Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KETUA MUI: IDUL ADHA HARUSNYA BISA SAMA

Rudi Hendrik - Ahad, 28 September 2014 - 22:12 WIB

Ahad, 28 September 2014 - 22:12 WIB

1110 Views

Ketua MUI Bidang Kebudayaan KH. Cholil Ridwan, menyesalkan penetapan Idul Adha pemerintah (Foto: Rudi/MINA)
<a href=

Ketua MUI Bidang Kebudayaan KH. Cholil Ridwan, menyesalkan penetapan Idul Adha pemerintah (Foto: Rudi/MINA)" width="300" height="237" /> Ketua MUI Bidang Kebudayaan KH. Cholil Ridwan, menyesalkan penetapan Idul Adha pemerintah (Foto: Rudi/MINA)

Jakarta, 4 Dzulhijjah 1435/28 September 2014 (MINA) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kebudayaan, KH. Cholil Ridwan mengatakan, jika perwakilan umat Islam yang menghadiri sidang isbat di Kementerian Agama mau toleransi, hari raya Idul Adha di Indonesia bisa sama.

“Jika semangat persatuannya tinggi, seharusnya toleransi,” kata Cholil kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Ahad (28/9).

Namun Pimpinan Umum Pondok Pesantren Husnayain itu  menyesalkan Menteri Agama RI menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah 1435 pada Jumat, 26 September, setelah bulan Dzulqa’dah di-istikmalkan (disempurnakan) menjadi 30 hari.

Penetapan itu membuat hari raya Idul Adha jatuh pada Ahad, 5 Oktober 2014, padahal pelaksanaan wukuf haji di Arafah, ditetapkan oleh Kerajaan Arab Saudi pada Jumat 3 Oktober dan hari raya pada 4 Oktober.

Baca Juga: Pengadilan Brasil Terbitkan Surat Penangkapan Seorang Tentara Israel atas Kejahatan Perang di Gaza

“Arafah cuma satu di dunia. Bagaimana pemerintah bisa Idul Adha Ahad? Indonesia melihat Arafah yang mana?” kata Cholil sambil menambahkan, dalam ajaran Islam hari raya Idul Adha merujuk pada pelaksanaan wukuf jamaah haji di Arafah.

“Saya yakin buminya satu, mataharinya satu, bulannya satu, dan harinya (Idul Adha) satu,” katanya.

Dia mengisahkan bahwa pernah seorang mufti Mesir mengatakan, jika satu orang sudah melihat bulan di masyrik (timur), maka umat Islam di maghrib (barat) harus ikut puasa.

Sehubungan di Indonesia ada ratusan ormas Islam, menurutnya, perbedaan hari raya di Indonesia adalah hal yang wajar.

Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi

“Sidang isbat tidak akan bertemu (hasilnya) karena sudut pandang (ormas-ormas) berbeda. Perbedaan ini wajar, karena perbedaan itu ahli rukyat dan hisab tidak akan sependapat,” kata Cholil dengan menyebutkan beberapa ormas yang menggunakan metode berbeda dengan pemerintah dalam penetapan bulan baru hijriah. (L/P001/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Indonesia
Dunia Islam