Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepongahan AS akan Hancurkan Yaman 30 Hari Gagal Total

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views

Yaman negara kuat (foto: ig)

PADA awalnya, banyak pihak mengira kekuatan Amerika Serikat (AS) yang dikenal sebagai adikuasa dunia mampu mengendalikan apapun yang menjadi targetnya, termasuk dalam perang di Yaman. Dengan peralatan militer tercanggih, dukungan logistik tanpa batas, dan aliansi strategis bersama negara-negara Teluk, AS sesumbar bahwa menghancurkan kekuatan rakyat Yaman hanya butuh waktu 30 hari. Namun, realitas di lapangan menunjukkan narasi yang sepenuhnya berbeda.

Sejak operasi militer dimulai, Yaman justru membuktikan ketahanan luar biasa. Rakyatnya, yang digerakkan oleh semangat kemerdekaan dan keyakinan ideologis, mampu bertahan dari gempuran udara, blokade ekonomi, hingga infiltrasi darat. Tidak hanya bertahan, Yaman justru balik menekan dengan strategi perang gerilya yang membuat pasukan koalisi pimpinan AS kelimpungan.

Bahkan setelah 30 hari berlalu, bukannya menguasai Yaman, AS dan sekutunya malah terjebak dalam lumpur perlawanan yang melelahkan. Serangan rudal balistik lokal buatan Yaman mampu menembus pertahanan canggih Patriot dan Iron Dome, sementara drone sederhana mereka menjebol infrastruktur strategis koalisi di berbagai wilayah.

Kepongahan militer yang mendewakan teknologi akhirnya terbentur realitas bahwa semangat rakyat yang mempertahankan tanah air jauh lebih kuat daripada senjata tercanggih sekalipun. Warga Yaman berjuang bukan untuk ekspansi, melainkan untuk mempertahankan kehormatan, rumah, dan masa depan mereka dari penjajahan baru bergaya modern.

Baca Juga: Kebebasan Berbohong, Demokrasi Amerika yang Munafik

Gagalnya operasi 30 hari ini menjadi tamparan keras bagi citra militer AS yang selama ini dijual sebagai tak terkalahkan. Media-media mainstream yang awalnya gencar memberitakan “keberhasilan demi keberhasilan” kini terpaksa mengakui kesulitan lapangan dan korban besar yang dialami pasukan koalisi.

Tidak sedikit analis pertahanan dunia yang mulai membandingkan kegagalan di Yaman ini dengan kegagalan tragis AS di Vietnam beberapa dekade lalu. Semangat rakyat melawan penjajahan, medan yang sulit dikendalikan, dan kegagalan memahami karakter lokal menjadi tiga kombinasi maut yang menggerogoti kekuatan adidaya.

Sementara itu, di dalam negeri AS sendiri, suara-suara kritis semakin keras. Banyak pihak mempertanyakan kebijakan luar negeri yang terus menguras anggaran triliunan dolar untuk perang-perang tak bermoral yang justru memperburuk citra Amerika di mata dunia.

Dari perspektif Yaman, kekalahan moral AS ini menjadi kemenangan besar. Rakyat biasa, tanpa dukungan kekuatan besar dunia, mampu membuat negara superpower bertekuk lutut. Ini bukan hanya kemenangan militer, tapi juga kemenangan moral, politik, dan spiritual.

Baca Juga: Senjata, Uang, dan Kekuasaan, Mesin Perang Amerika

Sejumlah negara di kawasan mulai membaca ulang peta kekuasaan. Mereka melihat bahwa melawan dominasi asing bukanlah hal mustahil, sebagaimana ditunjukkan oleh keberanian rakyat Yaman. Pesan ini menggema dari Timur Tengah hingga Afrika Utara, membangkitkan kembali semangat perlawanan terhadap hegemoni.

Selain itu, kegagalan AS di Yaman juga membuka mata dunia bahwa pendekatan militeristik tidak akan pernah berhasil mematahkan aspirasi rakyat yang berjuang untuk kemerdekaan. Justru kekerasan memicu solidaritas, mempererat barisan, dan memperkuat legitimasi perjuangan rakyat.

Di sisi lain, tragedi kemanusiaan di Yaman memperlihatkan betapa brutalnya perang yang dilancarkan atas nama “demokrasi” dan “stabilitas.” Ribuan anak-anak, perempuan, dan orang tua menjadi korban, rumah sakit dan sekolah hancur, namun semua itu tidak berhasil mematahkan semangat rakyat.

Kini, setelah kegagalan tersebut, AS dan sekutunya mencoba mencari jalan keluar terhormat. Diplomasi damai mulai kembali didengungkan, meskipun rakyat Yaman sudah paham bahwa kemenangan sejati hanya datang dengan harga mahal: keteguhan hati dan pengorbanan.

Baca Juga: Pemuda di Tengah Tantangan Zaman

Dunia menyaksikan bahwa dalam sejarah perjuangan, bukan jumlah tank atau pesawat yang menentukan hasil, tetapi kekuatan keyakinan dan keberanian untuk bertahan. Yaman, dengan segala keterbatasannya, berhasil menulis babak baru perlawanan dalam sejarah modern.

Kepongahan AS hancur bukan karena kalah dalam satu pertempuran besar, tetapi karena gagal memahami kekuatan hakiki dari sebuah bangsa yang berjuang mempertahankan tanah airnya. Kegagalan di Yaman adalah pelajaran pahit bahwa superioritas teknologi tidak pernah menjadi jaminan kemenangan atas kekuatan jiwa manusia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ibadah Haji dan Kesatuan Umat Islam

Rekomendasi untuk Anda