RAMADHAN selalu membawa keberkahan. Namun, ada yang berbeda di Desa Sadawangi, Kecamatan Lemahsugih, Majalengka, tahun ini. Pada Rabu (12/3), sebuah momentum langka hadir menyentuh hati kaum Muslimin. Syaikh Mahmoud Hasyim Anbar, seorang guru besar tafsir dari Universitas Islam Gaza (UIG), Palestina, hadir di tengah-tengah mereka. Kehadirannya bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan membawa ilmu, hikmah, dan semangat perjuangan dari tanah para syuhada.
Masjid Al Azhar, tempat yang menjadi saksi bisu ribuan doa dan lantunan ayat suci, sore itu dipenuhi lebih dari 500 jamaah meski cuaca diselimuti hujan. Mereka datang dari berbagai penjuru, bahkan dari desa-desa sekitar, demi satu tujuan: menimba ilmu dari seorang ulama yang membawa aroma perjuangan dari Gaza. Semangat umat terlihat dari wajah-wajah yang penuh antusias menanti tausiyah sang syaikh.
Acara itu diinisiasi oleh Aqsa Working Group (AWG) Jawa Barat, bekerja sama dengan Pemerintahan Desa Sadawangi. Kehadiran Syaikh Anbar tidak hanya disambut oleh warga, tetapi juga oleh para tokoh penting, termasuk Kepala Desa Sadawangi, MUI setempat, hingga Camat Lemahsugih dan tokoh TNI. Mereka ingin merasakan langsung kebijaksanaan dan pesan dari seorang ulama yang hidup di negeri yang tak pernah sepi dari konflik.
Tepat pukul 16.00, selepas shalat ashar, suasana masjid berubah menjadi lautan keheningan. Jamaah duduk rapi, siap menyimak untaian nasihat dari Syaikh Anbar. Setelah dibuka oleh pembawa acara, dengan suara tenang dan penuh wibawa, beliau menyampaikan tausiyah yang menggetarkan hati. Ia berbicara tentang makna kesabaran, keteguhan iman, dan bagaimana Muslim di seluruh dunia harus bersatu dalam perjuangan membela agama dan keadilan.
Baca Juga: Safari Ramadhan Bupati Paramitha, Merajut Kebersamaan dan Menebar Kasih di Bumi Brebes
“Palestina bukan hanya milik kami, tetapi juga milik kalian semua. Ketika kami berjuang di sana, kalian pun berjuang di sini dengan doa dan kepedulian,” ucapnya penuh haru. Kata-kata itu menusuk hati, mengingatkan umat bahwa perjuangan di Gaza bukan hanya milik bangsa Palestina, tetapi juga tanggung jawab seluruh Muslim di dunia.
Tausiyah yang disampaikan dengan bahasa Arab, diterjemahkan oleh seorang penerjemah, semakin menghidupkan suasana. Mata jamaah berkaca-kaca, terutama ketika Syaikh Anbar menceritakan bagaimana anak-anak Palestina tetap menghafal Al-Qur’an di tengah desingan peluru. Keimanan mereka tak tergoyahkan meski dunia seakan tak berpihak.
Seusai tausiyah, jamaah bersiap-siap untuk berbuka bersama Syaikh Anbar. Aroma makanan yang telah disiapkan panitia mulai menyebar, menandakan waktu berbuka puasa tiba. Tak lama, para jamaah menikmati hidangan sederhana, namun penuh berkah. Suasana hangat terasa, seolah semua yang hadir bukan sekadar tetangga atau tamu, melainkan saudara seiman yang dipertemukan dalam kebaikan. Selepas itu, jamaah dan Syaikh Anbar bergegas menunaikan shalat magrib berjamaah. Acara kemudian dilanjut dengan makan bersama.
