Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KETIKA ISTRI MERINDU KEHADIRAN BUAH HATI

Admin - Ahad, 11 Januari 2015 - 15:07 WIB

Ahad, 11 Januari 2015 - 15:07 WIB

6571 Views ㅤ

PenantianOleh: Shobariyah Jamilah/Reporter Kantor Berita Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Anak adalah investasi terindah dalam sebuah keluarga. Karena itu, menanti kehadiran seorang buah hati adalah kerinduan tak terkira bagi pasangan suami istri terutama sekali bagi seorang istri. Belum lengkap rasanya berumah tangga bila belum ada tangis seorang anak.

Menjadi ibu adalah obsesi setiap wanita. Mungkin hanya perempuan yang sudah teracuni ghazwul fikri dan tersibghah pemikiran feminisme saja yang berani mengatakan bahwa anak adalah penghalang karier, nauzubillah min dzalik.

Mempunyai buah hati atau tidak sebenarnya ujian dari Allah, qodarullah dan merupakan ketetapan Allah kepada manusia. Setiap pasangan suami istri yang telah menikah pertanyaan-pertanyaan yang sering terbesit dari kerabat, teman, saudara dan keluarga selalu menanyakan “udah ngisi belum mba? Kok udah lama menikah tapi belum hamil juga ya?”

Baca Juga: Teladan Nabi dalam Memperlakukan Istri-Istrinya

Disadari atau tidak, pertanyaan semacam itu sering kali membuat pilu hati seorang wanita (baca: istri) sehingga membuatnya galau dan sedikit tak PD (percaya diri). Sebab merasa minder jika ditanya seperti itu apa lagi dengan usia pernikahan yang sudah sekian tahun, namun belum juga dikaruniai keturunan sebagai pelanjut perjuangan hidup orang tuanya. Itulah sebuah ujian hidup yang harus dipikul oleh sepasang suami istri terutama bagi seorang istri.

Kita yakin dengan sebenar-benarnya, siapa pun yang akan dan telah menikah pasti menginginkan kelahiran buah hati sebagai penyejuk jiwa, generasi penerus, dan pelengkap keharmonisan keluarga. Tanpa anak, rasanya kehidupan rumah tangga berjalan garing, gersang dan tak ada canda tawa yang membuat suasana semakin asyik.

Tidak sedikit orang yang yang melanggar larangan agama demi memuluskan harapan punya momongan. Ada kalanya mereka harus bersabar bertahun-tahun, untuk menunggu lahirnya sang buah hati. Tak jarang pula, mereka harus rela dengan takdir Allah, yang tidak memberikan keturunan hingga akhir hayatnya.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri menganjurkan kita untuk menikah dengan orang (pria/wanita) yang subur, bisa memberikan keturunan yang sehat, prima, terampil, dan paling penting, anak yang shalih.

Baca Juga: Indahnya Taat Bagi Seorang Muslimah

Belajar dari Nabi Zakaria dan Aisyah

Belajarlah dari Nabi Zakaria, bagaimana kisahnya memberikan ibroh (pelajaran) kepada kita tentang kesabaran. Zakaria adalah seorang nabi yang dijamin Allah masuk surga dan doanya selalu dikabulkan. Tapi Allah masih mengujinya untuk bersabar menanti sang buah hati yang tak kunjung hadir dengan usianya yang semakin tua, rambutnya telah beruban semua dan kondisi pisiknya semakin melemah. Kalau Allah tidak memberinya seorang putera, lalu ia berkata, “Siapakah yang akan melanjutkan dakwahku sepeninggalku nanti?”

Sebenarnya, sejak memasuki gerbang pernikahan, Nabi Zakaria sudah mendambakan kehadiran seorang putera. Namun sampai memasuki usia senja, keinginannya belum juga terpenuhi. Walau demikian, Nabi Zakaria tidak pernah putus asa untuk selalu meminta dan berdoa kepada Allah. Ia percaya, sekalipun istrinya juga sudah lanjut usia dan seorang wanita mandul, jika Allah menghendaki niscaya mereka akan memiliki anak juga.

Dengan sabar, Zakaria tidak henti-hentinya memanjatkan doa untuk memohon keturunan. Pada suatu malam yang telah larut, Zakaria duduk di mihrabnya mengheningkan cipta kepada Allah dan bermunajat serta berdoa dengan khusyuk dan yakin.

Baca Juga: Tujuh Ciri Wanita Modern yang Jauh dari Syari’at

Dengan suara yang lemah lembut dia berdoa, “Ya Tuhanku, berikanlah aku seorang putera yang akan mewarisiku dan mewarisi sebahagian dari keluarga Ya’qub. Yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku kepada Bani Isra’il. Aku cemas sepeninggalku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikanku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, sedang istriku adalah seorang perempuan mandul. Namun kekuasaanmu tidak terbatas, dan aku berdoa agar Engkau berkenan mengaruniakan seorang anak yang shaleh dan Engkau ridhoi padaku.

“Ya Zakaria” panggil malaikat itu. “Allah akan memberimu seorang keturunan bernama Yahya dan belum pernah ada manusia bernama Yahya.” Mendengar penuturan malaikat tersebut bukan main gembiranya hati Nabi Zakaria. Namun sebagai manusia biasa ia diliputi keraguan. Aku dan istriku sama-sama orang yang telah lanjut usia dan istriku adalah seorang wanita yang mandul. Bagaimana mungkin aku akan memperoleh seorang putera?” tanya Zakaria. Kisah Nabi Zakaria ini telah tercatat dalam Al Qur’an surat Maryam 1-15.

Bunda Aisyah pun Sama

Tak hanya Nabi Zakaria namun juga hal tersebut dialami oleh bunda Aisyah binti Abu Bakar bin Utsman. Aisyah biasa dipanggil Ummu Abdillah. Mengapa demikian? Hal itu karena sepanjang pernikahannya dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Aisyah belum pernah dikaruniai seorang anak pun dan ia hanya memiliki satu orang keponakan bernama Abdullah.

Baca Juga: Wahai Muslimah, Inilah Keistimewaanmu dalam Islam

Sudah lazim bagi seorang wanita di masa Nabi, jika ia memiliki seorang anak, maka digelari dengan nama anaknya tersebut, namun jika ia tidak memiliki anak, maka ia digelari dengan nama keponakannya. Karena itu Aisyah yang memiliki keponakan dijuluki “Ummu Abdillah”. Selain itu ia digelari pula sebagai Ash-Shiddiqah (wanita yang membenarkan). la juga masyhur dengan panggilan Ummul Mukminin dan Al-Khumairo’, karena warna kulitnya sangat putih dan mudah berubah menjadi kemerah-merahan bila beliau merasa malu.

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id dan ‘Utsman bin Abu Syaibah lafazh ini milik Qutaibah. Dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A’masy dari Ibrahim At Taimi dari Al Harits bin Suwaid dari ‘Abdulloh bin Mas’ud dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: “Menurut kalian, siapakah orang yang mandul itu?” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Kami menjawab: ‘Yaitu orang yang tidak mempunyai anak.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Bukan itu yang dimaksud dengan mandul. Tetapi yang dimaksud dengan mandul adalah orang yang tidak dapat memberikan apa-apa kepada anaknya.”

Menurut hadis tersebut, wanita mandul bukanlah orang yang tidak mempunyai anak tapi wanita mandul adalah orang yang tidak bisa memberikan apa-apa kepada anaknya walaupun ia memiliki banyak anak tapi dari anak yang ia miliki tidak dapat mewarisi atau menghasilkan keturunan yang shalih dan shalihah.

Ujian

Baca Juga: Kekuatan Dalam Kelembutan, Potret Muslimah Penggerak Perubahan

Sebagaimana makhluk hidup yang lain, manusia membutuhkan keturunan untuk mewarisi dan meneruskan hidupnya. Itulah mengapa anak menjadi dambaan setiap keluarga. Anak bagaikan permata dalam kehidupan mereka. Penyejuk mata ketika keletihan menyapa, menjadi tempat berteduh ketika masa senja mulai tiba.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Inilah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs. Ali-Imran: 14)

Sekian lama belum dikarunia anak, tentu akan membuat pasangan suami istri risau dan gelisah. Dalam kasus seperti ini, istrilah yang biasanya merasakan beban paling berat. Apalagi ada pandangan bahwa penyebab semua itu adalah dari pihak istri. Ia yang mandul dan tidak bisa melahirkan keturunan. Padahal tidaklah seperti itu. Bukan salah istri, karena setiap takdir Allah-lah yang telah menggariskannya. Lagi pula, tidak selalu istri yang menjadi penyebabnya, pihak suami sering pula menjadi sebab belum dikaruniainya anak.

Baca Juga: Wanita Salihah, Sebaik-baik Perhiasan Dunia

Berbaik sangkalah selalu atas setiap takdir yang Allah berikan. Yakinlah, bahwa segala sesuatu yang telah menjadi keputusan Allah pasti mengandung banyak hikmah meskipun kita tidak menyadarinya.

Oleh karena itu, tidak saling menyalahkan adalah jalan terbaik dalam menghadapi ujian ini. Hendaknya pasangan suami dan istri yang belum dikaruniai buah hati saling memberikan dukungan dan nasehat seraya tak putus-putus memanjatkan doa kepada Allah (hayati: Qs. Al-Baqarah: 153). Dengan sikap seperti ini, diharapkan suami dan istri dapat saling menguatkan di tengah badai ujian Allah. (P005/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Perempuan ICMI: Hati-Hati Dalam Membuat Aturan Terkait Hak Muslimah

Disiarkan dari berbagai sumber

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Melalui Akhlak Mulia

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
Indonesia
Internasional
MINA Sport
MINA Sport
Internasional