Malang, MINA – Kehalalan suatu produk menjadi nilai yang selalu dicari umat muslim. Namun kenyataannya, masih banyak masyarakat yang tidak menyadari telah mengkonsumsi produk yang tidak halal.
Misalnya anda beli martabak, tulisannya halal. Tapi saat dimasak, diolesi mentega dengan kuas. Bulu-bulu kuasnya berbahan apa? Nah ini yang kadang membuat makanan kita menjadi tidak halal lagi.
Hal tersebut dikemukakan dosen Program Studi (Prodi) Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia (UII), Muhammad Iqbal, S.E.I., M.S.I dalam kegiatan “Bincang Asyik Seputar Ekonomi” belum lama ini sebagaimana keterangan tertulis yang dikutip MINA, Senin (12/10).
Kesadaran halal di pihak produsen masih ternilai rendah. Melihat biaya sertifikasi halal yang terbilang mahal, beberapa oknum menjadikan kehalalan suatu produk hanya sebatas kewajiban untuk memenuhi sertifikasi. Setelah semua proses selesai dan didapatkannya sertifikasi, mereka tidak lagi memperhatikan unsur halal tersebut.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Hal ini dibuktikan Muhammad Iqbal lewat salah satu hasil magang mahasiswa yang menyatakan saat hendak disertifikasi kehalalannya mereka menggunakan semua produk halal, seperti kecapnya. Namun waktu selesai sertifikasinya, kecapnya diganti lagi dengan produk yang tidak teruji halalnya.
Oleh sebab itu, menurut Muhammad Iqbal bukan hanya masalah sertifikasi halal tapi harus ada upaya dari pihak yang berwenang untuk meningkatkan kesadaran dari sisi produsen. Karena percuma saja kalau sudah disertifikasi mau berapa kali pun, kalau mereka masih belum punya kesadaran di diri sendiri.
Kesadaran ini juga perlu dibangun untuk menghindari kerugian bagi umat muslim dalam menjaga kehalalan dari hal yang dikonsumsi.
“Ini bisa jadi contoh ya, sudah lihat konsumennya pakai jilbab kan pasti Islam cari yang halal. Lha kok masih diperbolehkan untuk makan di sana?” jelas Muhammad Iqbal.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Selain kesadaran akan produk yang halal, literasi halal juga perlu ditingkatkan. Pada praktiknya, sertifikasi halal yang diberlakukan baru sampai pada tataran bahan, pengolahan bahan, dan aspek kebersihan. Sayangnya, belum ada yang bisa menguji hingga pada alat-alat yang digunakan. Hal ini berpotensi menghilangkan kehalalan dari suatu produk, apabila alat-alat yang digunakan tidak berasal dari bahan yang halal.
Muhammad Iqbal menjelaskan melalui hasil dari sebuah penelitian bahwa seluruh tubuh babi dari ujung depan hingga belakang dapat terpakai untuk membuat suatu produk.
“Unsur yang digunakan untuk mengeraskan batako juga ada beberapa yang terbuat dari babi”. Ini yang akhirnya membuat literasi halal itu perlu ditingkatkan, baik untuk produsen maupun konsumen,” imbuhnya.
Saat ini label halal tidak hanya menyasar pada industri kuliner. Beberapa industri kecantikan dan pakaian pun sudah berlomba-lomba mendapatkan label halal.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Untuk itulah, Muhammad Iqbal mengajak untuk selalu memperhatikan segala hal yang bersinggungan dengan kita. Tidak hanya yang dikonsumsi, bahkan pakaian, perabot rumah pun perlu diperhatikan kehalalannya.(R/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal