Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika Pelukan Anak Jadi Obat Lelah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 2 jam yang lalu

2 jam yang lalu

7 Views

Pelukan anak menghilangkan lelah anak.(Foto: ig)

DI ANTARA hiruk-pikuk kehidupan modern—deadline pekerjaan, tuntutan ekonomi, dan tekanan sosial—ada satu hal yang sering terlewat dari sorotan: betapa beratnya lelah yang dipikul para orang tua hari ini. Lelah itu kadang tidak terlihat, tidak memiliki suara, dan tidak punya ruang untuk mengeluh. Ayah yang pulang dengan tubuh yang masih membawa bau keringat pabrik, atau ibu yang seharian bekerja sambil mengurus rumah, sering kali terlihat “biasa saja” di mata dunia. Tapi di balik senyum itu, ada letih yang menumpuk seperti batu di punggung mereka.

Realitas hari ini lebih keras dari yang dibayangkan. Harga kebutuhan naik, jam kerja makin panjang, dan standar hidup makin menuntut. Orang tua dipaksa kuat, bahkan ketika hatinya rapuh. Banyak ayah yang menahan diri untuk tidak menangis meski pikirannya penuh beban. Banyak ibu yang menghela napas diam-diam agar anak-anak tidak melihat air matanya jatuh. Bukan karena mereka tidak boleh lelah, tetapi mereka merasa harus kuat demi keluarga.

Namun, di tengah padatnya kesibukan, ada satu momen sederhana yang memiliki kekuatan luar biasa: pelukan seorang anak. Momen yang mungkin hanya berlangsung beberapa detik, tapi mampu merobohkan tembok kelelahan yang dibangun seharian penuh. Anak tidak pernah tahu betapa berharganya pelukan itu. Mereka hanya mendekap dengan polos, tanpa pretensi, tanpa syarat. Tapi bagi orang tua, itu adalah energi yang kembali mengisi hati yang kosong.

Sains pun menguatkan itu. Pelukan dapat memicu pelepasan hormon oxytocin—hormon kedekatan dan ketenangan—yang mampu menurunkan stres, memperbaiki suasana hati, bahkan membuat tubuh terasa lebih ringan. Tidak heran jika seorang ayah yang pulang dengan langkah gontai tiba-tiba tersenyum kembali saat anaknya menyambut dengan teriakan, “Ayah pulang!” sambil memeluk kakinya. Tidak heran jika pelukan seorang anak mampu menyembuhkan lebih cepat dari obat mana pun.

Baca Juga: Kritik Radikal Ilan Pappe terhadap Proyek Kolonial Israel

Di realitas hari ini, ketika dunia terasa semakin cepat dan dingin, pelukan anak menjadi semacam oasis. Tempat di mana orang tua bisa bernapas lagi. Tempat di mana jiwa yang letih mendapat jeda. Dan kadang, hanya itu yang dibutuhkan seseorang untuk bertahan satu hari lagi.

Pelukan yang Membawa Harapan

Pelukan anak tidak hanya menjadi penawar lelah, tetapi juga pengingat akan tujuan hidup. Di saat orang tua nyaris menyerah dengan beratnya realita, dekapan kecil itu seakan berkata, “Ayah, Ibu… aku percaya pada kalian.” Keyakinan polos itu mampu memompa kembali keberanian dalam diri orang tua. Bahkan ketika dunia terasa keras, pelukan anak dapat menghadirkan rasa cukup, rasa diterima, dan rasa dicintai apa adanya.

Di banyak keluarga hari ini, tekanan mental cukup tinggi. Orang tua tidak hanya lelah fisik, tapi juga lelah pikiran. Sebagian merasa tertinggal, merasa gagal, atau merasa hidup tidak sesuai rencana. Media sosial memperparah keadaan dengan menghadirkan standar kesuksesan yang tidak realistis: rumah mewah, liburan mahal, penghasilan stabil, dan keluarga harmonis setiap waktu. Padahal kenyataannya, tidak sedikit orang tua yang harus berjuang keras hanya untuk bertahan.

Baca Juga: Pentingnya Narasi dan Literasi dalam Perjuangan Palestina

Di sinilah pelukan anak berperan sebagai “jangkar” emosional. Ia menahan orang tua dari tenggelam dalam rasa tidak mampu. Ia mengingatkan bahwa keberhasilan tidak selalu diukur dari harta, melainkan dari kasih sayang yang terus tumbuh di rumah. Ketika seorang anak memeluk sambil berkata, “Aku sayang Ayah/Ibu”, dunia terasa sedikit lebih ramah—walau hanya sejenak, tapi cukup untuk membuat seseorang kembali berjuang.

Pelukan anak juga mengajarkan orang tua untuk kembali hadir. Di era gawai dan distraksi yang tak ada habisnya, banyak keluarga kehilangan momen kecil yang sebenarnya sangat berharga. Pelukan membuat kita berhenti sejenak, menunduk, menatap mata anak, dan menyadari bahwa inilah harta yang sesungguhnya. Anak tidak menuntut rumah besar atau tabungan melimpah; mereka hanya ingin orang tuanya hadir. Sering kali, “kehadiran” itu mulai dari anggota tubuh yang paling sederhana: tangan yang merangkul.

Dan tahukah kita? Pelukan yang kita terima hari ini akan menjadi memori paling kuat dalam kehidupan anak di masa depan. Ia akan tumbuh menjadi remaja yang percaya diri, dewasa yang hangat, dan orang tua yang penuh kasih karena pernah merasakan pelukan yang sama di masa kecilnya. Dengan kata lain, pelukan anak bukan hanya menyembuhkan orang tua hari ini, tetapi juga membentuk karakter masa depan.

Karena itu, jangan pernah meremehkan kekuatan sebuah pelukan. Berikan lebih banyak pelukan. Terima lebih banyak pelukan. Di tengah dunia yang serba cepat, pelukan anak adalah ruang jeda yang menenangkan, pengingat bahwa hidup tak melulu tentang mengejar sesuatu—kadang, hidup adalah tentang kembali merasakan kehangatan dari pelukan kecil yang membuat kita merasa cukup.

Baca Juga: Ternyata Jadi Ayah Tak Seindah Cerita Film

Sebab pada akhirnya, saat hidup terasa melelahkan, pelukan anak bukan hanya obat…
pelukan itu adalah rumah.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Abraham Accords Membidik Arab Saudi dan Indonesia, Mungkinkah?

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Khadijah
Kolom
MINA Edu
MINA Health