Keterpurukan Muslimin Karena Tidak Meyakini Al-Quran (Oleh: Rudi Hendrik)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِ‌ۚ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)….” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 185)

Al-Quran yang diturunkan pada Bulan Suci Ramadhan dengan jelas menyebutkan bahwa ia adalah kitab petunjuk secara umum bagi manusia, tidak hanya bagi , tetapi juga non-Muslim bisa menjadikannya sebagai pedoman hidup.

Jika umat non-Muslim tidak melirik Al-Quran sebagai kitab pedoman hidup adalah suatu yang lumrah. Namun, menjadi pertanyaan dan permasalahan besar jika umat Islam sendiri tidak menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup sehari-hari untuk segala hal.

Jika melihat kondisi umat Islam di mana saja berada dewasa ini, sulit untuk dikatakan bahwa kondisinya baik-baik saja. Di mana-mana umat Islam terancam oleh musuh-musuh yang tidak punya belas kasihan, baik di wilayah aman terlebih di wilayah konflik. Umat Islam pun pada umumnya terpuruk di segala sisi dan bidang, kesuksesan dan kesejahteraan hanya dimiliki oleh sekelompok kecil komunitas atau individu-individu Muslim yang sangat sedikit.

Mengapa bisa demikian? Padahal Al-Quran ada ditangan umat Islam dan masih terjamin keutuhan dan kebenaran petunjuknya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan dalam firman-Nya,

ذَٲلِكَ ٱلۡڪِتَـٰبُ لَا رَيۡبَ‌ۛ فِيهِ‌ۛ هُدً۬ى لِّلۡمُتَّقِينَ

“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. (Al-Baqarah [2] ayat 2)

Tidak ada keraguan sedikit pun di dalam Al-Quran.

Sahabat dan Khalifah Rasul yang telah dijamin masuk surga, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, yang sudah tidak diragukan lagi keimanannya, membuktikan kedalaman imannya kepada kitab Allah dengan satu kalimat.

“Jika aku kehilangan tali unta, maka aku akan menemukan jawabannya di dalam Al-Quran,” katanya.

Di dalam kalimat tersebut ada pengakuan amat tulus dan meyakinkan bahwa Al-Quran merupakan kunci atas seluruh persoalan hidup yang dihadapi oleh manusia di bumi ini. Di dalam kalimat ini terselip makna, jika urusan tali unta saja ada jawabannya di dalam Al-Quran, apalagi terkait hal-hal lain yang lebih besar dan berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia dan seorang hamba.

“Ketidakyakinan terhadap Al-Quran” adalah hal utama yang membuat umat Islam menjadi lemah dan terpuruk. Ketidakyakinan membuat mereka menjauh dari Al-Quran atau mendekati Al-Quran tetapi tanpa keyakinan nan penuh. Mereka hanya meyakini bahwa dengan menghafal dan membaca Al-Quran mereka akan mendapat pahala dan masuk surga.

Salah satu bukti bahwa umat Islam secara umum kurang meyakini kebenaran Al-Quran, Allah sebutkan di dalam firman-Nya,

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡہِم بَرَكَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَـٰهُم بِمَا ڪَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf [7] ayat 96)

Dalam ayat di atas, Allah memberikan janji bagi penduduk suatu negeri kelimpahan berkah dari langit dan bumi jika mereka beriman dan bertakwa.

Namun sayangnya, lebih banyak mereka tidak yakin akan janji Allah melalui tulisan Al-Quran yang dibacakan, sehingga mereka lebih memilih mendustakan ayat-ayat tersebut.

Dari firman Allah ini pun dapat diambil kesimpulan bahwa keterpurukan umat Islam di berbagai tempat karena menolak dan mendustakan ayat-ayat Allah yang semuanya terangkum di dalam Al-Quran.

Tidak hanya kejelasan dan ancaman yang Allah suguhkan kepada umat manusia, Allah pun menyebut Al-Quran adalah sesuatu yang sangat hebat, yang dengan keagungan dan kehebatannya sudah semestinya menusia memilikinya di dalam hati dan hidupnya.

لَوۡ أَنزَلۡنَا هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ۬ لَّرَأَيۡتَهُ ۥ خَـٰشِعً۬ا مُّتَصَدِّعً۬ا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِ‌ۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَـٰلُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS. Al-Hasyr [59] ayat 21)

 

وَلَوۡ أَنَّ قُرۡءَانً۬ا سُيِّرَتۡ بِهِ ٱلۡجِبَالُ أَوۡ قُطِّعَتۡ بِهِ ٱلۡأَرۡضُ أَوۡ كُلِّمَ بِهِ ٱلۡمَوۡتَىٰ‌ۗ بَل لِّلَّهِ ٱلۡأَمۡرُ جَمِيعًا‌ۗ

“Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu itulah Al-Quran). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah….” (QS. Al-Ra’du [13] ayat 31)

Dengan dua ayat yang menggambarkan kehebatan Al-Quran ini seharusnya bisa membuat manusia, khususnya Muslimin, berfikir dan tidak ragu untuk menjadikan Al-Quran satu-satunya pedoman hidup.

Namun faktanya, saat ini kebanyakan Muslimin lebih mendahulukan sistem dan hukum-hukum buatan akal manusia, ironisnya lagi hukum produk orang kafir, sebagai pedoman hidup. Mereka hanya menjadikan Al-Quran sebagai kitab amalan untuk mendulang pahala di saat membacanya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّ بِعْدَهُمَا كِتِابُ اللهِ وَسُنَّتِيْ ،

“Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua hal, kalian tidak akan tersesat setelah (kalian berpegang teguh pada) keduanya, Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. At-Thabrani)

Meyakini akan kebenaran firman-firman suci Allah di dalam Al-Quran adalah sikap yang harus kembali kita tumbuhkan dan pelihara untuk membawa Muslimin kembali kepada kesejahteraan dan kejayaannya. Allahu a’lam bish shawab. (A/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.