Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua MUI: Generasi Muda Harus Tahu Kekejaman Komunis

habibi - Selasa, 31 Mei 2016 - 14:08 WIB

Selasa, 31 Mei 2016 - 14:08 WIB

549 Views ㅤ

Jakarta, (MINA) – Lembaga DIP Centre (Democracy, Integrity, and Peace) yang bergerak dalam bidang Ketahanan Nasional, menyelenggarakan seminar dan dialog lintas generasi bertajuk “Menyelamatkan Generasi Muda Indonesia dari Bahaya Komunisme” di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat.

DIP bekerjasama dengan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) ingin memberitahukan kepada masyarakat, khususnya generasi muda, bahwa komunisme itu berbahaya.

Hadir pula dalam dialog tersebut KH Shodikun (Ketua MUI Pusat), KH Mun’im DZ (Wasekjen PBNU), dan Pipit Senja (novelis).

“Generasi muda harus cerdas menangkap bahaya pemikiran komunisme,” kata KH. Shodikun Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat saat ditemui di sela acara, Selasa, (31/5).

Baca Juga: Meriahkan BSP, LDF Al-Kautsar Unimal Gelar Diskusi Global Leadership

Ia menambahkan, generasi muda itu harus mengetahui sejarah-sejarah kekejaman komunisme pada zaman dahulu di Indonesia sendiri.

Shodikun juga mengungkapkan bahwa kakeknya pun menjadi korban kekejaman komunis ketika keluar dari masjid pada saat itu.

Menurutnya, menanamkan nilai-nilai spiritual untuk melawan ideologi komunis itu juga dibutuhkan. “Komunis itu tidak menerima kebenaran, Al-Quran sendiri diinjak-injak kok, jadi ini (komunisme) gerakan penghancur peradaban,” ujarnya.

Wakil Sekjen DIP Centre Yusuf Rahman Hakim mengatakan, Seminar dan Dialog ini berangkat dari kegelisahan berbagai anak bangsa atas ancaman terhadap Pancasila, UUD 1945, dan keutuhan NKRI. Selain itu, memudarnya Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, telah memicu bangkitnya gerakan komunis yang telah dilarang oleh negara.
Sekjen Majelis Pemuda Islam Indonesia Faizi juga mengatakan, penolakan akan kebangkitan dan gerakan komunisme terus bergulir di berbagai cabang MPII. Ia meminta aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap mereka yang mencoba untuk menghidupkan kembali gerakan dan paham yang bertentangan dengan konstitusi tersebut.

Baca Juga: Enam Relawan UAR Korwil NTT Lulus Pelatihan Water Rescue

“Sudah jelas larangan tertuang dalam Tap MPRS Nomor 25/1966 tentang pembubaran PKI dan larangan terhadap Komunisme, Marxisme dan Leninisme,” kata Faizi.

Berbagai gejala kebangkitan PKI bisa dilihat dari maraknya atribut dengan lambang PKI di berbagai wilayah Indonesia, buku-buku yang mengajarkan komunisme, simposium nasional yang membela PKI, Festival Sastra yang menyanyikan lagu genjer-genjer dan membela PKI, serta munculnya petisi penghancuran monument Pancasila Sakti Lubang Buaya yang dipimpin oleh Shinta Miranda (anak tokoh Gerwani PKI) di Taman Ismail Marzuki.

Menurut Faizi, pihak-pihak yang berupaya menghidupkan komunisme harus ditindak sesuai dengan UU 27/1999 tentang Perubahan KUHP Yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. “Tap MPRS 25/1966 itu tidak bisa dicabut, karena Tap itu dibuat saat MPR sebagai lembaga tertinggi Negara. Tap sejak Amandemen UUD 1945 membuat MPR menjadi lembaga tertinggi, sehingga tidak bisa membuat ketetapan di bawah UU lagi,” ungkapnya mengutip pendapat pakar Hukum Tata Negara, Prof Mahfud MD.

Dalam seminar dan dialog ini, berbagai ormas pemuda juga akan berupaya mengikuti Apel Siaga Nasional menolak Kebangkitan Partai Komunis Indonesia pada Jumat, 3 Juni 2016, pukul 13.00 WIB, di Monumen Nasional, Jakarta. Sebelum Apel, berbagai ormas pemuda akan mengikuti Long March dari masjid Istiqlal menuju Istana Negara. (L/M09/P001)

Baca Juga: Syubban Camp, Perkuat Jiwa Kepemimpinan untuk Pembebasan Baitul Maqdis

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia