New York, MINA – Keputusan militer Israel untuk membebaskan diri dari tanggung jawab atas kematian jurnalis veteran Al-Jazeera yang ditembaknya, menuai kritik dari media internasional pada Kamis (8/9), menandai semakin memburuknya hubungan antara militer dan wartawan yang meliput konflik tersebut.
Asosiasi Pers Asing mengatakan, kesimpulan dari penyelidikan yang telah lama ditunggu-tunggu atas pembunuhan tentara terhadap Shireen Abu Akleh, “menimbulkan pertanyaan besar tentang tindakan militer hari itu dan keraguan serius tentang komitmennya untuk melindungi jurnalis di masa depan.”
Asosiasi tersebut mewakili media internasional yang meliput Israel dan wilayah Palestina, Nahar Net melaporkan.
Abu Akleh, seorang koresponden siaran kewarganegaraan Palestina-Amerika, ditembak di kepala saat meliput serangan Israel di Tepi Barat yang diduduki pada 11 Mei.
Baca Juga: Israel Halangi Evakuasi Jenazah di Gaza Utara
Militer Israel mengatakan pada Senin (5/9), ada “kemungkinan besar” bahwa seorang tentara Israel menembaknya, tetapi menggambarkan penembakan itu sebagai kesalahan selama baku tembak yang berlarut-larut dengan pejuang Palestina.
Militer mengatakan tidak ada penyelidikan kriminal yang akan diluncurkan, yang berarti bahwa baik tentara maupun komandan tidak akan menghadapi hukuman apa pun.
Perdana Menteri Israel Yair Lapid telah menolak seruan AS agar Israel meninjau kembali kebijakan penembakan terbuka yang kontroversial tersebut.
Beberapa investigasi independen, termasuk sejumlah media dunia pada bulan Mei, telah menyimpulkan bahwa Abu Akleh kemungkinan ditembak oleh seorang tentara Israel dan meragukan versi militer dari peristiwa tersebut.
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahnya Sendiri
Rekaman video menunjukkan Abu Akleh dan wartawan lainnya, semuanya mengenakan helm dan rompi yang dengan jelas mengidentifikasi mereka sebagai media. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Penjajah Israel Ingin Akhiri Perang