Sanaa, MINA – Di dapur salah seorang keluarga di ibu kota Yaman, Sanaa, Umm Zakaria al-Sharaabi, bersiap menghadapi tantangan harian, membuat makanan untuk memberi makan 18 orang di keluarga besarnya.
“Hari ini kita belum membuat makan siang,” katanya, menunjuk dapur yang kosong.
Di sudut dapur, hanya tersisa sekantong roti dan beberapa wadah rempah-rempah adalah satu-satunya sisa makanan yang ada di rumah tangga itu.
“Setiap hari seperti ini. Kami mulai tidak punya apa-apa lagi di dapur,” ujarnya.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Konflik delapan tahun, yang dimulai ketika kelompok Houthi merebut Sanaa dan kemudian meluas ketika koalisi pimpinan Saudi melancarkan serangan udara terhadap mereka, telah menghancurkan ekonomi dan membuat jutaan orang di seluruh Yaman berjuang untuk mencari makan sendiri.
Gencatan senjata yang disepakati pada bulan April 2022 menawarkan kelonggaran. Namun, seperti disebutkan PBB, jumlah keluarga yang kekurangan makanan terus bertambah.
Ibu mertua Umm Zakaria, Umm Hani, mengatakan sebelum perang, mereka sudah terbiasa hidup sederhana tapi baik dengan gaji suaminya dari pekerjaannya di kementerian pendidikan dan uang yang dia peroleh sebagai pembantu.
“Saya dulu bekerja untuk keluarga. sekarang sudah tidak punya pekerjaan apa-apa lagi,” ujarnya.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
“Saat ini, saya sudah tidak lagi mampu membeli tepung,” lanjutnya.
Kondisi seperti itu bukan hanya dialami rumah tangga Umm Zakaria al-Sharaabi sendiri. Namun juga dialami di seluruh Yaman, baik di wilayah berpenduduk utama seperti di ibukota Sanaa. Maupun di provinsi-provinsi dan daerah-daerah.
PBB mengatakan 19 juta orang, atau 60% dari populasi, mengalami apa yang disebut kerawanan pangan akut. Hal ini membuat kehidupan atau mata pencaharian warga dalam bahaya langsung.
Bantuan dari negara-negara donor hanya memenuhi setengah dari kebutuhan negara itu, menurut Program Pangan Dunia (WFP). Bantuan donor terutama untuk memasok tepung, kacang-kacangan, minyak, gula, dan kupon untuk makanan.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Perwakilan WFP untuk Yaman, Richard Ragan mengatakan, warga Yaman telah melakukan semua hal yang bisa dilakukan oleh seseorang di saat krisis.
“Tapi itu tidak mudah. Saya pikir banyak orang di negara ini berada pada titik puncak,” ujarnya.
Darurat Pangan
Program Pangan Dunia (WFP) mencatat, hampir 20 juta warga Yaman mengalami kesulitan pangan.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Pada paruh kedua tahun 2022 ini, jumlah orang yang rawan pangan dianggap darurat telah meningkat seperempat menjadi 7,14 juta. Sementara mereka yang dalam bencana naik lima kali lipat menjadi 161.000, menurut perkiraan PBB.
“Tantangan terbesar adalah kekurangan bantuan dibandingkan dengan jumlah mereka yang membutuhkan yang terus meningkat setiap hari,” kata Nabil al-Qadasi dari School Feeding and Humanitarian Relief Project.
Di distrik utara Sanaa, Geraf, Amal Hasan dan suami serta tiga anaknya tinggal di satu bilik kamar. Mereka pindah setelah harga sewa sebelumnya menjadi terlalu tinggi.
Hasan bepergian untuk bekerja sebagai pembantu di bagian lain ibu kota, menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk transportasi dan keperluan sehari-hari.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
“Ketika saya selesai sarapan, saya mulai memikirkan di mana harus memberi mereka makan siang. Setelah itu, saya khawatir tentang makan malamnya,” lanjutnya.
“Saya tidak pernah punya kesempatan untuk memikirkan bagaimana membangun masa depan mereka atau mendidik mereka, karena kami hampir tidak bisa memikirkan itu selain fokus di makanan mereka,” ujarnya. (A/RS2/P1)
Sumber : Swissinfo
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah