KETIKA JILBAB DIPERMASALAHKAN

kerudungOleh: Bahron Ansori (Redaktur Mi’raj Islamic News Agency/MINA)

Negara dengan mayoritas Muslim terbesar ini seringkali dibuat ‘risih’ dengan masalah . Baru-baru ini, isu pelarangan jilbab kembali mencuat sehingga tak ayal Wali Kota H Ahyar Abduh meminta agar perusahaan yang melarang karyawannya berhijab harus siap meninggalkan Kota Mataram (ROL. 13/1).

Jilbab yang merupakan pakaian wajib setiap itu seolah menjadi virus bagi sekelompok yang memang tidak suka dengan Islam dan umatnya. Kenapa jilbab begitu ‘menakutkan’ sekelompok orang di beberapa negara termasuk di negera dengan penduduk Muslim terbesar ini?

Apakah jilbab begitu mengganggu sehingga wanita-wanita yang bekerja dengan memakai jilbab harus dilarang? Atau anak-anak sekolah yang mengenakan jilbab pun dilarang? Apakah wanita yang mengenakan pakaian kehormatan dalam agama Islam itu sudah merusak privasi kelompok lain? Atau itu hanya sebuah alasan sinis klasik saja untuk menyudutkan Islam dari berbagai sisi, termasuk jilbab?

Sungguh, kebencian suatu kaum kepada para wanita Islam yang adalah sebuah keburukan yang tak berdasar. Bagaimana mungkin jilbab yang menjadi pakaian pelindung dan kehormatan seorang wanita muslim justeru dipermasalahkan. Bukankah memakai jilbab bagi seorang wanita Islam sama sekali tak mengusik ketenangan umat lain atau sekelompok orang yang tidak senang terhadap Islam.

Tak bisa dipungkiri, era ini adalah era kebangkitan Islam dan umatnya, bukan era kejayaan faham-faham feodal yang lemah dan hanya mendasarkan pemikirannya sebatas kepentingan sesaat atau nisbi (baca: komunis, liberal). Jauh sebelumnya, Islam juga pernah berjaya. Saat Islam berjaya, tak satu pun umat atau kelompok lain yang disudutkan oleh kaum muslimin atas dasar sentimen pada kaum tersebut. Sebaliknya justeru kaum yang berada di bawah perlindungan muslimin hidupnya aman dan sejahtera. Lihatlah sejarah, apakah ada kelompok di luar Islam yang eksistensinya selalu dirongrong oleh kaum muslimin atas dasar kebencian?

Sungguh ironis, keberadaan umat Islam hari ini selalu dianggap sebagai racun mematikan bagi sekelompok kaum yang di hatinya ada kedengkian, kebencian dan berniat melakukan keburukan. Mengapa Islam selalu disudutkan? Termasuk masalah jilbab yang senantiasa dipermasalahkan?

Berjilbab Dijamin UU

Beberapa kali di tahun 2014 kasus pelarangan jilbab terjadi di beberapa sekolah di Bali. Entah hal apa yang menjadi alasan pelarangan tersebut. Pelarangan jilbab oleh beberapa lembaga atau pun perorangan termasuk pelecehan identitas dari agama seorang Muslimah. Bahkan, pelarangan jilbab merupakan sebuah tindakan tak beradab untuk menghilangkan eksistensi agama seseorang.

Di republik ini, melarang seorang Muslimah untuk berjilbab merupakan pelanggaran hukum baik itu hukum positif maupun hukum agama. Mari kita lihat, pertama, negara telah menjamin kebebasan setiap orang sebagai warga negara untuk memeluk agama dan kebebasan menjalankan ibadah menurut ajaran agamanya masing masing. Adapun jaminan ini di tegaskan dalam Pasal 28E, ayat (1) UUD 1945, yang bunyinya sebagai berikut:

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.

Sementara dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ditegaskan juga bahwa, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Lihat juga dalam Pasal 22 UU No. 39 thn 1999 di sebutkan bahwa: “(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Kedua, negara jelas mengakui memeluk agama dan memiliki keyakinan adalah salah satu HAK ASASI MANUSIA (HAM). Mengenai hal ini di tegaskan dalam Pasal 4 UU No. 39 thn 1999 yang berbunyi: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”

Dari dua poin di atas, jelas yang melarang seorang wanita Islam (baca: muslimah) memakai jilbab adalah bentuk pelanggaran hukum. Apalagi jilbab adalah pakaian wajib bagi perempuan muslim yang sudah dewasa (akil baligh). Hal ini seperti disebut dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).

Itu sebabnya, kaum hawa dalam Islam sangat dihormati dan dihargai, namun sangat berbeda dalam pandangan kaum sekuler atau non muslim yang menganggap jilbab adalah sebuah pengekangan terhadap kaum wanita. Cara pandang yang salah terhadap ajaran Islam dan umatnya inilah yang selalu dijadikan ‘sarana’ untuk melecehkan kaum muslimin termasuk pelarangan berjilbab. (R02/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0