Jakarta, MINA – Aksi terorisme baru-baru ini kerap terjadi di berbagai tempat, sehingga menimbulkan ketakutan berlebihan terutama di kalangan masyarakat sampai pada aparat keamanan. Ketakutan itu terjadi, dianggap salah satu pemicunya yaitu, penyiaran media dalam mempublikasikan.
Dalam hal ini, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo minta agar media bisa lebih bijak lagi serta membatasi dan mengemas sebaik mungkin dalam menyiarkan pemberitaan tentang terorisme serta tidak mengulang-ulang satu peristiwa yang sama. Namun tidak memberikan kredit kejadian tersebut, sehingga akan menimbulkan ketakutan pada masyarakat.
“Contoh, peristiwa ini terjadi tadi pagi, tapi diulang sampai malam, sehingga bagi yang tidak mengikuti acara itu terus-menerus, beranggapan looh,,, ada bom lagi yang meledak. Ada peristiwa baru dan seterusnya. Ini menimbulkan ketakutan. Menurut saya yang mesti dilakukan adalah memberikan kredit, ini kejadiannya dimana, peristiwanya kapan, jam, menit dan detik keberapa supaya orang tahu,” katanya usia diskusi publik ‘Pemberitaan dan Penyiaran Tentang Terorisme’ di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (30/5).
Selain itu, media juga tidak boleh terlalu detil dalam memberitakan aparat yang tengah melumpuhkan terorisme dari awal kejadian sampai akhir secara live (langsung), karena bisa menggagalkan strategi aparat keamanan.
Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK
“Pertama pengemasan. Kedua, kehadiran wartawan ditempat kejadian jangan sampai menyulitkan aparat yang sedang bertindak. Jangan memberikan informasi (siaran secara live) yang bisa menggagalkan upaya aparat di dalam melumpuhkan para tersangka teroris,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengambil contoh pada film hollywood atau dokumenter yang menjelaskan bahwa operasi yang dilakukan oleh polisi atau swot sering kali gagal, karena siaran-siaran live, hingga akhirnya muncul kesepakatan bahwa ada seorang jendral polisi di Mumbai di tembak oleh tersangka teroris, namun tidak boleh ada siaran live.
“Di Indonesia dibolehkan ada siaran live. Karena siaran live juga diperlukan oleh publik, namun jangan terlalu detil dalam mengikuti gerakan aparat yang sedang mengejar atau berupaya melumpuhkan teroris. Kenapa? Karena seluruh strategi informasi tentang gerakan pasukan aparat yang sedang dilakukan, itu bisa diantisipasi oleh pelaku,” paparnya.
Terkait hal ini, ia meminta pers dan wartawan media harus ada di titik keseimbangan dalam memberikan informasi kepada publik, namun jangan sampai informasi ini memberikan imbas seperti menyampaikan pesan teroris ketika terorisnya sudah meninggal.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
“Media memberikan informasi yang menakutkan, informasi yang membuat orang panik. Karena itu adalah misi yang akan dicapai dari teroris yang sesungguhnya. Terorisnya sudah meninggal di tempat, namun pesannya masih diteruskan oleh media. Harapan untuk temen-temen media, para petinggi media tahulah pada titik mana harus berhenti dan membatasi siaran-siaran ini, untuk tidak membuat situasi lebih menegangkan,” jelasnya.
Ia menambahkan, saat aparat keamanan sedang melakukan penindakan terorisme, jangan ada siaran live, namun pemberitaan tetap diberikan untuk memenuhi hak atas informasi yang harus diberikan kepada publik.
Saat penyiaran juga, ia meminta agar tidak secara live saat tersangka sebagai teroris dalam membacakan pembelaan terhadap dirinya, karena dikhawatirkan hal itu digunakan juga oleh kelompok tertentu untuk memperkuat tindakan terorisme.
Dalam peliputan saat ini, ia menilai belum perlu adanya Undang-Undang yang mengatur peliputan, karena kebijakan sudah ada dalam pedoman peliputan terorisme terkait angka ke 3 yang mengatakan, ‘jangan melakukan glorifikasi terhadap pelaku terorisme, jadi sudah cukup itu.’
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
“Menurut saya yang diperlukan adalah aturan mengenai apa itu breaking news, apa itu siaran live, itu yang perlu diatur. Karena masih banyak media termasuk wartawan senior yang ada di media penyiaran belum tahu apa bedanya siaran live dan breaking news, atau sekilas info,” tambahnya. (L/R10/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian