Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketangguhan Pejuang Palestina dan Pesimisme Tentara Israel dalam Krisis Gaza

Widi Kusnadi - 18 detik yang lalu

18 detik yang lalu

0 Views

Pejuang Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas di Jalur Gaza, Palestina. (Foto: Press TV)

PENJAJAHAN Zionis Israel terhadap rakyat Palestina, khususnya di Gaza hingga saat ini masih berlangsung. Rakyat Palestina tentu tidak diam begitu saja, mereka melakukan perlawanan. Ketangguhan para pejuang Palestina dibuktikan dalam perang di Gaza saat ini.

Sebaliknya, tentara Zionis Israel yang katanya dikenal memiliki senjata cangggih dan keunggulan-keunggulan lain seperti yang mereka beritakan, ternya tidak terbukti di Gaza. Pesimisme tentara Israel di Gaza begitu jelas, apalagi saat berhadapan dengan pejuang.

Ketangguhan para pejuang Hamas tercermin ketika dihadapkan pada kekuatan militer Israel yang digembar-gemborkan superior secara teknologi dan logistik. Setahun lebih perang di Gaza, para pejuang masih mampu bertahan, bahkan melakukan serangan gerilya.

Di sisi lain, sejumlah laporan menunjukkan munculnya rasa pesimisme di kalangan tentara Israel, apakah misi mereka menguasai Gaza, menghabisi pejuang dan membebaskan sandera akan berhasil? Sampai sejauh ini belum nampak bukti-buktinya.

Baca Juga: 10 Akhlak dalam Pernikahan: Pondasi Keharmonisan

Ketangguhan Pejuang Hamas

Hamas, yang beroperasi sebagai kelompok pejuang bersenjata sekaligus pengelola pemerintahan di Gaza, dikenal dengan strategi perlawanan yang adaptif. Kelompok ini mengandalkan jaringan terowongan bawah tanah, serangan roket, dan perang asimetris untuk menghadapi Israel.

Michael Stephens, seorang pengamat dari Royal United Services Institute (RUSI), mengatakan, “Hamas telah membangun model perlawanan yang tidak hanya berbasis pada kekuatan militer, tetapi juga pada kemampuan untuk bertahan secara psikologis dalam konflik berkepanjangan.”

Dalam wawancara dengan media internasional, seorang komandan Hamas (yang tidak mau disebut namanya) menegaskan bahwa mereka tidak hanya bertempur untuk mempertahankan wilayah, tetapi juga untuk mempertahankan martabat bangsa Palestina.

Baca Juga: Krisis Kemanusiaan di Palestina, Tanggung Jawab Global

Kami tahu kekuatan mereka lebih besar, tetapi ketahanan kami adalah pesan kepada dunia bahwa rakyat Palestina tidak akan tunduk pada penjajahan,” katanya.

Pesimisme di Kalangan Tentara Israel

Di sisi lain, laporan dari sejumlah media Israel dan pengamat militer menunjukkan adanya rasa frustrasi dan pesimisme di kalangan tentara Israel. Operasi militer yang berkepanjangan, risiko korban jiwa yang terus meningkat, dan tekanan politik internal membuat semangat pasukan terkikis.

Amos Harel, seorang analis keamanan Israel dari media Haaretz, mencatat bahwa ada “Ketidakpuasan yang meningkat di kalangan tentara muda yang merasa bahwa konflik ini tidak memiliki solusi nyata dan tidak jelas kapan akan berakhir.”

Baca Juga: Manusia yang Paling Buruk di Sisi Allah: Sebuah Refleksi Hadist tentang Akhlak dan Kehidupan Bermasyarakat

Seorang tentara cadangan Israel yang diwawancarai oleh media lokal mengungkapkan rasa frustrasinya: “Kami memiliki senjata terbaik dan pelatihan terbaik, tetapi setiap kali kami menguasai wilayah, kami tahu itu hanya sementara. Rasanya seperti kami tidak pernah benar-benar menang.”

Perspektif Pengamat Militer Internasional

Pengamat internasional juga menyoroti dinamika ini. Colonel Richard Kemp, mantan komandan pasukan Inggris di Afghanistan, mencatat bahwa meskipun Israel memiliki keunggulan militer, Hamas berhasil memanfaatkan elemen-elemen asimetris untuk merongrong moral tentara.

Kemenangan dalam perang seperti ini tidak selalu diukur dengan jumlah korban atau wilayah yang dikuasai, tetapi dengan kemampuan untuk bertahan dan mempertahankan tujuan politik dan moral mereka,” ujarnya.

Baca Juga: 13 Peran Suami dalam Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

Sementara itu, Sara Roy, seorang akademisi dari Universitas Harvard, mengatakan bahwa konflik di Gaza lebih dari sekadar perang militer. “Ini adalah perang narasi, di mana Hamas berupaya untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka adalah simbol perlawanan rakyat Palestina, sementara Israel berusaha menampilkan dirinya sebagai pembela rakyatnya dari ancaman teroris,” katanya.

