, dan eksklusif.
Masing-masing kelompok itu memiliki basis massa yang besar dan saat ini terpolarisasi menjadi dua kutub yang berseberangan. Potensi gesekan di antara kedua massa sangat besar karena perbedaan pandangan dan garis kebijakan.
Baca Juga: Kekuatan Iman, Sumber Ketenangan dalam Hidup Sehari-hari
Kedua, dukungan dari seluruh dunia yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap isu Palestina. Mereka terilhami dari perjuangan melawan apartheid di Afrika Selatan, yang membuat gerakan boikot, divestasi dan sanksi terhadap Israel dan para pendukungnya.
Aksi demonstrasi di berbagai universitas ternama terus mengguncang Amerika Serikat dan Eropa. Banyak warga ikut turun ke jalan demi untuk menyuarakan pembelaan terhadap Palestina yang terjajah.
Ketiga, dalam bidang perekonomian, ada kesenjangan kelas yang tajam di dalam negeri Israel. Setiap tahun, angka kesenjangan terus meningkat sehingga sangat berisiko mengalami kemiskinan ekstrem.
Hal itu ditambah dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk perang setelah tanggal 7 Oktober, sementara bantuan AS tidak menjamin akan terus dapat dikucurkan.
Baca Juga: Meraih Syafaat Melalui Shalawat
Keempat, ketidakmampuan tentara Israel mempertahankan wilayah selatan dan utara. Setidaknya sebanyak 120.000 orang telah melarikan diri dari wilayah pendudukan bagian utara, yang semuanya adalah orang Yahudi dari Galilea.
Sementara itu, semakin banyak remaja Israel yang menjadi korban tewas dan tersandera dalam perang di Gaza. Keluarga mereka menuntut gencatan senjata permanen dengan Palestina, tetapi kabinet Netanyahu bersikeras melanjutkan peperangan.
Kelima, semakin banyaknya generasi baru Yahudi, khususnya yang tinggal di AS, mereka tidak setuju dengan gagasan generasi tua yang menganggap bahwa negara Israel akan dapat melindungi mereka dari gelombang anti-Yahudi.
Saat ini, sejumlah besar generasi baru Yahudi bahkan telah bergabung dengan gerakan solidaritas terhadap Palestina.
Baca Juga: Perjuangan Palestina di PBB, Mungkinkah Berhasil?
Keenam, persatuan nasional Palestina. Perkembangan terkini di antara kelompok-kelompok Palestina menunjukkan bahwa mereka semakin menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan.
Hal itu diperkuat juga dengan dukungan dari negara-negara besar seperti China, Rusia, Turkiye, dan lainnya, termasuk negara seperti Indonesia, Malaysia, Pakistan dan lainnya. Mereka memberikan bantuan dana maupun kapasitas peningkatan SDM yang besar kepada Palestina.
Terlepas dari sejumlah fenomena kehancuran Zionis Yahudi di atas, kaum Muslimin hendaknya tidak menunggu dengan berpangku tangan. Namun, kaum Muslimin bersama umat lainnya hendaknya menggalang persatuan, membangun persaudaraan, saling bekerja sama, mengamalkan perintah Allah Subhanahu wata’ala untuk hidup berjama’ah agar Dia menurunkan pertolongan-Nya sehingga kejahatan Zionis Yahudi tidak terus berlanjut.
Mengenai kapan pastinya kehancuran mereka, hanya Allah Subhanahu wata’ala saja yang Maha Tahu. Tugas kita semua menyongsong hal itu dengan perjuangan semaksimal mungkin.
Baca Juga: Kekuatan Sabar dalam Menghadapi Ujian Hidup
والله أعلمُ بِالصَّوَابِ
Makkah al-Mukarramah,
16 September 2024
Mi’raj News Agency (MINA)