KITA sedang hidup di tengah zaman penuh gemerlap namun penuh bahaya. Dunia telah berubah menjadi tempat di mana yang salah tampak benar, yang batil dikemas menarik, dan yang haram terasa manis bagi banyak hati. Fenomena ini nyata dan ada di sekitar kita, menyusup dalam tayangan layar, menyelinap lewat guyonan di media sosial, dan perlahan menggerus hati yang mulai kehilangan rasa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan kita tentang masa seperti ini. Beliau bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipuan, di mana pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah, dan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Dan yang berbicara saat itu adalah ‘Ruwaibidhah’.”
Para sahabat bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang berbicara tentang urusan umat.” (HR. Ibnu Majah)
Sabda ini kini terbukti. Banyak suara keras yang berbicara namun tanpa ilmu. Orang-orang awam merasa berhak menafsirkan agama semaunya. Mereka menetapkan halal-haram dengan logika sendiri dan menertawakan ajaran Allah seolah hanya budaya kuno.
Baca Juga: Mengakui Negara Israel Dalam Prespektif UUD 1945
Apa yang dulu dianggap dosa kini berubah menjadi tren. Pakaian yang melanggar syariat disebut sebagai bentuk ekspresi diri. Hubungan bebas dilabeli cinta. LGBT dianggap kebebasan. Bahkan zina kini disamarkan melalui aplikasi kencan dan konten media. Ironisnya, bukan hanya diam, sebagian dari kita ikut menikmatinya—tertawa bersama dosa, menormalisasi kemaksiatan, dan meninggalkan rasa malu terhadap pelanggaran terhadap Allah.
Jika yang haram terasa menyenangkan, itu pertanda bahwa hati sedang dalam bahaya. Sebab dosa pada dasarnya pahit. Ketika terasa manis, itu bukan karena dosanya yang berubah, tetapi karena hati kita yang mulai kehilangan cahaya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang hamba melakukan dosa, maka akan muncul titik hitam di hatinya. Jika ia bertobat, berhenti, dan memohon ampun, hatinya akan bersih kembali. Namun jika ia terus melakukannya, titik hitam itu akan membesar hingga menutupi seluruh hatinya.” (HR. Tirmidzi)
Hati yang diselimuti dosa tak lagi bisa membedakan benar dan salah. Bahkan maksiat pun dibela dengan dalih ‘hak pribadi’, ‘pemikiran terbuka’, atau ‘tidak merugikan siapa pun’. Padahal Allah telah berfirman:
Baca Juga: Hidup Hanya Sekali, Jadikan Bermakna di Sisi Allah
﴿وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ﴾
“Boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu.” (Qs. Al-Baqarah: 216)
Maksiat memang bisa tampak indah pada awalnya, seperti racun yang dibungkus cokelat. Tapi seiring waktu, ia akan melumpuhkan iman, merusak jiwa, dan menjauhkan kita dari Allah. Inilah fitnah besar akhir zaman: ketika dosa tak lagi dirasakan sebagai kesalahan.
Menangkal Fitnah, Kembali pada Allah
Zaman ini bukan sekadar era teknologi, melainkan era tipuan besar. Dunia didandani agar tampak memukau. Segala sesuatu berlomba tampil sempurna di depan kamera, meski hati rapuh dan kosong. Uang, popularitas, dan pujian manusia menjadi tujuan utama, menggantikan peran Allah dalam hidup kita.
Baca Juga: Pelanggaran Zionis terhadap Konvensi Jenewa
Yang haram diromantisasi. Musik penuh kemungkaran dihiasi pesan moral. Pacaran disebut kasih suci. Zina dikemas sebagai edukasi. Segala bentuk kemaksiatan dibungkus dengan label “konten”, “pendidikan”, atau “kebebasan”.
Tanpa sadar, kita telah menjadikan dunia sebagai tuhan baru. Kita sibuk mengejar like, view, dan followers, tapi meninggalkan salat dan lupa membaca Al-Qur’an. Kita lebih mengenal artis daripada nama sahabat Nabi. Kita tak ragu melanggar perintah Allah demi validasi manusia.
Padahal Allah sudah mengingatkan dengan tegas,
﴿فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلْغَرُورُ﴾
“Janganlah kehidupan dunia memperdayakanmu, dan jangan sampai penipu (setan) memperdayakanmu terhadap Allah.” (Qs. Luqman: 33)
Baca Juga: Masjidil Aqsa, Lambang Kehormatan Umat Islam yang Terluka
Setan di masa kini tidak datang dengan tanduk dan wajah seram. Ia hadir lewat aplikasi, hiburan, dan budaya populer. Ia membisikkan relativisme moral melalui meme, reels, dan cuitan viral. Ia membuat kita menganggap dosa sebagai wajar.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِّنَ الدُّنْيَا
“Segeralah beramal saleh sebelum datang fitnah yang seperti potongan malam gelap. Seseorang di pagi hari beriman, namun di sore hari telah kafir. Di sore hari beriman, namun di pagi hari telah kafir. Ia menjual agamanya demi kepentingan dunia.” (HR. Muslim)
Di tengah derasnya arus fitnah, menjaga iman menjadi perjuangan berat. Menjadi muslim yang taat bukanlah perkara mudah, tapi justru di situlah letak kemuliaan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Beribadah di masa fitnah seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Zionis Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Genosida, Dunia Tak Berdaya
Sudah saatnya kita menghentikan langkah yang menjauh dari Allah. Sudah cukup mengikuti nafsu. Waktunya kembali. Pulang ke jalan Allah. Kembali pada Al-Qur’an. Kembali pada nilai-nilai yang benar.
Jauhilah yang haram, walau menggoda. Karena manisnya dunia hanya sesaat, sedangkan azab Allah itu nyata. Surga itu mahal, dan dunia tak sebanding untuk dipertukarkan dengan keselamatan akhirat.
Wahai saudara seiman, hati kita tidak akan pernah benar-benar tenang selama jauh dari Allah. Dunia yang kita kejar habis-habisan hanya memberikan kebahagiaan semu. Tapi Allah selalu membuka pintu kembali.
Dia masih menanti hamba-Nya yang ingin pulang. Ia masih menerima tobat. Ia masih membentangkan rahmat-Nya bagi siapa pun yang ingin selamat dari derasnya fitnah zaman.
Baca Juga: Pesan Surah As-Syuraa: Persatuan Bukti Keimanan, Perpecahan Bukti Kemusyrikan
Jangan biarkan hati ini terbiasa dengan dosa. Jangan biarkan rasa malu mati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ»
“Jika kamu tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Bangunlah. Jangan tunggu sampai ajal menjemput baru menyadari bahwa semua kesenangan itu hanyalah jebakan. Semoga Allah menjaga kita, membimbing hati kita dalam fitnah zaman, dan menutup hidup kita dengan husnul khatimah.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Bacalah: Perintah Ilahi yang Mengubah Dunia