Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketakutan Seorang Mukmin

Bahron Ansori - Kamis, 21 April 2016 - 20:39 WIB

Kamis, 21 April 2016 - 20:39 WIB

692 Views

Oleh Bahron Ansori, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Menurut Ustman bin Affan, ada enam ketakutan dalam diri seorang Mukmin. “Bagi orang mukmin ada enam macam dalam hal takut yang membayang-bayangi dirinya,” demikian ujarnya. Enam ketakutan itu antara lain sebagai berikut.

Pertama, takut jika Allah Ta’ala mencabut iman dari dirinya. Bagi seorang Muslim, apalah artinya hidup tanpa iman. Iman adalah hal terpenting dalam hidup seorang Muslim. Dengan iman itu pula seorang Muslim bisa mengenal siapa Tuhanya, siapa dirinya, dari mana ia berasal, apa tujuan diciptakan di dunia dan ke mana sebenarnya akhir perjalanan hidupnya di dunia ini.

Dengan iman itu pula seorang Muslim jadi mengetahui perbedaan antara kebenaran dan kesalahan. Iman adalah harga mati yang harus dimiliki seorang Muslim. Karena itu, ia akan merasa takut sekali jika imannya dicabut oleh Allah Ta’ala.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Mati dalam keadaan mempunyai iman di dada adalah sebuah keberuntungan bagi seorang Muslim. Andai saat kematian itu menjemput seseorang tanpa ada iman di hatinya, maka bisa dipastikan ia akan mati dalam keadaan su’ul khatimah (akhir kematian yang buruk),  nauzubillah.

Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadis serta ahlul Madinah (ulama Madinah) –semoga Allah merahmati mereka- demikian juga para pengikut madzhab Zhahiriyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan.

Para ulama salaf –semoga Allah merahmati mereka- menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang (lihat Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9).

Kedua, takut kepada malaikat pencatat kalau-kalau mereka mencatat segala sesuatu kejelekan yang memalukannya pada hari kiamat. Beriman kepada malaikat-malaikat Allah adalah kewajiban yang harus diyakini seorang Muslim (Qs. Al-Baqarah: 285). Siapakah Malaikat itu? Malaikat adalah makhluk (ciptaan Allah Ta’ala) cahaya, tidak makan, tidak minum, tidak tidur, dan tidak berjenis kelamin. Mereka adalah alam lain yang berdiri sendiri dan berbeda fisik dan jasadnya.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Ar-Razi dalam At-Tafsiirul Al-Kabiir juz 2 halaman 160 menulis tentang definisi malaikat menurut Islam, nasrani, dan penyembah berhala. Menurut mayoritas ulama Islam, malaikat adalah makhluk halus yang diciptakan dari cahaya dan mampu berubah-ubah bentuk yang berbeda. Sedangkan menurut sekte nasrani, malaikat adalah roh yang telah terpisah dari tubuhnya, dapat berbicara, dan memiliki sifat bersih dan baik.

Menurut golongan penyembah berhala, malaikat adalah bintang yang bertugas memberi kebahagiaan atau kesengsaraan. Malaikat pemberi kebahagiaan disebut malaikat rahmah, dan malaikat yang memberi kesengsaraan disebut malaikat azab. Dengan demikian bintang, menurut mereka, adalah makhluk hidup yang dapat berbicara.

Ketiga, takut setan yang akan membatalkan (merusak) amal-amalnya. Setan adalah musuh nyata bagi setiap Bani Adam, terlebih lagi seorang Muslim. Seorang Muslim harus mampu memagari dirinya dengan selalu zikir kepada Allah agar terhindar dari godaan setan terkutuk. Tidak sedikit seorang yang beramal awalnya mempunyai niat yang ikhlas, tapi diakhirnya ia menjadi riya akibat godaan setan yang tak diwaspadainya.

