Kesehatan mental adalah aspek fundamental dari kesejahteraan manusia yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa gangguan mental mencakup berbagai kondisi, seperti depresi, kecemasan, skizofrenia, dan gangguan bipolar. Sayangnya, meskipun ilmu pengetahuan telah banyak mengungkap fakta mengenai kesehatan mental, stigma terhadap penderita gangguan mental masih marak di berbagai masyarakat.
Stigma terhadap kesehatan mental sering muncul dalam bentuk stereotip negatif, diskriminasi, dan marginalisasi terhadap individu yang mengalami gangguan mental. Studi yang dilakukan oleh Corrigan et al. (2005) menunjukkan bahwa stigma sosial dapat membuat individu enggan mencari bantuan profesional karena takut dicap sebagai “gila” atau “lemah.” Stigma ini diperparah oleh media yang sering menggambarkan penderita gangguan mental sebagai individu berbahaya atau tidak dapat diandalkan.
Beberapa budaya memiliki pandangan yang lebih konservatif mengenai kesehatan mental, menganggapnya sebagai akibat dari kurangnya iman, karma, atau bahkan gangguan supranatural. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Cross-Cultural Psychology, masyarakat Asia dan Timur Tengah lebih cenderung menghubungkan gangguan mental dengan faktor spiritual dibandingkan dengan masyarakat Barat yang lebih menerima perspektif medis dan psikologis. Hal ini menyebabkan banyak individu yang enggan mencari pengobatan medis dan lebih memilih metode alternatif seperti pengobatan tradisional atau spiritual.
Penelitian oleh Livingston & Boyd (2010) menunjukkan bahwa stigma terhadap kesehatan mental memiliki dampak serius pada kesejahteraan individu. Stigma dapat menyebabkan perasaan rendah diri, isolasi sosial, dan bahkan memperparah gejala gangguan mental itu sendiri. Beberapa penderita bahkan mengalami diskriminasi dalam pekerjaan dan pendidikan, sehingga memperburuk kondisi mereka.
Baca Juga: 10 Cara Efektif Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital
Data dari WHO menyebutkan bahwa lebih dari 450 juta orang di dunia mengalami gangguan mental, dan depresi menjadi penyebab utama kecacatan secara global. Sayangnya, meskipun prevalensinya tinggi, hanya sebagian kecil individu yang mencari pengobatan karena berbagai hambatan, termasuk stigma dan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan mental.
Karena itu, media memiliki peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap kesehatan mental. Kampanye kesadaran kesehatan mental yang berbasis media telah terbukti efektif dalam mengurangi stigma. Sebuah penelitian dalam The Lancet Psychiatry menunjukkan bahwa kampanye publik yang memberikan informasi akurat tentang kesehatan mental dapat meningkatkan pemahaman dan empati masyarakat, sehingga mendorong lebih banyak individu untuk mencari bantuan profesional.
Penelitian oleh Uchino (2006) dalam Psychological Bulletin menemukan bahwa dukungan sosial dari keluarga dan teman berperan besar dalam pemulihan individu dengan gangguan mental. Dukungan ini tidak hanya membantu individu dalam mengatasi stigma tetapi juga meningkatkan efektivitas pengobatan. Sebaliknya, kurangnya dukungan sosial dapat memperburuk kondisi mental seseorang.
Pentingnya Akses terhadap Layanan Kesehatan Mental
Baca Juga: 7 Bahaya Perut Buncit yang Wajib Diketahui, Nomor 5 Paling Mengejutkan!
Selain stigma, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan mental juga menjadi tantangan utama. Data dari American Psychological Association menunjukkan bahwa di banyak negara berkembang, rasio psikolog terhadap populasi sangat rendah, dan biaya terapi sering kali tidak terjangkau. Reformasi kebijakan kesehatan mental diperlukan agar layanan kesehatan mental lebih mudah diakses dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Edukasi kesehatan mental di sekolah dan tempat kerja dapat membantu menghilangkan mitos dan meningkatkan pemahaman tentang kesehatan mental. Penelitian oleh Jorm et al. (2012) menemukan bahwa program edukasi kesehatan mental yang menyasar anak muda dapat secara signifikan mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental sejak dini.
Stigma terhadap kesehatan mental merupakan hambatan utama dalam penanganan gangguan mental. Namun, dengan semakin banyaknya penelitian ilmiah, kampanye kesadaran, dan kebijakan yang mendukung layanan kesehatan mental, perlahan-lahan stigma ini dapat dikurangi. Masyarakat perlu memahami bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, dan individu dengan gangguan mental berhak mendapatkan perawatan yang layak tanpa takut akan diskriminasi.
Solusi Islam terhadap Stigma Kesehatan Mental
Baca Juga: Kemenkes: Kasus Kanker di Indonesia Diprediksi Meningkat 70 persen pada 2050
Islam menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental melalui keseimbangan spiritual, emosional, dan sosial. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.“ (Qs. Ar-Ra’d: 28). Ayat ini menunjukkan bahwa zikrullah (mengingat Allah) memiliki dampak positif pada ketenangan jiwa. Studi psikologi positif menunjukkan bahwa individu yang memiliki keterikatan spiritual yang kuat cenderung lebih mampu menghadapi stres dan tekanan hidup. Dalam Islam, ibadah seperti shalat, puasa, dan doa bukan sekadar ritual, tetapi juga terapi jiwa yang memperkuat ketahanan mental seseorang.
Selain itu Islam juga menekankan pentingnya ukhuwah (persaudaraan) dalam membantu individu yang mengalami kesulitan, termasuk gangguan mental. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit.“ (HR. Muslim). Dukungan sosial terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan pemulihan mental.
Studi dalam American Journal of Community Psychology menemukan bahwa individu dengan jaringan sosial yang kuat memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih rendah. Islam mendorong empati dan kepedulian terhadap sesama melalui konsep ta’awun (tolong-menolong) dan silaturahim, yang dapat mengurangi isolasi sosial penderita gangguan mental.
Selain itu, kesehatan mental harus ditangani secara holistik, melibatkan aspek spiritual, psikologis, dan fisik. Dalam hadis, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan pentingnya mencari pengobatan, “Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya.“ (HR. Bukhari). Islam tidak menolak ilmu kedokteran modern dalam menangani kesehatan mental, tetapi justru mendorong pengobatan yang sejalan dengan syariat.
Baca Juga: 10 Manfaat Sunnah Tidur Miring ke Kanan
Penggunaan terapi kognitif berbasis nilai-nilai Islam, seperti Islamic Cognitive Behavioral Therapy (I-CBT), telah terbukti efektif dalam mengatasi kecemasan dan depresi. Islam juga mendorong gaya hidup sehat, seperti menjaga pola makan halal dan thayyib, olahraga, serta manajemen stres melalui tawakkal (berserah diri kepada Allah), yang secara ilmiah terbukti mengurangi tekanan psikologis. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjaga Kebugaran Tubuh: Tips Sederhana dalam Kehidupan Sehari-Hari