Setelah berbuka dan melaksanakan shalat isya berjamaah, agenda berikutnya adalah shalat tarawih yang dipimpin langsung oleh Syaikh Anbar. Suaranya yang merdu menggema di seluruh masjid, menyentuh hati setiap yang hadir. Dalam tiap ayat yang dilantunkan, tersirat kisah keteguhan, harapan, dan doa yang tak putus untuk kedamaian dunia Islam.
Usai tarawih, sesi tausiyah kedua digelar. Kali ini, Syaikh Anbar menekankan pentingnya ukhuwah Islamiyah. Ia mengingatkan bahwa umat Islam harus kuat dalam persatuan, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Dalam suasana Ramadhan yang penuh rahmat, pesan ini terasa begitu relevan. Sebuah panggilan untuk terus mempererat hubungan, bukan hanya dalam lingkup lokal, tetapi juga global.
Tak terasa, malam semakin larut. Syaikh Anbar mengakhiri sesi dengan shalat witir, lalu mendoakan kebaikan bagi seluruh jamaah. Doanya begitu menyentuh, menggetarkan hati yang hadir. “Ya Allah, kuatkanlah saudara-saudara kami di sini sebagaimana Engkau kuatkan hati kami di Gaza. Jadikanlah mereka cahaya bagi Islam di negeri ini.”
Usai doa, jamaah pun berangsur-angsur meninggalkan masjid. Namun, semangat yang mereka bawa tak akan padam. Bagi mereka, pertemuan ini bukan sekadar sebuah acara, melainkan sebuah pengalaman spiritual yang mendalam. Sebuah pengingat bahwa Islam adalah agama perjuangan, dan setiap Muslim memiliki peran untuk berkontribusi.
Di sudut masjid, beberapa anak muda masih tampak berdiskusi, membahas isi tausiyah dengan penuh semangat. Bagi mereka, kehadiran seorang ulama dari Gaza adalah kesempatan langka, yang tak hanya membuka wawasan, tetapi juga menguatkan keimanan.
Baca Juga: Lantunan Tilawah Menembus Zaman, Kisah Mbah Tarjo Mengkhatamkan Al-Qur’an
Ketika malam semakin larut dan Syaikh Anbar beristirahat, masjid Al Azhar tetap bersinar dalam keheningan. Cahaya dari Gaza telah menerangi Desa Sadawangi, Lemahsugih, menyisakan bekas yang tak akan mudah dilupakan. Ramadhan tahun ini terasa berbeda, karena di dalamnya ada kisah tentang ukhuwah, ilmu, dan perjuangan yang abadi.
Namun, apakah pertemuan ini akan menjadi sekadar kenangan, atau justru menjadi pemantik semangat baru bagi kaum Muslimin? Cahaya dari Gaza telah menyapa Lemahsugih, kini saatnya kita menyalakan cahaya itu dalam diri kita masing-masing, dengan terus berjuang, berdoa, dan peduli terhadap sesama Muslim di seluruh dunia.
Berkunjung ke Tahfidz Qur’an Nurul Bayan
Udara pagi di Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an Nurul Bayan Desa Mekarwangi pagi itu begitu sejuk. Embun masih menggantung di dedaunan, sementara langit perlahan berubah dari gelap menuju terang. Hari itu, para santriwati telah bersiap lebih awal dari biasanya. Ada tamu istimewa yang mereka nantikan—Syaikh Mahmoud Hasyim Anbar, seorang guru besar Al-Qur’an dari Universitas Islam Gaza.
Baca Juga: Masjid Darussalam Tiang Tunggal Banyumas yang Menyatu dengan Waktu
Beliau adalah ulama yang telah mengabdikan hidupnya untuk mengajarkan Al-Qur’an di tanah Palestina, negeri yang tak henti-hentinya diuji keteguhan imannya. Kehadirannya di pesantren ini bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan membawa cahaya ilmu dan inspirasi bagi para penghafal Al-Qur’an. Suasana pondok terasa lebih syahdu.
