Kerinduan Seorang Istri Relawan, Catatan Harian Istri Relawan RS Indonesia di Gaza, Palestina

Hati seorang wanita ibarat sebuah sutra. Sifatnya yang lembut membuat semua manusia membutuhkannnya.  Kelembutannya juga membuat ia menjadi berharga, mulia dan berhak untuk senantiasa dijaga dan dipelihara dari berbagai ancaman yang akan mencederainya.

Tetapi, wanita bukanlah makhluk yang lemah. Ia sebenarnya adalah makhluk Allah yang kuat menahan beban derita yang mungkin seorang laki-laki belum tentu sanggup memikulnya. Meski secara fisik tidak sekuat pria, secara perawakan tidak segagah kaum Adam, namun semua orang mengakui, di balik kelembutannya, sosok wanita menyimpan potensi istimewa, memiliki kekuatan luar biasa yang tidak dimiliki seorang pria.

Ya, selain kelembutan,  kekuatan wanita ada pada sifat ketegaran dan kesabarannya menghadapi segala ujian. Sifat itulah yang kini ada pada sosok wanita istimewa bernama Sulastri. Sudah lebih dari setahun lamanya Sang Suami berada di Gaza, Palestina, menjadi seorang relawan yang gigih berjuang membangun Rumah Sakit Indonesia (RSI) tahap II yang digagas oleh Lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C).

Sulastri (50), adalah seorang ibu rumah tangga yang tetap tegar dan sabar mengasuh keempat anak-anaknya. Sosok yang tetap setia menunggu Sang Suami kembali dari “medan jihadnya”. Sosok wanita yang selalu mendoakan Sang Suami dibalik derai air mata yang membasahi pipinya, mengiringi setiap untaian doa yang ia panjatkan kepada Rabb Yang Maha Pengasih, pengabul segala pinta hamba-hambanya.

Dalam kesehariannya, Ibu Sulastri tetap terlihat tegar. Wajahnya tetap sumringah, ceria dan penuh canda tawa ketika MINA berkunjung ke kediamannya di kompleks Pondok Pesantren Al-Fatah, Cileungsi, Bogor.  Tak ada keluh-kesah terlontar dari lisannya yang mulia. Tak ada raut kesedihan, justru keceriaan yang terpancar mengiringi senyuman dan sapaannya yang hangat terasa. Ungkapan yang selalu ia sampaikan adalah pujian dan rasa syukur atas segala karunia yang telah Allah berikan kepadanya.

Sebelum keberangkatan ke Gaza, Sang Suami tercinta, Muqorrobin  Al-Ayubi berpesan kepadanya: “ Seandainya kakanda tiada umur panjang, apabila hayat sudah tak dikandung badan, Allah takdirkan kakanda menjemput maut di bumi Gaza, ikhlaskan dan relakan kakanda. Jangan ada tangis penyesalan, jangan berlama-lama larut dalam kesedihan. Kepergian kakanda untuk menolong saudara Muslimin yang teraniaya. Niat kakanda bukan untuk mencari harta benda, juga bukan kerena kemewahan dunia, tapi lebih dari pada itu semua, yaitu kasih sayang dan keridhaan Allah dengan memenuhi seruan-Nya. Semoga kelak, Allah persatukan keluarga kita di surga, berdampingan bersama keluarga Rasulullah tercinta, bersama para ulama dan syuhada yang mulia, ”  tutur Sulastri sembari berusaha menyembunyikan tetesan air matanya.

Sulastri mengenang, saat melepas suaminya di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, tiada kata yang mampu terucap selain Sami’na wa Atha’na (kami mendengar seruan itu dan kami mentaatinya). Dengan hati, ia melepas kepergian Sang Suami. Merelakan hidupnya ditinggalkan pujaan hati, demi cintanya yang murni kepada Ilahi Rabbi.

Sebagai manusia biasa, tentu kesedihan saat itu tetap ada. Perasaan khawatir tetaplah terlintas dalam benaknya. Apalagi kondisi keamanan kota Gaza yang tak stabil membuat semakin menumpuk kegelisahannya.  “Ditinggalkan” suami pergi jauh dengan waktu yang begitu lama, tidak ada lembaga yang berani memberi garansi dan jaminan keselamatan, tentu hal itu menjadi pikiran tersendiri bagi keluarga yang ditinggal pergi.

Akan tetapi, harapan sepenuhnya kepada Allah Sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta membuat asa Ibu Sulastri tetap menyala. Kepasrahan yang sempurna kepada Allah yang Maha Bijaksana membuat semangat Ibu Sulastri tetap terjaga. Pengharapan yang tiada henti akan takdir baik dan kasih sayang Allah yang Maha Kasih semakin membuat Ibu Sulastri dan keluarga tetap ceria. Itulah kekuatan yang selama ini dimiliki Ibu Sulastri bersama keluarga, yang hingga saat ini tetap tegar dan ceria menjalani hari-hari, sembari menunggu dan berharap Sang Suami segera kembali.

Kesetiaan itu Tetap Terjaga

“Meski musim kemarau dan penghujan datang dan pergi silih berganti, meski sekuntum bunga yang kau beri, sebagai bukti cinta kasih suci, kini tak lagi harum mewangi, namun cinta yang tulus nan suci kepada Sang Suami tetap selalu terpelihara dalam hati sanubari,” itulah sepenggal sajak yang Ibu Sulastri tuliskankan, kiranya Sang Suami yang masih berada di medan juang, membaca tulisan ini.

“Wahai Suamiku tercinta, meski jarak memisahkan raga kita, meski waktu mengahalangi pertemuan kita, namun percayalah, rinduku kepadamu tetap membara, kesetiaan ini masih kujaga. Di gubug kita yang sederhana ini, di hamparan sajadah yang semakin lusuh ini, aku memendam rindu yang tak bertepi, aku menyimpan kenangan dan harapan untuk tetap bersamamu hingga akhir hayat ini”.

“Aku masih mengingat, sudah 28 tahun usia pernikahan kita. Anak-anak yang dulu kita asuh bersama, dengan berjuta kisah suka maupun duka, kini mereka sudah dewasa. Anak-anak kita sudah ingin pula berumah tangga. Yazid Firdaus Naoman, anak kita yang pertama sedang menabung untuk membeli mahar pernikahannya. Firdatun Nada Al-Ayubi, anak kita yang kedua, begitu berharap, Engkau sendiri yang menjadi wali pernikahannya. Farid Zanjabil Al-Ayubi, anak kita yang ketiga sudah menyusulmu ke Gaza karena begitu rindu kepada ayahandanya, dan Kahlil Gibran Al-Ayubi, anak kita yang bontot sering mengigau dalam tidurnya berharap diberi oleh-oleh mainan istimewa dari Gaza”.

“Suamiku, dalam setiap untaian doa yang kupanjatkan. Semoga Allah senantiasa menjagamu dalam setiap keadaan. Semoga kasih sayang Allah selalu bersamamu dalam setiap langkah perjuangan. Semoga pertolongan Allah selalu menyertaimu dalam menghadapi setiap kesulitan, rintangan dan gangguan. Hanya kepada Allah saja aku berharap, semoga Engkau senantiasa sehat, kuat, bugar dan tetap bersemangat”.

“Suamiku, jaga dirimu dan rindumu untuk aku dan anak-anakmu. Di sini, kami setia menunggu kedatanganmu. Salam rindu tak bertepi dari anak dan istrimu yang menunggumu di sini”. (A/SSH/P2)

Mi’raj News Agency (MINA).

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.