DI BAWAH langit yang semakin kelam oleh debu fitnah, ada tangisan yang tak terdengar oleh telinga dunia — tangisan iman seorang muslimah. Tangisan yang lirih, tapi menggetarkan Arasy. Ia menangis bukan karena kehilangan cinta manusia, melainkan karena takut kehilangan cinta Tuhannya. Di antara gemerlap dunia, hijab yang dulu menjadi simbol kehormatan kini perlahan bergeser menjadi sekadar mode dan tren, dihiasi renda dan warna mencolok, namun kehilangan makna yang agung: ketaatan kepada Allah.
Hijab yang dahulu menjadi tameng kehormatan kini berubah menjadi aksesori kebanggaan. Sebagian muslimah mengenakannya bukan lagi karena Allah, tapi karena ingin terlihat “syar’i” di mata manusia. Di media sosial, hijab dipamerkan bukan sebagai bentuk ketundukan, melainkan sebagai alat pengukur popularitas. Lalu di mana ruh kesederhanaan yang dulu mengalir lembut dalam jiwa para salafus shalih? Di mana ketenangan hati ketika menutup aurat semata karena takut kepada Rabbul ‘Izzah?
Dunia hari ini telah menipu banyak hati. Setan tidak lagi datang dengan wajah yang menakutkan, tetapi dengan busana yang tampak religius. Ia berbisik, “Kau tetap berhijab, meski sedikit terbuka tak mengapa.” Dan bisikan itu lama-kelamaan menjadi pembenaran yang meninabobokan iman. Hingga tanpa sadar, aurat yang seharusnya dijaga kini dijadikan bahan tontonan. Suara lembut yang seharusnya dijaga kini disiarkan di layar-layar kecil, menembus rumah-rumah, mengundang decak kagum dari yang bukan mahramnya.
Rasulullah ﷺ telah memperingatkan, “Akan ada di akhir zaman, wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, condong kepada maksiat dan menarik orang lain padanya. Kepala mereka seperti punuk unta miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya.” (HR. Muslim). Betapa sabda ini kini hidup di depan mata kita. Betapa sabda ini kini berwujud nyata di jalanan, di panggung hiburan, di media sosial, bahkan di masjid yang mulai kehilangan kekhusyukannya karena dunia.
Baca Juga: Tersentuh Al-Qur’an, Perempuan Islandia Anti-Islam Ini Dapatkan Cahaya Hidayah
Wahai muslimah akhir zaman, tidakkah engkau rindu pada kejernihan hati Khadijah yang menenangkan Rasulullah ﷺ? Tidakkah engkau ingin meneladani kesucian Fatimah yang lebih memilih kesederhanaan daripada gemerlap dunia? Mereka menundukkan pandangan bukan karena takut dicemooh, tapi karena cinta pada Allah. Mereka menutup aurat bukan karena takut manusia, tapi karena takut murka Tuhan semesta alam.
Hari ini, dunia memanggilmu untuk menukar kehormatan dengan pujian fana. Tapi surga memanggilmu dengan bisikan lembut, “Bersabarlah, karena Allah melihatmu.” Ketika engkau menolak untuk menampakkan keelokanmu di hadapan selain suamimu, itu bukan kekolotan, itu kemuliaan. Ketika engkau menolak mengikuti arus mode yang melalaikan, itu bukan keterbelakangan, itu keberanian.
Berhijab bukan sekadar menutup kepala, tapi juga menundukkan hati. Ia bukan sekadar kain di atas rambut, tapi benteng di dalam jiwa. Hijâb adalah perisai yang menegaskan bahwa engkau milik Allah, bukan milik pandangan siapa pun. Ia adalah bukti bahwa engkau memilih ridha Allah di atas tepuk tangan manusia.
Wahai muslimah, kembalilah pada fitrahmu. Jangan biarkan dunia menjadikanmu boneka mode, sementara imanmu sekarat di balik senyum digital. Jadilah cahaya yang lembut tapi tegas, sederhana tapi bermartabat. Dunia mungkin akan menertawakan pilihanmu, tapi langit mencatat setiap langkah sabarmu menuju surga.
Baca Juga: “10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” dan Pandangan Islam tentang Nafkah
Ingatlah, di akhir zaman ini, menjaga kehormatan bukan perkara mudah. Tapi justru di situlah letak nilainya. Seperti mutiara di dasar laut, engkau berharga karena tidak mudah dijangkau. Jangan biarkan siapa pun memudarkan kilau takwamu hanya karena godaan sesaat.
Ketika dunia mengajarkanmu untuk tampil, Allah mengajarkanmu untuk menunduk. Ketika dunia berkata, “Tunjukkan dirimu,” Al-Qur’an berkata, “Janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nur: 31).
Maka tundukkan hatimu sebelum menundukkan pandanganmu. Tutup auratmu dengan cinta, bukan dengan paksaan. Hiasi dirimu dengan iman, bukan dengan kosmetik yang menipu. Sebab di saat dunia berpaling, hanya Allah yang tetap menatapmu dengan kasih-Nya.
Wahai muslimah akhir zaman, jadilah penyejuk di tengah panasnya fitnah, jadilah pelita di tengah gelapnya dunia. Hijâbmu bukan sekadar kain — ia adalah bendera iman, saksi bahwa engkau tetap memilih Allah di saat semua orang berpaling dari-Nya. Dan jika suatu hari engkau merasa lelah menjaga diri, ingatlah: setiap helai kain yang menutup auratmu adalah benteng yang menjagamu dari api neraka.
Baca Juga: Lebih dari Sekadar FOMO, Mengapa Muslimah Wajib Menetapkan Batasan Diri
Semoga hijabmu bukan sekadar hiasan di kepala, tetapi mahkota kehormatan yang menyelubungi jiwamu hingga kelak Allah memanggilmu dalam keadaan suci, terjaga, dan diridhai-Nya.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: 5 Peran Muslimah Modern dalam Menyemai Kehidupan yang Berkah