Jakarta, MINA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafig Mughni, mengatakan, istilah radikalisme sudah ditinggalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena sarat penyalahgunaan secara politis. PBB mengganti kata ‘radikalisme’ dengna ‘violence extrimism’.
“Dalam isu radikalisme, mereka (Islamophobic) mengganggap radikalisme ini akan menjungkirbalikan tata nilai luhur dan menghapus negara bangsa sehingga menjadi ancaman yang sangat besar. Selalu dilekatkan pada umat Islam,” kata Syafiq dalam program Dialektika di kanal Youtube TvMu, Jakarta, Selasa (10/5).
Misalnya pada rekrutmen politik di berbagai bidang selalu mencari apakah orang ini terlibat dalam gerakan radikal atau tidak? Padahal masyarakat internasional telah meninggalkan diksi radikalisme sebagai musuh bersama karena istilah ini bisa disalahgunakan dan disalahtafsirkan.
Untuk itu katanya, menyudutkan kelompok-kelompok tertentu sehingga bisa menjauhkan tujuan utama untuk membangun persatuan dan kesatuan berbagai kelompok masyarakat.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
“Maka, PBB mengganti dengan violence extrimism yang bisa dilakukan oleh siapa saja, baik oleh motif pemikiran agama atau tidak, oleh bangsa atau etnis siapapun,” imbuhnya.
Umumnya, istilah radikalisme dan Islamophobia ditampilkan dalam bentuk antipati, kebencian, sinisme, perlawanan, hingga pelecehan terhadap ajaran, simbol-simbol Islam dan penganutnya,”
Di Indonesia ada unsur-unsur, mereka anggap Islam sebagai kekuatan yang bisa menghalangi kepentingan mereka sehingga mereka mau tidak mau menunjukkan sikap Islamophobic karena ada kepentingan yang akan terhalangi kalau kekuatan Islam itu lahir,” ungkap Syafiq.
“Padahal Islam itu sesungguhnya agama yang diperlukan untuk membangun kehidupan yang damai, sejahtera, berkeadilan. Tetapi nilai-nilai unggul ini mereka anggap sebagai halangan bagi mereka untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan jangka pendek,” imbuhnya. (R/R4/P2)
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Mi’raj News Agency (MINA)