Mari belajar dari kisah tiga hamba Allah yang amal-amal mereka saat di akhirat tertolak karena terselip riya akibat godaan setan. Abu Hurairah meriwayatkan, ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Manusia pertama yang diadili pada hari Kiamat nanti adalah orang yang mati syahid. Orang yang mati syahid didatangkan di hadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Aku berperang demi membela agamamu.”

Allah berkata, “Kamu bohong.Kamu berperang supaya orang-orang menyebutmu Sang Pemberani.” Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-NYa. Akhirnya ia dilempar ke neraka.

Seorang penuntut ilmu yang mengamalkan ilmunya dan rajin membaca al-Qur’an didatangkan dihadapan Allah. Lalu ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.

Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengamalkannnya, dan aku membaca al-Qur’an demi mencari ridhamu.”

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu mencari ilmu supaya orang lain menyebutmu orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an supaya orang lain menyebutmu orang yang rajin membaca al-Qur’an.” Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-NYa. Akhirnya ia dilempar ke neraka.

Selanjutnya, seorang yang memiliki kekayaan berlimpah dan terkenal karena kedermawanannya, didatang dihadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.

Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Semua harta kekayaan yang aku punya tidak aku sukai, kecuali aku sedekah karena-Mu.”

Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu melakukan itu semua agar orang-orang menyebutmu orang dermawan dan murah hati.” Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-NYa. Akhirnya ia dilempar ke neraka.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Abu Hurairah berkata, “Kemudian Rasulullah menepuk pahaku seraya berkata, “Wahai Abu Hurairah, mereka adalag manusia pertama yang merasakan panasnya api neraka Jahanam di Hari Kiamat nanti.” (HR. Muslim)

tumblr_mg27iypnuF1rzf3yxo1_500Keempat, takut kepada malaikat maut yang akan merenggut nyawanya secara mendadak dalam keadaan dirinya lalai. Tak sedikit manusia yang mati setelah melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. Di antara mereka mungkin ada yang berkata, “Ah, gampang, mumpung masih muda, nikmati aja semuanya (kemaksiatan). Mumpung ada kesempatan…”

Ternyata, Allah Ta’ala menghendaki kematian padanya setelah atau saat kemaksiatan sedang ia jalankan. Sungguh, kematian dalam kemaksiatan itulah akhir dari kematian yang buruk (suul khatimah), nauzubillahi min dzalik. Kematian memang rahasia Ilahi, seperti yang pernah difirmankan-Nya

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ اْلمـَوْتُ وَ لَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ

Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (Qs. An-Nisa’/ 4: 78).

Sejatinya, seorang Muslim sudah mempersiapkan diri dengan bekal sebanyak dan sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan Malaikat Maut dan berharap kepada Allah Ta’ala agar akhir kematiannya dalam keadaan yang baik (husnul khatimah).

Kelima, takut kepada dunia yang dapat memperdaya dan menyibukkan dirinya sehingga akhirnya melalaikan akhirat. Seorang Muslim pasti membutuhkan dunia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi, ia harus berhati-hati dengan jebakan dunia yang bisa membuatnya lalai dari mengingat Allah Ta’ala.

Dunia memang indah, tetapi bila tidak berhati-hati memandangnya, maka seorang Muslim akan terjebak. Tentang indahnya dunia beserta isinya ini, sudah diingatkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya yang artinya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: ‘Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”  (Qs. Ali ‘Imran: 14-15)

Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!

Keenam, takut kepada anak isteri dan keluarga yang menyebabkan dirinya sibuk mengurusi mereka dan melupakan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.”  (Qs. At-Taghabun: 15)

Al-Alusi berkata, “Janganlah karena mementingkan pengurusan (anak-anak dan harta) dan memerhatikan kemaslahatannya serta bersenang-senang dengannya, menyebabkan kalian tersibukkan dari berdzikir kepada Allah Ta’ala berupa shalat dan ibadah-ibadah lainnya, yang akan mengingatkan kalian kepada sesembahan yang haq.” (Tafsir Al-Alusi).

Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari segala bentuk keburukan sehingga kita selamat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.(R02/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI

 

Bottom of Form

 

Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
MINA Preneur
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom