Al-Quds (Yerusalem), 22 Shafar 1435/25 Desember 2013 (MINA) – Ketua Hakim Islam di Al-Quds, Shaikh Taissir Tamimi, mengatakan, serangan dan pelanggaran Israel di Masjid Al-Aqsha berada pada tingkat tertinggi dan paling agresif sejak 1967.
“Para pemukim ilegal Yahudi dan pasukan keamanan Israel telah melakukan penyerangan paling agresif tahun ini,” tegas Ketua Partai Kebebasan dan Kemerdekaan untuk Pertahanan Tempat-Tempat Suci itu.
Penjajah Israel menjajah secara penuh Al-Quds Timur termasuk di dalamnya Masjid Al-Aqsha. Mereka menjajah sejak Perang Enam Hari 1967 selesai dan mengakuinya sebagai bagian dari wilayah Israel meski dunia internasional menentangnya.
Baca Juga: Puluhan Pemukim Yahudi Serbu Masjid Al-Aqsa
Al-Quds merupakan kota penting bagi umat Islam dunia karena di kota itu terdapat kompleks Masjid Al-Aqsha, masjid suci ketiga dan kiblat pertama bagi umat Islam.
Dalam sebuah pernyataan kepada Quds Net News Agency, Shaikh Tamimi menjelaskan, sifat serangan dan pelanggaran Israel terhadap Masjid Al-Aqsha selama tahun 2013 mengikuti dimensi politik, dipimpin oleh para anggota parlemen Israel (Knesset) dan para menteri dalam pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
“Penjajah Israel memberikan perlindungan polisi bagi mereka yang mengambil bagian dalam serangan ke Masjid Al-Aqsha,” kata Syaikh Tamimi.
“Mereka hampir terus menerus melakukan penyerangan, bahkan berlangsung setiap hari,” tambahnya sebagaimana dikutip MEMO dan Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Israel Kembali Serang Sekolah di Gaza, 7 Orang Syahid
Upaya Yahudisasi Al-Aqsha
Shaikh Tamimi menekankan, serangan penjajah Israel dimaksudkan untuk menciptakan sebuah pembagian fisik di Masjid Al-Aqsha dan membuat realitas baru di lapangan, mirip dengan kebijakan Yahudisasi yang diberlakukan di Masjid Ibrahimi, Al-Khalil,Hebron, yang sekarang sudah dibagi antara Muslim dan Yahudi.
Pihak keamanan penjajah Israel tiap waktu mengatur kehadiran para pemukim ilegal ekstrimis Yahudi untuk memasuki kawasan Masjid Al-Aqsha, padahal masjid itu bukan tempat ibadah Yahudi.
Baru-baru ini, anggota partai ekstrimis Israel Likud pimpinan Wakil Ketua Knesset Moshe Feiglin mengajukan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembagian kawasan Masjid Al-Aqsha menjadi dua, untuk ibadah umat Islam dan Yahudi.
Baca Juga: Al-Qassam Tembak Mati Tentara Zionis! Perlawanan Gaza Membara di Tengah Genosida
Dalam RUU disebutkan, adanya pembagian waktu ibadah bagi umat Islam dan Yahudi di kawasan masjid kiblat pertama bagi umat Islam itu.
Sehingga nantinya ada jadwal tertentu dalam sepekan yang hanya diberikan kepada orang-orang Yahudi. Pada saat orang Yahudi melaksanakan ritualnya, maka umat Islam dilarang memasuki ke kompleks Masjid Al-Aqsha.
Menurut warga, jika RUU ini disahkan, maka orang-orang Yahudi akan semakin meningkat saja memasuki kawasan suci itu. Sementara pemilik sah masjid, umat Islam semakin terbatas waktunya beribadah di dalamnya, terutama mengalami kesulitan ketika akan melaksanakan shalat Jumat.
Bahkan pasukan penjajah Israel telah membuat usulan-usulan dalam hal tersebut kepada parlemen Israel untuk melegitimasi serangan dan pelanggaran ke Masjid Al-Aqsha, mengubah setiap upaya umat Islam atau jamaah masjid yang mencegah serangan tersebut menjadi pelanggaran hukum, sehingga mereka dapat secara terbuka penuntutan secara hukum.
Baca Juga: Israel Halangi Evakuasi Jenazah di Gaza Utara
Selama dekade terakhir, memang Israel berupaya mengubah peta demografis kota Al-Quds dengan membangun permukiman-permukiman ilegal, merusak situ-situs bersejarah, dan mengusir penduduk Palestina setempat. (T/P02/R2).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahnya Sendiri