Selepas shalat Subuh berjamaah, dilanjut dengan kajian Qur’an surat Al Hujurat ayat 12 oleh Ustad Abdul Aziz Amrullah. Selepas kajian, santriwati tetap diminta untuk berkumpul di masjid. Wajah-wajah mereka dipenuhi semangat dan antusiasme. Tak lama setelah itu, Syaikh Mahmoud Anbar bersama rombongan pun tiba.
Dari Sadawangi, perjalanan Syaikh Mahmoud Anbar berlanjut ke Pondok Pesantren Tahfidz Qur’Nurul Bayan. Di sana, beliau kembali disambut dengan penuh kehangatan. Para santriwati yang telah mendengar kabar kedatangannya tak sabar untuk menerima nasihat dan keberkahan ilmu dari beliau.
Syaikh Mahmoud duduk di hadapan mereka dengan senyum yang menenangkan. Selepas salam, beliau memulai tausiyahnya dengan mengutip ayat-ayat Al-Qur’an, mengingatkan betapa mulianya orang-orang yang mencintai, menghafal, dan mengamalkan kalamullah.
Baca Juga: Mehter, Gema Lagu Penyemangat Militer Tertua di Meja Diplomasi Indonesia
“Wahai para penjaga Al-Qur’an, kalian adalah umat pilihan. Kalian telah mengambil tugas besar sebagai pewaris wahyu. Ketahuilah, tidak semua orang diberi kesempatan ini. Maka kuatkan niat, sabarkan diri, dan jadikan Al-Qur’an sebagai cahaya dalam hidup kalian,” nasihat beliau dengan suara lembut namun penuh wibawa.
Para santriwati menyimak dengan penuh perhatian. Beberapa dari mereka menundukkan kepala, merenungi makna dari setiap kata yang beliau sampaikan. Ada yang tanpa sadar menitikkan air mata, merasakan betapa agungnya amanah sebagai seorang penghafal Al-Qur’an.
Syaikh Mahmoud melanjutkan, “Di Gaza, kami hidup dalam keterbatasan. Tapi tahukah kalian? Al-Qur’an adalah kekuatan kami. Setiap hari, kami mendengar anak-anak menghafal ayat-ayat Allah di bawah ancaman bom dan peluru. Namun hati mereka tetap teguh. Kalian di sini, dalam keadaan aman, harus lebih bersyukur dan lebih giat dalam menghafal.”
Suasana semakin khidmat. Para santriwati tidak hanya mendengarkan kisah, tetapi juga merasakan getaran keimanan yang begitu dalam. Gaza mungkin jauh secara geografis, tetapi kedekatan hati dengan para penghafal Al-Qur’an di sana begitu nyata.
Baca Juga: Geliat Warga Gaza Bangun Kembali Kehidupan Mereka Pascagencatan Senjata
Syaikh Anbar berpesan agar semua santriwati tetap istiqamah dalam menghafal Al-Qur’an. “Istiqamah itu butuh mujahadah. Setiap hari, perbarui niat kalian. Jangan biarkan setan membisikkan rasa malas atau ragu. Bangun hubungan yang kuat dengan Al-Qur’an, bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dengan hati dan amal perbuatan,” pesannya.
Setelah sesi tersebut, acara ditutup dengan doa oleh Syaikh Anbar. Syaikh Mahmoud membacakan doa yang begitu menyentuh hati, meminta keberkahan bagi para santriwati, para asatidz, serta umat Islam di seluruh dunia. Suasana hening, hanya terdengar suara lirih para santriwati mengaminkan doa beliau.
Selepas doa itu, Syaikh meminta santriwati untuk foto bersama sebagai kenang-kenangan. Setelah foto bersama, santriwati ramai-ramai meminta tanda tangan Syaikh di sampul mushafnya masing-masing agar bisa menjadi motivasi dalam menghafal Al-Qur’an. Setelah itu Syaikh dan rombongan melanjutkan perjalanan.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pemuda Australia Ini Bersyahadat di Masjid Raya Baiturrahman Aceh