RUMAH tangga tidak selalu berbicara tentang tawa yang memenuhi ruang, senyum yang saling berbalas, atau doa yang menyatu di setiap sujud. Ada masa ketika langkah terasa goyah, percakapan berubah menjadi perdebatan, dan hati terasa lebih cepat lelah dibandingkan biasanya.
Pada fase itu, orang sering merasa seperti berjalan sendirian di jalan yang pernah dilalui berdua. Namun, anehnya, meski semuanya mulai retak, selalu ada satu titik kecil di dalam hati yang berbisik lirih, “Aku masih ingin memperbaiki, aku masih ingin berjuang.” Dan bisikan kecil itulah yang seringkali menyelamatkan banyak pernikahan dari kehancuran.
Tak ada rumah tangga yang selalu kuat tanpa pernah goyah. Dua manusia yang berbeda, membawa masa lalu, karakter, serta luka masing-masing, tentu tidak mudah untuk selalu sejalan. Ada hari ketika istri merasa tidak dipahami. Ada hari ketika suami merasa tidak dihargai. Ada masa ketika ekonomi menghimpit, anak-anak rewel, pekerjaan menekan, atau iman melemah sehingga hal kecil pun menjadi pemicu pertengkaran.
Namun justru di titik-titik seperti inilah cinta diuji, bukan dihancurkan. Allah tidak pernah menjanjikan rumah tangga yang mulus, tapi Allah menjanjikan pahala yang besar bagi mereka yang sabar, saling memaafkan, dan terus menjaga ikatan suci ini dengan penuh tawakal.
Baca Juga: Jahannam Tidak Butuh Penghuni, Tapi Manusia Sendirilah yang Memilihnya
Saat Retak Muncul, Jangan Biarkan Hati Turut Pecah
Ada masa ketika pasangan mulai tidak seperti dulu. Kurang perhatian, kurang komunikasi, kurang peka, atau mungkin mulai larut dalam urusan dunia. Lalu muncul retak kecil. Sebagian orang memilih membesar-besarkan retak itu hingga berubah menjadi jurang. Tapi sebagian lainnya memilih menutup retak tersebut dengan kesabaran, doa, dan usaha untuk memperbaiki diri terlebih dahulu. Karena sejatinya, memperbaiki rumah tangga bukan soal mencari siapa yang salah, tapi siapa yang paling tulus untuk kembali memperbaiki keadaan.
Cinta tidak pernah hilang begitu saja. Yang hilang biasanya adalah cara kita merawatnya. Suami yang dulu lembut bisa berubah keras karena tekanan hidup. Istri yang dulu penyayang bisa berubah sensitif karena kelelahan fisik dan mental. Anak-anak pun terkadang ikut menyumbang tekanan yang membuat rumah terasa sesak. Namun rasa lelah bukan alasan untuk saling menjauh. Justru lelah harus menjadi alasan untuk saling menggenggam, karena hanya pasangan halal-lah tempat kita kembali menenangkan batin.
Rumah tangga adalah perjalanan jangka panjang. Bukan sprint singkat yang selesai dalam hitungan hari. Ada malam ketika kamu menangis diam-diam karena takut kehilangan. Ada pagi ketika kamu tetap menyiapkan sarapan meski hatimu sedang hancur. Ada senyum yang kamu paksakan hanya agar anak-anak tidak merasakan badai di hatimu. Semua itu adalah bentuk perjuangan yang sering tidak terlihat, tapi Allah melihatnya dengan sangat jelas.
Baca Juga: Nabi Sulaiman Alaihi Salam Raja Muslim Terbesar Sepanjang Masa
Mungkin benar, hubungan kalian mulai retak. Tapi retak bukan berarti hancur. Retak hanya tanda bahwa rumah ini perlu direnovasi dengan lebih banyak doa, komunikasi, dan kerendahan hati. Minta maaf lebih dulu bukan berarti kalah. Mengalah bukan berarti tersakiti. Menahan emosi bukan berarti tidak punya harga diri. Terkadang, mengalah adalah cara paling mulia untuk menjaga sesuatu yang sangat berharga: keluarga.
Dan percayalah, tidak ada pernikahan yang kokoh tanpa pernah melewati masa-masa rapuh. Retakan adalah bagian dari proses pendewasaan. Tanpa retak, kita takkan pernah belajar memperbaiki. Tanpa luka, kita takkan memahami pentingnya mengobati. Tanpa ujian, kita takkan pernah tahu kuatnya cinta yang sebenarnya.
Pada akhirnya, rumah tangga bukan tentang menemukan pasangan yang sempurna, tapi tentang dua orang yang saling menerima ketidaksempurnaan, lalu tetap memilih satu sama lain setiap hari. Walaupun lelah. Walaupun rapuh. Walaupun sempat ingin menyerah. Tetap memilih bertahan. Tetap memilih berjuang.
Sebab yang membuat rumah tangga bertahan bukanlah kata-kata manis, tapi kesediaan untuk terus kembali pada Allah ketika hati mulai retak. Bukan saling menuntut, tapi saling melengkapi. Bukan saling menyalahkan, tapi saling menguatkan. Dan ketika dua hati sama-sama merendah, meminta pertolongan-Nya, maka retakan itu perlahan akan menyatu kembali.
Baca Juga: Ekopedagogi Islam, Belajar dari Alam yang Tergenang
Jika hari ini rumah tanggamu terasa berat, ingatlah: kamu tidak gagal. Kamu hanya sedang diuji. Dan ujian ini bukan untuk memisahkan, tapi untuk menguatkan. Ada hati yang masih ingin berjuang. Ada cinta yang masih ingin bertahan. Ada doa yang masih menggantung di langit, menunggu saat terbaik untuk Allah kabulkan.
Tetaplah berjuang. Retak bukan akhir dari segalanya—sering kali, itu adalah awal dari rumah tangga yang lebih dewasa, lebih kuat, dan lebih diberkahi.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Nabi Daud Alaihi Salam, Utusan Allah dan Raja Muslim















Mina Indonesia
Mina Arabic