Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keren di Medsos, Kosong di Dunia Nyata?

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 44 detik yang lalu

44 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

SCROLLING media sosial memang bikin kita kagum. Ada teman yang selalu tampil kece, seolah hidupnya sempurna: liburan terus, kerjaan lancar, punya pasangan serasi, bahkan kata-katanya selalu bijak. Tapi pernah nggak sih kamu mikir, apa semua itu nyata? Atau hanya sekadar ilusi digital yang sengaja dibentuk untuk citra?

Di era digital, media sosial seperti panggung besar. Semua orang bebas jadi siapa saja, bebas menampilkan versi terbaik dari dirinya. Tapi sayangnya, banyak yang akhirnya terjebak dalam pencitraan. Merasa harus selalu terlihat bahagia, produktif, bahkan ‘berisi’—padahal kenyataannya sedang kosong secara emosional dan spiritual.

Fenomena ini nyata, dan banyak anak milenial jadi korbannya. Banyak yang terlihat “keren” di feed, tapi sebenarnya merasa sendiri, cemas, dan tertekan di balik layar. Ada yang terlalu sibuk mempercantik profil Instagram, tapi lupa membangun karakter dan koneksi yang nyata di kehidupan sehari-hari.

Citra digital memang menggoda. Rasanya menyenangkan saat postingan kita di-like ribuan orang. Tapi kita harus sadar, validasi dari media sosial itu fana. Tidak bisa menggantikan makna hubungan manusia yang sebenarnya—yang terjadi dalam obrolan nyata, pelukan hangat, atau bahkan tawa yang tidak perlu filter.

Baca Juga: Scroll Terus, Hidupmu Mau ke Mana?

Parahnya, beberapa orang sampai rela memalsukan kehidupannya. Berutang demi gaya, pura-pura bahagia padahal batinnya luka. Semua demi mempertahankan persona di dunia maya. Dan ketika layar dimatikan, mereka kembali pada kehampaan yang tak bisa dihapus dengan swipe.

Kalau terus begini, kita bukan hanya kehilangan jati diri, tapi juga kebahagiaan sejati. Kita sibuk membangun versi “ideal” di layar, sampai lupa memperbaiki diri di kehidupan nyata. Padahal, yang benar-benar penting bukan seberapa bagus feed-mu, tapi seberapa utuh dirimu ketika tak ada satu pun kamera yang menyorot.

Saat kita terlalu sibuk tampil keren, kita bisa jadi kehilangan momen untuk tumbuh secara utuh. Padahal, dunia nyata butuh kita yang benar-benar hadir: jadi teman yang bisa diandalkan, anak yang penuh tanggung jawab, dan pribadi yang berkembang, bukan cuma populer di jagat maya.

Media sosial bukan musuh, tapi ia bisa jadi jebakan kalau tidak disikapi bijak. Kita bisa tetap eksis, kreatif, dan berbagi hal positif, tanpa harus memalsukan siapa diri kita. Jadikan media sosial sebagai sarana ekspresi, bukan alat pembanding atau pencitraan palsu.

Baca Juga: Mau Kuliah ke Al-Azhar Kairo? Ini Tahapan Seleksinya

Tantangan terbesar generasi ini bukan hanya soal teknologi, tapi soal kejujuran dalam membangun identitas. Di tengah derasnya arus konten dan tekanan sosial, siapa yang bisa tetap jujur pada dirinya sendiri—dialah yang menang.

Jadi, daripada fokus tampil ‘keren’, lebih baik fokus jadi ‘bermakna’. Tanyakan pada dirimu: apa kamu benar-benar bahagia, atau hanya terlihat bahagia? Apa kamu benar-benar berkembang, atau hanya pandai menyembunyikan kerapuhan di balik filter?

Mari berhenti sejenak dari dunia yang serba cepat ini. Renungkan kembali: siapa dirimu tanpa media sosial? Apa yang kamu perjuangkan? Apa yang benar-benar membuatmu hidup? Sebab, hidup ini bukan soal berapa followers yang kamu punya, tapi seberapa banyak kebaikan yang kamu tebarkan.

Di dunia nyata, kamu tidak butuh ratusan likes untuk merasa berharga. Kamu hanya butuh satu hal: kejujuran pada diri sendiri. Jadilah versi terbaikmu di balik layar, bukan hanya di depan kamera. Karena sejatinya, hidup bukan untuk dipamerkan—tapi untuk dijalani dan dimaknai.[]

Baca Juga: Sekolah Insan Mandiri Cibubur Selenggarakan Daurah Literasi Baitul Maqdis untuk Guru-Guru PAI

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: 25 Kata Mutiara Ki Hajar Dewantara yang Mengispirasi Para Guru

Rekomendasi untuk Anda

MINA Edu
Kolom
MINA Preneur
Indonesia
MINA Preneur