Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kesaksian Keluarga Korban Bom Gereja : Kami Dibaptis di Sini dan Mati di Sini

Ali Farkhan Tsani - Sabtu, 21 Oktober 2023 - 06:59 WIB

Sabtu, 21 Oktober 2023 - 06:59 WIB

12 Views

Gaza, MINA – Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius, gereja tertua di Gaza dibom oleh pesawat militer pendudukan Israel, Kamis malam (19/10).

Setidaknya, sampai Jumat sore, 20/10, 18 orang tewas, termasuk beberapa anak-anak, setelah serangan udara Israel menghantam gereja yang juga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi para pengungsi itu.

Orang-orang sudah tidak punya tempat berlindung lagi, hingga akhirnya berlindung di Gereja Saint Porphyrius itu. Tapi serangan udara Israel pun mengebom tempat keagamaan umat Kristiani tersebut.

Di antara keluarga korban keganasan serangan Israel adalah keluarga muda Ibrahim Jahsan. Keluarga mereka berlindung di gereja itu sejak perang dimulai, 7 Oktober 2023.

Baca Juga: Pemukim Ilegal Serang Petani Palestina saat Panen Zaitun

Salah satu dari 1.000 umat Kristen di Gaza, Jahsan tidak pernah meragukan bahwa gereja adalah tempat yang aman baginya.

Ia bersama istrinya yang sedang hamil, serta dua anaknya yang berusia lima dan enam tahun.

Gereja Ortodoks Yunani yang terletak di lingkungan Zaytoun, secara tradisional berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi umat Kristen dan Muslim selama perang berkala Israel melawan Palestina.

Gereja itu melindungi ratusan orang ketika bom Israel merusak parah salah satu dari empat bangunan di kompleksnya, menyebabkan langit-langitnya runtuh dan menyebabkan puluhan orang terjebak di bawah beton, menurut para saksi.

Baca Juga: Pengusaha Israel Ramai-ramai Pindahkan Modalnya ke Luar Negeri

Pada Jumat sore, 20 Oktober 2023, Patriarkat Ortodoks Yerusalem mengatakan kepada Al Jazeera bahwa setidaknya 18 orang dipastikan tewas, termasuk beberapa anak-anak.

Seorang wanita menunjukkan gambar bayi, George Ramez al-Souri, salah satu dari 18 korban tewas menyusul serangan udara Israel itu.

“Kami pikir kami akan dilindungi di dalam gereja,” kata Jahsan, masih terguncang jiwanya akibat ledakan dahsyat yang menurutnya terjadi tanpa disangka, pada malam hari.

“Kami hanya berdoa kepada Tuhan untuk mengakhiri perang ini,” ujarnya.

Baca Juga: Israel Hancurkan Rumah dan Tempat Pengungsian di Gaza Utara

Sekitar 200 anak-anak, wanita, orang tua dan orang sakit berlindung di gereja tersebut ketika pesawat tempur Israel menargetkan bangunan tersebut dengan dua serangan, kata Ibrahim Al-Souri, korban selamat lainnya yang juga berlindung.

“Kami pikir kami akan dilindungi oleh gereja tetapi sayangnya pendudukan brutal Israel tidak membeda-bedakan,” katanya.

“Mereka menargetkan gereja, masjid, dan rumah sakit. Tidak ada tempat yang aman lagi,” lanjutnya.

Al-Souri meminta masyarakat bebas di seluruh dunia untuk menekan pemerintah masing-masing agar menghentikan pertumpahan darah terhadap warga Palestina.

Baca Juga: Israel Tutup Masjid Ibrahimi untuk Perayaan Hari Raya Yahudi

“Kami tahu bahwa banyak pemimpin dunia Barat menentang kami, namun seperti yang dikatakan Yasser Arafat, kami adalah bangsa yang perkasa. Dan inilah harga yang harus kita bayar,” katanya.

Keluhan Pastor

Menurut Pastor Issa Musleh dari Patriarkat Ortodoks Yunani di Betlehem, bangunan yang runtuh tersebut merupakan bagian dari kompleks gereja.

Puluhan orang ditemukan terluka saat upaya penyelamatan masih dilakukan pada hari Jumat untuk menemukan korban yang terjebak di bawah reruntuhan.

Baca Juga: Komandan Brigade Lapis Baja Israel Tewas di Utara Gaza

“Seorang wanita sedang menunggu ketiga anaknya dikeluarkan dari reruntuhan,” kata saksi lain di gereja tersebut, yang tidak mau menyebutkan nama aslinya.

Sebagai seorang Kristen Ortodoks, dia mengatakan dia mencari perlindungan di gereja tersebut setelah perang dimulai, karena mengira itu adalah tempat yang aman.

Dia tetap berada di sana meskipun ada perintah Israel agar penduduk Kota Gaza pindah ke selatan.

“Kami tidak melarikan diri tadi malam karena kami takut akan diserang dalam perjalanan,” katanya.

Baca Juga: Ribuan Pemukim Yahudi Lakukan Ritual Talmud di Masjid Al-Aqsa

Sejak perang dimulai, masjid, sekolah, dan rumah sakit tempat orang-orang mencari keselamatan setelah meninggalkan rumah mereka diserang.

Dua hari yang lalu, enam orang tewas setelah serangan udara Israel menghantam sekolah UNRWA di kamp pengungsi al-Maghazi di Gaza.

Kemudian pada hari itu juga, ledakan besar di Rumah Sakit Baptis Arab al-Ahli menewaskan ratusan orang lainnya.

“Orang-orang di sana, Muslim dan Kristen, mengira mereka akan aman di dalam gedung gereja,” kata Pastor Issa Musleh.

Baca Juga: Menteri Ben Gvir ikut Pemukim Yahudi Serbu Masjid Al-Aqsa

“Karena ini adalah gereja, mereka tidak mengira gereja itu akan dibom oleh Israel,” lanjutnya.

Seorang warga Kristen, yang hanya menyebutkan namanya sebagai Fadi, mengatakan tidak ada seorang pun yang aman di Gaza, apa pun agamanya.

“Pesan ini ditujukan kepada Biden, Presiden Amerika Serikat, Komunitas Kristen di Gaza menjadi sasaran,” kata pria berusia 31 tahun yang lahir dan besar di Gaza tersebut.

“Tidak ada yang aman dan semua orang dalam bahaya. Setiap orang harus bergerak untuk menghentikan ini,” imbuhnya.

Baca Juga: 26 Tentara Israel Terluka dalam 24 Jam

Warga paa akhirnya mengatakan, “Kami dibaptis di sini dan pada akhirnya banyak di antara keluarga kami pun mati di sini.” (A/RS2/P1)

Sumber : Al Jazeera

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Di Manakah Jenazah Yahya Al-Sinwar?

Rekomendasi untuk Anda