Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika HAM Jadi Dagangan, Palestina Jadi Korban

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views

HAM bagi Israel dan Amerika hanya kedok (foto: ig)

HAK ASASI MANUSIA (HAM) adalah konsep mulia. Ia lahir dari rasa kemanusiaan yang mendalam, seruan agar setiap manusia diperlakukan setara tanpa diskriminasi. Namun sayangnya, di dunia yang dikuasai kepentingan, HAM seringkali bukan lagi panggilan nurani. Ia berubah menjadi komoditas politik. Diperjualbelikan dalam diplomasi, dimanipulasi dalam pemberitaan, dan dilupakan ketika bicara soal Palestina.

Dunia seolah mendadak bisu ketika Israel menggempur Gaza. Ketika anak-anak Palestina terkapar tak bernyawa, tak banyak negara demokratis bersuara lantang. Padahal mereka inilah yang paling keras mengaku sebagai penjaga HAM. Ironis. Sebab ternyata HAM hanya bersuara jika kepentingan mereka tak terganggu.

Palestina bukan sekadar wilayah yang terjajah. Ia adalah simbol perjuangan kemanusiaan. Di tanah itu, rakyat yang tak bersenjata terus menjadi sasaran rudal, bom, dan blokade yang tak manusiawi. Tapi dunia internasional—khususnya negara-negara adidaya—lebih sering memihak pada penjajah, bukan pada yang dijajah.

Kita menyaksikan bagaimana setiap serangan balasan dari kelompok pejuang Palestina langsung dilabeli sebagai terorisme. Sementara pembantaian massal oleh Israel disebut “hak mempertahankan diri”. Ini adalah bentuk pembalikan logika yang keji. Dan sayangnya, media mainstream turut memainkan narasi ini dengan piawai.

Baca Juga: Israel, Demokrasi Palsu dalam Bayang-Bayang Apartheid

Di hadapan publik, HAM tampak agung. Namun di ruang perundingan dan sidang-sidang diplomatik, ia kerap ditawar dan digadaikan. Palestina menjadi korban dari kepura-puraan global. Setiap seruan damai yang dilontarkan oleh PBB, nyaris selalu melempem dan gagal menahan arogansi Israel.

Negara-negara yang biasa mengkritik pelanggaran HAM di Afrika, Asia, bahkan Amerika Latin, mendadak bungkam ketika menyangkut Israel. Mengapa? Karena ada kekuatan ekonomi dan politik yang bermain di balik layar. Bahkan veto di Dewan Keamanan pun menjadi alat tukar, bukan alat keadilan.

Dunia Islam pun belum sepenuhnya bersatu dalam memperjuangkan Palestina. Sebagian masih sibuk dengan urusan dalam negeri, sebagian lain tergoda kenyamanan hubungan diplomatik dengan penjajah. Padahal Al-Aqsha sedang memanggil, dan darah kaum Muslimin terus mengalir di tanah suci itu.

Kita tak bisa berharap pada dunia yang menjadikan HAM sebagai barang dagangan. Kita harus menjadi suara bagi yang dibungkam, menjadi mata bagi yang dibutakan, dan menjadi tangan yang bergerak saat keadilan dirampas. Membela Palestina bukan hanya soal solidaritas, tapi juga amanah kemanusiaan.

Baca Juga: Zionisme dan Runtuhnya Kemanusiaan

Di saat dunia internasional memainkan standar ganda, kaum Muslimin dan para pencinta keadilan di seluruh dunia justru menunjukkan konsistensi. Aksi solidaritas bermunculan di berbagai negara. Dari Jakarta, Istanbul, London, hingga Cape Town—jutaan manusia turun ke jalan menuntut keadilan untuk Palestina.

Kita belajar bahwa meski para pemimpin dunia bisa diam, rakyat tak bisa dibungkam. Media sosial kini menjadi ruang perjuangan baru. Di sana, fakta tentang kejahatan kemanusiaan di Palestina disebar, disaksikan, dan disadarkan. Narasi resmi yang bias tak lagi menjadi satu-satunya kebenaran.

Tapi perjuangan tak boleh berhenti pada simpati. Kita perlu melangkah lebih jauh: mendukung gerakan boikot, membela hak-hak pengungsi Palestina, serta menekan pemerintah kita agar bersikap tegas terhadap penjajahan Israel. Palestina membutuhkan lebih dari sekadar doa—ia butuh aksi nyata.

Kita juga harus membangun kesadaran bahwa yang diperjuangkan bukan hanya kemerdekaan politik, tapi juga kemanusiaan. Anak-anak Palestina berhak atas langit yang damai, bukan dentuman roket. Para ibu berhak memeluk anak mereka tanpa takut kehilangan esok hari. Palestina berhak hidup, seperti kita.

Baca Juga: Makna dan Hikmah di Balik Setiap Prosesi Haji

HAM sejatinya lahir dari fitrah manusia untuk saling menjaga dan memuliakan. Tapi ketika ia diselewengkan demi keuntungan politik, ia kehilangan ruhnya. Dan dunia akan terus gagal menjadi tempat yang adil selama masih membiarkan penjajahan dan pembantaian atas nama “hak membela diri”.

Maka tugas kita adalah menjaga nurani. Menjadi bagian dari umat yang tak tinggal diam atas ketidakadilan. Membangun kekuatan bukan untuk menindas, tapi untuk membela yang tertindas. Karena pada akhirnya, sejarah akan mencatat siapa yang membela kebenaran, dan siapa yang menjualnya.

Palestina mengajarkan kita tentang kesabaran, perjuangan, dan harapan. Di balik reruntuhan bangunan dan tangisan anak-anak, tersimpan semangat tak tergoyahkan. Sebab meski dunia memperdagangkan HAM, Palestina tetap menyimpan kehormatan—yang tak bisa dibeli oleh siapa pun.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Barang Bawaan Haji, Mana yang Boleh, Mana yang Sebaiknya Ditinggal?

Rekomendasi untuk Anda