Jakarta, MINA – Ketua Umum Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Avianto Amri mengingatkan, bencana bukanlah datang dari alam, melainkan akibat minimnya upaya mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana.
“Dalam beberapa hari terakhir, hujan deras mulai mengguyur berbagai daerah di Indonesia. Ketika musim hujan tiba, risiko banjir pun mulai mengintai, khususnya di kawasan perkotaan,” kata Avianto dalam ‘Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KNPRBBK) XV’, secara daring, dari Senin-Jumat (3-7/10).
Ia menuturkan, hari ini banjir kembali menjadi tragedi yang memakan korban. Ketika tembok sekolah mereka roboh diterjang banjir, tiga murid Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 19 Jakarta meninggal dunia dan dua lainnya memerlukan perawatan.
“Kami berduka atas berpulangnya murid-murid MTsN 19 Jakarta. Penanganan pasca bencana bagi murid-murid lainnya, keluarga korban, juga para guru, tak kalah penting untuk diperhatikan, terutama terkait dampak psikososial bagi mereka,” kata Avianto.
“Dengan adanya risiko bencana di musim penghujan, kita harus senantiasa siap siaga, dan tidak menyalahkan alam ketika terjadi bencana,” tambahnya.
Menurutnya, lingkungan sekolah semestinya merupakan tempat yang aman, nyaman, seru, dan menyenangkan. Karenanya, penting untuk terus memastikan bahwa program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dilakukan di seluruh sekolah di Indonesia, agar semua orang yang berkegiatan di sekolah dapat terlindungi dari ancaman bencana.
Sebagai salah satu negara yang rawan bencana, Indonesia mengalami lebih dari tiga ribu bencana setiap tahunnya. Dengan risiko yang mengintai sepanjang tahun, Avianto mengingatkan bencana bukanlah datang dari alam, melainkan akibat minimnya upaya mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana.
“Contohnya, untuk menghadapi risiko banjir, kita perlu memastikan sistem drainase yang berjalan lancar, bangunan-bangunan publik seperti sekolah yang aman dari segala jenis ancaman bencana, dan adanya rencana siap siaga bencana di tingkat keluarga,” imbuhnya.
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar
Melalui kampanye #NoNaturalDisasters, MPBI bekerja sama dengan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), PREDIKT, Pusat Studi Manajemen Bencana UPN “Veteran” Yogyakarta, Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), U-Inspire Indonesia, International Federation of Red Cross (IFRC), United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia, World Food Programme (WFP), dan Persatuan Bangsa-Bangsa di Indonesia, dengan dukungan dari Asia-Pacific Alliance for Disaster Management (APAD) Indonesia, untuk mengingatkan bahwa banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi, dan lainnya merupakan peristiwa alam, bukan bencana alam.
Ia menyebut, sebagai bencana alam menyiratkan bahwa bencana disebabkan oleh alam, yang tidak dapat kita cegah, kurangi, atau paling tidak kita persiapkan. Salah satu langkah dalam mempersiapkan diri agar tangguh menghadapi bencana adalah pengelolaan risiko bencana yang dimulai di tingkat masyarakat lokal.
Sejak 2004, KNPRBBK menjadi ruang berbagi pengetahuan, pengalaman, dan praktik baik bagi pegiat, peneliti, dan praktisi penanggulangan bencana di Indonesia.
“Acara ini merupakan refleksi dan memperkuat kolaborasi multipihak sebagai perwujudan resiliensi berkelanjutan dan berkeadilan, dan tercipta masyarakat Indonesia yang tangguh bencana,” demikian Avianto Amri. (R/R4/P1)
Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.