Komandan Brigade Kfir (Israel), Letnan Kolonel Yaniv Barot, yang telah aktif di Jalur Gaza utara selama dua bulan terakhir menyatakan, “Selama periode ini, pasukan militer di wilayah tersebut menemukan 7 terowongan. Ada yang panjangnya mencapai setengah kilometer. Terowongan itu sangat kompleks dan ditemukan di setiap lingkungan. Salah satu tugas tentara adalah mencapai Infrastruktur bawah tanah ini. Kemudian menghancurkannya.”

Pekerjaan mereka di Jalur Gaza utara melelahkan dan berbahaya serta telah menyebabkan kerugian besar. “Kami kehilangan 12 tentara di sini, yang merupakan harga yang mahal, dan tantangan yang paling penting adalah menjaga fleksibilitas setelah kejadian seperti itu

Pakar Militer Israel, Avi Issakharov mengatakan bahwa Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Hamas menurutnya telah belajar untuk beralih ke perang gerilya di Jalur Gaza. Hamas tidak lagi bertindak sebagai kerangka militer seperti di masa lalu, “tetapi kabar buruknya adalah sulit untuk melihat akhir dari peristiwa ini. Dibutuhkan perjuangan berbulan-bulan untuk menyelesaikan misi militer di Gaza utara, itupun hanya melucuti kekuatan militer saja, dan kedua, hal ini menimbulkan korban jiwa yang besar.” Ketiga, Hamas sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah.”

Baca Juga: Bulan Rajab untuk Pembebasan Masjidil Aqsa

Dia menjelaskan bahwa bahkan di kota-kota utara Jalur Gaza, upaya untuk menembakkan roket ke Israel, dan upaya untuk menyerang tentara menggunakan kelompok kecil yang terdiri dari 3 hingga 4 orang bersenjata, atau mungkin lebih sedikit, terus berlanjut.

Israel mengaku sudah membunuh sejumlah petinggi Hamas belum lama ini: Yahya Sinwar, Ismail Haniyeh, dan Aruri. Namun kematian mereka, sama sekali tidak melemahkan kekuatan militer Hamas.

Analis Israel itu menunjukkan bahwa tidak ada hierarki kepemimpinan yang jelas di Hamas. Dalam keadaan demikian, Hamas telah belajar untuk beralih ke perang gerilya dalam segala hal, di wilayah yang hancur, dan di wilayah inilah Israel berada. Tentara Hamas bertempur dengan kekuatan yang jauh lebih besar.

Dia menekankan bahwa gerakan Hamas telah melakukan reorganisasi secara sipil dan militer di Kota Gaza, sekitar dua kilometer selatan Jalur Gaza utara. Gerakan tersebut telah secara efektif membangun kembali kemampuan pemerintahan dan kepemimpinan militernya, seraya menunjukkan bahwa komandan Brigade Gaza di Hamas , Ezz al-Din Haddad, melanjutkan pekerjaannya di Kota Gaza dan mengelola operasi Militer di kota tersebut dari sana.

Baca Juga: Kematian Kareem Badawi dalam Serangan New Orleans Hancurkan Hati Keluarga

Issakharov mengatakan, “Bahkan di daerah lain di mana tentara Israel tidak aktif, seperti kamp pengungsi di Jalur Gaza tengah, Al-Mawasi (selatan) dan Deir Al-Balah (tengah), Hamas mendapatkan kembali kemampuannya dan membuktikan kekuatan mereka. kemampuan untuk memerintah, terlepas dari tingkat kerusakan yang dideritanya akibat pemboman Israel.”

Analis tersebut mempertimbangkan, “Masalah terbesar bagi Israel adalah meskipun Hamas akan terus menerima serangan militer, berulang kali, tanpa adanya upaya nyata untuk menciptakan penguasa alternatif, gerakan tersebut akan berhasil merehabilitasi dirinya lagi dan lagi.”

Sejak 7 Oktober 2023, Israel, dengan dukungan Amerika, telah melakukan genosida di Jalur Gaza, menyebabkan lebih dari 154.000 orang Palestina menjadi martir dan terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 11.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menewaskan puluhan anak-anak dan orang tua, dalam salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

Konflik di Gaza terus menjadi salah satu tantangan terbesar dalam upaya perdamaian di Timur Tengah. Ketangguhan Hamas di satu sisi dan rasa pesimisme di kalangan tentara Israel di sisi lain menunjukkan kompleksitas yang tidak mudah diselesaikan. []

Baca Juga: Menjaga Ukhuwah Islamiyah dalam Kehidupan Berjama’ah

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Palestina