Ketentuan Bermedia Sosial Menurut Kaca Mata Islam

Oleh, Muhamad , Wartawan Kantor Berita MINA Biro Sumatera

Perubahan-perubahan pola komunikasi manusia di era internet, sangat memungkinkan manusia untuk aktif menggunakan . Bahkan pengguna internet hampir tak ada batasan dalam bermedia sosial, mau bagaimana dan seperti apa polanya bermedia sosial tergantung pada penggunanya.

Seperti halnya seseorang dalam menjalani kehidupan, tentu ada syarat dan ketentuan (s&k) yang harus dipahami dan dijalankan. Tak hanya Islam, setiap umat beragama punya s&k yang menjadi dasar berlangsungnya kehidupan yang sesuai dengan etika dan norma yang menjunjung tinggi kebersamaan, saling menghormati, menyayangi dan saling tolong-menolong.

Dalam bermedia sosial, kita akan dihadapkan dengan jutaan pengguna yang mau tidak mau kita akan berinteraksi dengan mereka, bertukar informasi, bertukar pendapat, pemikiran, bahkan bertukar identitas seperti nomor ponsel dan sebagainya.

Pada hakikatnya, bermain media sosial ibarat menghunus sebuah pedang, apabila salah mengayuhkannya, maka kita sendiri yang akan tertebas. Islam sebagai agama akhir zaman selalu menuntun manusia pada kebaikan, seperti halnya dalam aktivitas bermedia sosial.

Media Sosial Sebagai Sarana untuk Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Melihat aktivitas masyarakat di media sosial khususnya masyarakat muslim, masih ada yang etikanya belum sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadits, seperti bullying, tuduhan, serta “nyinyiran”, komentar-komentar yang seharusnya tidak dilontarkan dan masih banyak lagi.

Fenomena ini tentu perlu perhatian besar, namun juga perlu adanya kesadaran diri masing-masing, karena sesuai prinsipnya, bahwa baik buruknya media sosial itu dilihat dari siapa yang menggunakan.

Media sosial memberikan ruang bagi kita untuk bebas berpendapat, namun berpendapat seringkali disalahgunakan untuk membuat fitnah, opini palsu, serta menebar kebencian. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu Wata’ala menuntun manusia agar senantiasa membela apa yang baik, seperti dalam surah Ali-Imran ayat 104:

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ  ١٠٤

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imron: 104).

Jelaslah bahwa sebuah kemungkaran pasti akan mendatangkan kesulitan, terutama di hari kiamat. Padahal, alangkah mudahnya kita menyebarkan kebaikan di media sosial, dengan penggunanya yang begitu banyak, maka akan sangat mudah apa yang kita share di medsos itu tersebar dan dilihat oleh banyak pengguna lain.

Kita bisa memulai dengan memposting konten dakwah misalnya, atau kata mutiara Islam yang berarti positif dan dapat memberikan nilai positif terhadap kehidupan masyarakat, dengan begitu kita sudah menjadi pengguna medsos yang taat terhadap aturan berkehidupan.

Menyebar Informasi dengan Benar (Fakta)

Dalam Al-Qur’an, kita dituntun untuk mengutarakan opini yang jujur dan didasarkan pada bukti serta fakta di lapangan. Menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya oleh Al-Qur’an dikenal dengan istilah “Qaul Zuur” yang berarti perkataan buruk atau kesaksian palsu.

Firman Allah Subhanahu Wata’ala:

ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ حُرُمَٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِۦۗ وَأُحِلَّتۡ لَكُمُ ٱلۡأَنۡعَٰمُ إِلَّا مَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡۖ فَٱجۡتَنِبُواْ ٱلرِّجۡسَ مِنَ ٱلۡأَوۡثَٰنِ وَٱجۡتَنِبُواْ قَوۡلَ ٱلزُّورِ  ٣٠

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (QS. Al-Hajj: 30).

Sementara, dalam sebuah riwayat, pernah berkata Imam Hasan Al-Bashri Rahimahullahu Ta’ala dalam Kitab At-Tadzkiroh, “Sesungguhnya manusia yang paling keras jeritannya pada hari kiamat adalah seseorang yang mengajarkan kesesatan lantas kemudian orang lain banyak yang mengikutinya. Dan juga orang yang memiliki harta kekayaan namun digunakannya untuk bermaksiat kepada Rabb-Nya.”

Dalam Fatwa MUI No 24 Tahun 2017, disebutkan juga mengenai Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Hal ini berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam menggunakan medsos yang berdampak positif. Isi dari fatwa tersebut sebagai berikut: Melakukan ghibah; fitnah, namimah (adu-domba); dan menyebarkan permusuhan. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku, ras. atau antara golongan; Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup; Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala yang terlarang secara syari; Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai dengan tempat atau waktunya.

Selalu Merasa Diawasi oleh Allah

Dalam Islam, umat manusia tidak akan terlepas dari pengawasan Allah Subahanhu Wata’ala, karena hanya Dia-lah Allah yang Maha Mengetahui. Dalam surah Al-Ahzab diterangkan:

إِن تُبۡدُواْ شَيۡ‍ًٔا أَوۡ تُخۡفُوهُ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا  ٥٤

“Jika kamu menampakkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 54).

Maka, ketika kita selalu merasa diawasi oleh Allah, apapun yang kita lakukan termasuk memposting sesuatu di media sosial, kita akan berfikir untuk selalu memposting hal-hal positif yang dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat. Niat dibalik itu juga perlu kita atur supaya tetap dalam kaidah Islam karena semua hal itu pasti diketahui oleh Sang Maha Tahu. Dengan selalu merasa diawasi Allah, maka pastilah dalam diri kita akan timbul rasa takut untuk melanggar batasan-batasan agama dalam pemanfaatan media sosial.

Setiap manusia memiliki tanggung jawab dalam mengatur kehidupannya. Mau menggunakan media sosial berarti dia siap bertanggung jawab terahdap semua yang dipostingnya pada publik, termasuk saat follow, share, like, retweet, repost, comment, dan lain sebagainya. Muslim yang beretika baik akan berhati-hati dalam menyampaikan atau menanggapi sesuatu.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا  ٣٦

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36).

Dengan pemaparan di atas dapat penulis simpulkan, kita sebagai hamba Allah yang memiliki begitu banyak kekurangan dan tak luput dari kesalahan, perlunya tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi terhadap langkah yang kita ambil baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bermedia sosial.

Kita harus menyadari bahwa setiap hal yang kita lakukan akan berdampak pada diri kita dan orang-orang di sekeliling kita. Belum lagi tanggung jawab di akhirat yang tak bisa dinego-nego lagi, jika apa yang kita lakukan di dunia baik, maka pastilah kita akan dimudahkan. Lantas bagaimana jika amalan kita tak begitu baik disebabkan kehidupan kita selama di dunia terlalu banyak berbuat keburukan, seperti menyebar berita bohong, berkomentar tak enak yang membuat orang lain sakit hati. Mungkin ini adalah hal sepele dan tak terasa kita lakukan, tetapi jika orang tersinggung atau mengikuti dan percaya terhadap kabar bohong yang kita sebarkan, itu jelas akan berdampak buruk terhadap kehidupan.

Dari sinilah, kita mestinya belajar mengendalikan diri, selalu meras diawasi oleh Allah dan tahu batasan-batasan syariat Islam, termasuk dalam bermedia sosial, InsyaAllah kita akan memperoleh pahala yang terus mengalir jika dalam menjalani hidup kita lakukan untuk menyebarkan kebaikan, Amar Ma’ruf nahi Mungkar, Wallahu A’lam. (A/R12/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Habib Hizbullah

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.