Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika Langit Lebanon Menggugurkan Elang Besi Israel

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views

Memalukan, pesawat tempur Israel jatuh (foto: ig)

LANGIT Lebanon telah lama menjadi saksi bisu dari ketegangan antara Israel dan kelompok-kelompok bersenjata di wilayah tersebut, terutama Hizbullah. Meskipun Israel dikenal memiliki kekuatan udara yang dominan, sejarah mencatat beberapa insiden di mana pesawat tempur Israel mengalami kerugian di wilayah Lebanon.​

Kejatuhan jet tempur Israel di wilayah Lebanon, baik akibat kerusakan teknis maupun tembakan dari kelompok bersenjata seperti Hizbullah, memiliki dimensi lebih dari sekadar insiden militer. Di mata masyarakat Lebanon dan dunia Arab, ini adalah simbol resistensi atas dominasi kekuatan militer yang selama ini dianggap tak terkalahkan.

Selama bertahun-tahun, Israel kerap melakukan pelanggaran wilayah udara Lebanon. Data dari PBB menunjukkan bahwa Israel secara rutin menerbangkan drone dan jet tempur di atas wilayah Lebanon, yang memicu kecaman keras dari pemerintah Beirut dan meningkatkan tensi di kawasan tersebut.

Hizbullah, sebagai kekuatan non-negara yang berbasis di Lebanon selatan, telah mengubah strategi militernya sejak awal 2000-an. Mereka tak lagi hanya mengandalkan roket jarak pendek, tapi juga memperkuat sistem pertahanan udara, termasuk perolehan rudal SA-7 dan sistem radar buatan Iran atau Rusia.

Baca Juga: Seruan Damai dari Langit, Ribuan Personel AU Israel Tolak Perang Gaza

Tahun 2006 menjadi titik balik penting. Dalam Perang 33 Hari antara Israel dan Hizbullah, kelompok ini menunjukkan kemampuan untuk bertahan dari serangan udara intensif. Meskipun kekuatan udara Israel mendominasi, Hizbullah mampu menembak jatuh helikopter, drone, dan merusak beberapa kendaraan lapis baja dengan rudal anti-tank.

Keberhasilan tersebut menandai pergeseran paradigma: bahwa kekuatan gerilya dengan sistem pertahanan canggih bisa menantang angkatan udara reguler. Israel pun menyadari bahwa superioritas teknologi tidak selalu menjamin keamanan dalam wilayah penuh resistensi dan semangat perlawanan.

Pada 2014, laporan dari sumber intelijen regional mengklaim bahwa Hizbullah telah mulai mengoperasikan rudal darat-ke-udara yang lebih modern, termasuk SA-17 buatan Rusia. Meskipun belum dikonfirmasi secara terbuka oleh Israel, setiap aktivitas udara di atas Lebanon sejak itu lebih berhati-hati.

Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh insiden-insiden “nyaris bentrok” antara jet tempur Israel dan radar Hizbullah. Israel mengandalkan sistem elektronik dan manuver presisi untuk menghindari zona berbahaya, namun semakin sering jet tempurnya terganggu oleh sinyal pengunci radar dari tanah Lebanon.

Baca Juga: Banyak Orang Tewas Di Gaza Karena Sistem Kesehatan “Benar-benar” Lumpuh

Yang menarik, insiden jatuhnya jet tempur Israel tidak hanya berdampak militer, tapi juga psikologis. Ia mengguncang persepsi publik dalam negeri Israel tentang ketahanan militer, dan pada saat yang sama membakar semangat rakyat Lebanon bahwa penjajahan udara bisa dilawan.

Bagi kelompok Hizbullah, keberhasilan menggugurkan jet tempur Israel bukan hanya prestasi militer, tetapi juga propaganda yang sangat efektif. Mereka menjadikannya narasi kemenangan moral yang menegaskan bahwa “langit pun tidak milik penjajah.”

Dunia internasional memandang insiden semacam ini sebagai sinyal meningkatnya eskalasi. Banyak analis mengingatkan bahwa setiap jet yang jatuh dapat memicu perang terbuka. Terutama jika Israel membalas dengan serangan darat atau operasi besar-besaran ke Lebanon.

Di sisi lain, rakyat Lebanon menghadapi dilema. Mereka bangga dengan resistensi Hizbullah terhadap Israel, tapi juga khawatir akan dampak perang yang dapat menghancurkan infrastruktur dan kehidupan sipil. Mereka tak lupa bagaimana Beirut luluh lantak pada 2006.

Baca Juga: Manisan Idul Fitri di Damaskus: Kembalinya Aroma Ma’amoul Setelah 14 Tahun

Maka, setiap gugurnya “elang besi” Israel di langit Lebanon menjadi simbol kompleks: kemenangan bagi sebagian pihak, ancaman bagi pihak lain, dan pengingat bahwa damai di Timur Tengah masih sangat rapuh, bahkan ketika tidak ada perang resmi yang diumumkan.

Hizbullah telah mengembangkan kemampuan pertahanan udara yang signifikan, termasuk penggunaan rudal anti-pesawat portabel (MANPADS) dan sistem radar canggih. Meskipun tidak selalu berhasil menembak jatuh pesawat Israel, kehadiran sistem ini memaksa Israel untuk lebih berhati-hati dalam operasi udaranya di wilayah Lebanon.​

Meskipun Israel memiliki superioritas udara, sejarah menunjukkan bahwa langit Lebanon bukanlah wilayah yang sepenuhnya aman bagi pesawat tempur Israel. Dengan meningkatnya kemampuan pertahanan udara Hizbullah, risiko bagi operasi udara Israel di wilayah tersebut tetap signifikan.

“Ketika langit menggugurkan elang besi,” maka sesungguhnya bukan hanya mesin perang yang jatuh, tetapi juga ilusi tentang superioritas mutlak. Insiden-insiden ini menegaskan bahwa dalam konflik yang panjang, bahkan langit pun bisa menjadi medan perlawanan.[]

Baca Juga: Pesona Spiritual Masjid Agung At-Taqwa, Aceh Tenggara

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Indahnya Merayakan Idul Fitri di Dukuh Sambungkasih, Ketika Maaf Menjadi Bahasa Universal

Rekomendasi untuk Anda